Lentera Islam - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.

Cara mendidik Anak yang Baik sesuai Al-Qur'an

Cara mendidik Anak yang Baik sesuai Al-Qur'an

Lentera Sulam .NET - Kajian Islam - Cara mendidik Anak yang Baik sesuai Al-Qur'an.

Saudaraku, Ada Ikhwan yang bertanya "Mengapa setelah anak saya dewasa berubah menjadi anak yang tidak baik, sedangkan ketika kecilnya, dia adalah anak yang Baik?"

Untuk menyikapi pertanyaan ini, maka seharusnya kita terlebih dahulu mencari tahu terlebih dahulu mengenai Apa penyebabnya, bukan bagaimana menyikapinya.

Bagaimana Lingkungan disekitarnya, dengan siapa ia bergaul, apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dsb.
Karena pada dasarnya setiap anak manusia yang terlahir kedunia ini adalah dalam keadaan yang Baik, Fitrah yang baik.

Dan ternyata, untuk menjadikan anak yang baik supaya menjadi anak yang Sholeh ketika dewasa, itu tidaklah cukup dengan berdoa saja. Ada ikhtiar ikhtiar yang harus dilakukan.

Kali ini kita akan berikan contoh.
Imran, Imran yang bukan nabi.
Kita akan membahas orang yang bukan Nabi ataupun Rasul, upaya tidak ada peluang bagi kita untuk mengelak dan ngeles, begitu.
Seperti "Saya bukan Nabi dan Bukan Rasul, Ya Allah..."

Bisa kita Lihat Surat Ali 'Imran Ayat 35:

إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Yang artinya:

(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Dan Bisa kita Lihat lagi Surat Ali 'Imran Ayat 36:

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَىٰ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ ۖ وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Yang artinya:

Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk".

Ketika Lahir bayi perempuan, langsung diberikan nama, didoakan kepada Allah, diperlihatkan kepada Allah.
Jadi Doa yang ia panjatkan diterjemahkan dalam bentuk Ikhtiar dengan memohon perlindungan kepada Allah. Namun tidak sampai situ saja, dipilihkanlah Guru yang baik, dipilihkan tempat yang baik.

Seperti yang bisa kita baca pada Surat Ali 'Imran Ayat 37:

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Yang artinya:

Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.

Setelah Dipilihkan Nabi Zakariya sebagai Gurunya yang merupakan Orang Sholeh pada saat itu, dipilihkan tempat yang mana tempat itu adalah tempat untuk mendekatkan diri dengan Allah, yaitu mihrab disitu.

Jadi Gurunya orang baik, Tempatnya tempat yang baik, Kurikulumnya Baik, apa yang terjadi?
Kembali ke ayat 37 tadi,

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ

Maka diterima semua itu oleh Allah.

Jadi, jika ingin anak anak kita Baik, maka Rencanakan , doakan dan Ikhtiarkan.

Jangan hanya Pandai berdoa,

"Ya Allah Jadikan anak hamba menjadi Anak yang Sholeh ya Allah
... Jadikan anak hamba menjadi anak yang rajin Shalat... Anak yang hafal Al-Qur'an.

Tapi tidak pernah disekolahkan di sekolah yang mengajarkan sholat, tidak disekolahkan di sekolah yang mengajarkan Al-Qur'an.

Itu tidak mungkin.
Mana mungkin hanya bermodalkan doa saja lalu cita-cita akan terwujud.
Meskipun Bapaknya bernama Sholeh, Ibunya bernama Sholehah, dan Anaknya Bernama Sholehsekali, tetap tidak bisa.

Coba Lihat Imran, Imran berusaha untuk anaknya. Dan Allah memberikan Nabi Zakariya sebagai Gurunya.

Sebelum Nabi Zakariya Masuk kedalam mihrab, Allah sudah lebih dulu memberikan rezeki untuk Maryam, dan selalu dijaga oleh Allah.

Dan yang dijaga oleh Allah itu segalanya diperhatikan, mau makan dilihat, mau berteman diarahkan kepada yang baik.

Kita bisa menjaga anak kita dirumah, tapi apakah kita bisa menjaga anak kita ketika anak kita disekolah?

Makan apa, minum apa, bergaul dengan siapa, gurunya siapa?

Kita titipkan kepada Allah tidak akan ada batas disitu, diterima dan itu berhasil.

Dan orang-orang yang seperti ini, maka generasi selanjutkan akan selalu lebih baik dari Orang tuanya.

Jika kita lihat Imran, Imran bukanlah Nabi, Istrinya pula bukanlah Nabi, Lalu dari keduanya lahirlah Maryam yang pula bukan Nabi namun bisa lebih Sholeh dari Ibunya.
Ibunya mau makan harus bikin dulu, Maryam mau makan sudah diberikan rezekinya langsung oleh Allah, Ibunya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an, namun Maryam disebutkan dalam Al-Qur'an.

Ibunya melahirkan karena ada suaminya, Maryam mengandung dan melahirkan tanpa ada satupun laki-laki yang menyentuhnya.
Melahirkan Nabi Isa A.S, yang merupakan Rasulullah, lebih hebat dari Ibunya, ke ih bagus dari Kakeknya.

Jadi setiap lahir generasi selalu lebih bagus dari sebelumnya.

Dan seharusnya kita bisa seperti ini, Kita tidak Hafal Qur'an, anak kita Hafal Qur'an.
Kita bukan penafsir Qur'an, Cucu kita penafsir Qur'an, begitu.

Jadi marilah kita serahkan kepada Allah dalam Hal mendidik Anak, tidak hanya sekedar berdoa namun kita tempatkan dalam pendidikan yang baik, yang mengajarkan Shalat, mengajarkan Al-Qur'an dan Hadits serta terhindar dari lingkungan yang kurang Baik.

Semoga Kajian ini berguna untuk kita semua orang orang tua, apabila ada kesalahan mohon dikoreksi dan saya mohon maaf.

Wassalamu'alaikum.

Share:

Tidurnya Orang Alim lebih baik dari pada Ibadahnya Orang Bodoh

Tidurnya Orang Alim lebih baik dari pada Ibadah Orang Bodoh


Lentera Islam .NET - Tidurnya Orang Alim lebih baik dari pada Ibadahnya Orang Bodoh

Dalam sebuah Hadist dikisahkan bahwa suatu ketika Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam mendatangi pintu masjid, di situ beliau melihat setan berada di sisi pintu masjid. Kemudian Nabi SAW bertanya, "Wahai Iblis apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Maka Setan itu menjawab, "Saya hendak masuk masjid dan akan merusak shalat orang yang sedang shalat ini, tetapi saya takut pada seorang lelaki yang tengah tidur ini."

Lalu Nabi SAW berkata, "Wahai Iblis, kenapa kamu bukannya takut pada orang yang sedang shalat, padahal dia dalam keadaan ibadah dan bermunajat pada Tuhannya, dan justru takut pada orang yang sedang tidur, padahal ia dalam posisi tidak sadar?" Iblis pun menjawab, "Orang yang sedang shalat ini bodoh, mengganggu shalatnya begitu mudah. Akan tetapi orang yang sedang tidur ini orang alim (pandai)."

Dari Ibnu Abbas radliyallâhu ‘anh, Nabi SAW bersabda, "Nabi Sulaiman pernah diberi pilihan antara memilih ilmu dan kekuasaan, lalu beliau memilih ilmu. Selanjutnya, Nabi Sulaiman diberi ilmu sekaligus kekuasaan.

Bersumber dari Abi Hurairoh radliyallâhu ‘anh, Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa pergi menuntut ilmu maka Allah akan menunjukkannya jalan menuju surga. Sesungguhnya orang alim senantiasa dimintakan ampunan untuknya oleh makhluk yang berada di langit maupun di bumi, hingga dimintakan ampun oleh ikan-ikan di laut. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi."

Hadits di atas menyiratkan betapa agama Islam begitu memuliakan, mengutamakan, dan menghargai orang yang berilmu pengetahuan. Bahkan melebihi keutamaanya orang yang ahli ibadah tapi bodoh. Menjadi jelas pula bahwa dalam agama Islam, menuntut ilmu dan mengembangkan budaya ilmiah itu termasuk bagian dari ibadah, juga merupakan tuntutan agama. Jadi tidak semata desakan kebutuhan zaman atau tuntutan dari institusi negara an sich.

Itulah kunci mengapa dahulu pada masa kegemilangan peradaban Islam, banyak lahir ilmuan-ilmuan besar Muslim yang sumbangsihnya telah diakui dunia dalam banyak cabang keilmuan. Mereka menekuni disiplin keilmuan atas motif ajaran Islam, bukan tuntutan negara (daulah) waktu itu.

Begitu peduli dan perhatiannya agama Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan, banyak pula ayat Al-Qur'an memberi dorongan dan motivasi agar seseorang mencintai ilmu, di antaranya ayat itu,

"Samakah antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (QS. Al-zumar: 9).

Tak hanya itu, Al-Qur'an sendiri mengajarkan umat manusia berdoa kepada Tuhannya agar senantiasa ditambahkan ilmu pengetahuan, "Dan katakanlah, Ya Tuhanku, tambahkanlah pengetahuan kepadaku".

Di ayat lain Allah juga berfirman, "Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat" (Al-Mujaadalah: 11).
Sugesti, apresiasi, penghargaan dan dorongan yang bersumber baik dari al-Qur'an ataupun Sunnah Nabi sebagaimana di atas seyogianya membuat kaum muslim pada saat ini khususnya yang masih berstatus mahasiswa, pelajar dan santri bisa lebih giat dan tekun lagi dalam mempelajari suatu ilmu dan mengembangkan tradisi ilmiah. Pun menyadarkan bahwa menurut pandangan Islam kegiatan dan aktivitas belajar dan menuntut ilmu baik di lembaga pendidikan formal atau nonformal yang ditempuh oleh seorang Muslim orientasinya tidak melulu mengejar ijazah, gelar dan jabatan tertentu, melainkan perlu diinsyafi pula bahwa belajar itu merupakan kewajiban tiap muslim dalam upaya mentaati perintah agama. 
Wallahu a'lam


Share:

Kisah Nabi Sulaiman, Semut dan Cacing Buta.

Kisah Nabi Sulaiman, Semut dan Cacing Buta.


Lentera Islam .NET - Kisah Nabi Sulaiman, Semut dan Cacing Buta.

Pada suatu hari Nabi Sulaiman A.s. duduk di pinggir danau. Sejurus kemudian, ia melihat seekor semut membawa sebiji gandum. Nabi Sulaiman a.s. terus memperhatikan semut itu, yang tengah menuju ke tepi danau.

Tiba-tiba ada seekor katak yang keluar dari dalam air seraya membuka mulutnya. Entah bagaimana prosesnya, semut itu kemudian masuk ke dalam mulut katak. Kemudian, katak itu pun menyelam ke dasar danau dalam waktu yang cukup lama.
Sementara Nabi Sulaiman a.s. memikirkan peristiwa barusan, katak tersebut keluar dari dalam air dan membuka mulutnya. Lalu semut itu keluar, sementara sebiji gandum yang dibawanya sudah tidak ada lagi bersamanya.

Nabi Sulaiman a.s. memanggil semut itu dan menanyakan kepadanya tentang apa yang dilakukan barusan, ”Wahai semut, apa yang kamu lakukan selama berada di mulut katak?”
”Wahai Nabiyullah, sesungguhnya di dalam danau ini terdapat sebuah batu yang cekung berongga, dan di dalam cekungan batu itu terdapat seekor cacing yang buta,” jawab semut.
“Cacing tersebut tidak kuasa keluar dari cekungan batu itu untuk mencari penghidupannya. Dan sesungguhnya Allah telah mempercayakan kepadaku urusan rezekinya,” lanjut semut.
”Oleh karena itu, aku membawakan rezekinya, dan Allah swt. telah menguasakan kepadaku sehingga katak ini membawaku kepadanya. Maka air ini tidaklah membahayakan bagiku. Sesampai di batu itu, katak ini meletakkan mulutnya di rongga batu itu, lalu aku pun dapat masuk ke dalamnya,”
“Kemudian setelah aku menyampaikan rezeki kepada cacing itu, aku keluar dari rongga batu kembali ke mulut katak ini. Lalu katak ini mengembalikan aku di tepi danau.”
Nabi Sulaiman a.s. kemudian bertanya, ”Apakah kamu mendengar suara tasbih cacing itu?”
”Ya, cacing itu mengucapkan: _*Yâ man lâ yansani fî jaufi hâdzihi bi rizqika, lâ tansâ ‘ibâdakal mu’minîna bi rahmatik*_

"(Wahai Dzat Yang tidak melupakan aku di dalam danau yang dalam ini dengan rezeki-Mu, janganlah Engkau melupakan hamba-hamba-Mu yang beriman dengan rahmat-Mu)."

Demikianlah, Allah mengatur rezeki segenap makhlukNya, termasuk manusia.
Sebagaimana pesan al-Qur’an dalam surat Hûd ayat 6: Wa mâ min dâbbatin fil ardli illâ ‘alaLlahi rizquhâ

(Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya)
Subhanallah, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Semoga  kita dikumpulkan di surga-Nya kelak. Aaamiin


Share:

Pelepah Basah yang bisa meringankan Siksa Alam Barzah

Pelepah Basah yang bisa meringankan Siksa Alam Barzah


Lentera Islam .NET - Pelepah Basah yang bisa meringankan Siksa Alam Barzah - Bagaimana Hukum Tahlilan dan Yasinan dalam Islam yang sebenarnya?

Saudaraku,
Suatu ketika Rasulullah SAW mendoakan pada kedua ahli kubur dengan lafadz/kalimat: "Semoga selama masih basah pelepah kurma tersebut keduanya diringankan siksanya".

Pertanyaan, mengapa baginda Rasulillah SAW dalam hadisnya itu tidak langsung dengan redaksi: "Ya Allah ringankanlah siksa kuburnya."

Saudaraku,
Setidaknya ada 4 jalur sanad hadis yang berstatus shahih yang mengupas tentang pelepah kurma basah itu. Akan tetapi dalam kesempatan ini, kita hanya mengambil 2 hadis dari jalur Ibnu Abbas dan Abi Hurairah.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ  يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ  فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً  فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا  يَا  رَسُولَ اللهِ  لِمَ فَعَلْتَ هٰذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا.
(متفق عليه رواه البخاري ومسلم وغيرهما)

"Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah SAW melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda, ”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari  dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing.

Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namimah (adu domba).” Kemudian beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu beliau  tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong.

Para sahabat  bertanya, ”Wahai, Rasulullah, mengapa Rasul melakukan ini?”

Beliau lantas menjawab, ”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.”

Sedangkan hadis jalur sanad Abi Hurairah adalah:

 عن أبي هريرة قال: كنا نمشي مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فمررنا على قبرين فقام فقمنا معه فجعل لونه يتغير حتى رعد كم قميصه فقلنا: ما لك يا نبي الله ؟ قال: ما تسمعون ما أسمع ؟ قلنا: وما ذاك يا نبي الله ؟ قال: هذان رجلان يعذبان في قبورهما عذابا شديدا في ذنب هين ، قلنا: مم ذلك يا نبي الله ؟ قال: كان أحدهما لا يستنزه من البول وكان الآخر يؤذي الناس بلسانه ويمشي بينهم بالنميمة ، فدعا بجريدتين من جرائد النخل فجعل في كل قبر واحدة قلنا: وهل ينفعهما ذلك يا رسول الله ؟ قال: نعم يخفف عنهما ما داما رطبين . (رواه ابن حبان في صحيحه [3/106 رقم : 824] ) قال شعيب الأرنؤوط: إسناده صحيح .

Alasan mengapa jaridah basah (dapat) memberi manfaat pada dua mayit tersebut SELAMA MASIH BASAH, adalah sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ihkam al-Ahkam Syarah Umdah al-Ahkam:

الخامس: قيل في أمر " الجريدة " التي شقها اثنتين ، فوضعها على القبرين ، وقوله  صلى الله عليه وسلم " لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا " إشارة إلى أن النبات  يسبح ما دام رطبا فإذا حصل التسبيح بحضرة الميت حصلت له بركته ، فلهذا اختص  بحالة الرطوبة .
"Kelima, diucapkan dalam masalah jaridah/pelepah yang dibelah dua dan ditaruh di atas dua kuburan. Ucapan Nabi SAW ”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama kedua pelepah tersebut belum kering”.

Ini  merupakan isyarah atau petunjuk bahwa tumbuhan membaca tasbih selama basah, maka tatkala hasil tasbih di hadapan mayit, maka hasil juga barokahnya pada mayit. Karena ini, maka khusus hasil keberkahan bagi mayit pada tumbuhan yang masih basah."

Termasuk dalam nomenklatur ini adalah tidaklah berlebihan dikatakan bahwa ucapan kalimat tayyibah, tahlil, tasbih, tahmid, dzikir dan doa yang diucapkan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman lalu keberkahan/fadhilah kalimat itu dikirimkan kepada ahli kubur.
Mengenai adanya sebagian golongan/kaum yang belakangan antipati tentang hal itu (dengan tuduhan andalannya, bid'ah, syirik dkk), secara otomatis mereka mengakui bahwa sumber hukum Islam hanyalah al-Qur'an saja, dengan jargon utamanya al-rujū' ilā al-Qur'an, sementara hadis tidaklah dianggap sebagai sumber rujukan kedua setelah al-Qur'an.

Bukankah keterangan di atas adalah hadis shahih?

Hanya al-Qur'an dan terjemahnya sajakah sebagai rujukannya, ataukah memang karena belum membaca/mutala'ah sampai pada hadis-hadis tersebut??

Wa Allah A'lam.


Share:

Bagaimana Hukum Mengeluh dan Berdoa di Facebook?

Hukum dalam Islam mengenai Mengeluh dan Berdoa di Facebook


Lentera Islam .NET - Bagaimana Hukum dalam Islam mengenai Mengeluh dan Berdoa di Facebook?

Saudaraku,
Setidaknya ada dua pertanyaan pokok tentang mengeluh, yang semuanya tergantung dimana dan tujuannya apa?

Jika diposting via pesan/inbox kemudian dikirimkan ke ahlinya, termasuk dalam hal ini adalah dikirimkan ke orang yang kita percayai keilmuannya dan kedewasaannya (problematika dunia), maka hal ini masih dibenarkan.

Akan tetapi masalah baru muncul manakala keluan itu diposting di status (yang dilihat banyak orang), maka ini sama halnya dengan kita mengeluh di dunia nyata, kemudian kita mengeluhkan kesulitan kita kepada semua teman-teman kita. Dalam kasus yang terakhir inilah tentunya dilarang oleh agama Islam.
Sebab keluhan semacam ini adalah bentuk ketidaksabaran, sedangkan sabar menghadapi kesulitan hukumnya wajib, maka lawan dari sabar (yaitu berkeluh kesah) hukumnya haram.

Oleh karenanya dirinci, apakah mengeluh disini dalam artian pertama atau kedua? kalau yang pertama, maka ini dibenarkan syari’at; adapun yang kedua, maka dalam hal ini syariat tidak membenarkan.

Dan juga perlunya untuk berhati-hati ketika menuliskan sesuatu yang sebenarnya itu adalah implisit dari doa keluhan.

Seperti menulis “alhamdulilāh ‘alā kulli hāl”.

Bukankah telah diketahui bahwa doa/dzikir tersebut dibaca ketika mendapat kesulitan dan cobaan yang bertubi-tubi? Implikasi dari tulisan itu, orang-orang pun akan tahu bahwa kita sedang tertimpa kesulitan, meskipun kita tidak berkata dalam tulisan itu, “aku ditimpa kesulitan lho temen-temen” di statusmu/twittermu. 

Bukankah sudah sering disampaikan di khutbah-khutbah bahwa hanya Allah, dirimu dan orang-orang tertentu sajalah yang tahu kesulitan kita? Kalau sudah demikian bukankah itu semua sama halnya "keluhan yang samar” ?

Saudaraku...
Perhatikan hadis dengan sanad akhir dari 'Aisyah berikut ini:

عَنْ ‏أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ ‏عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا ‏قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏‏إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ قَالَ: "‏الْحَمْدُ لِلَّهِالَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ"، وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ: "الْحَمْدُ  لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ". أخرجه ابن ماجه ( 2 / 422 ) و ابن السني ( رقم 372 ) و الحاكم ( 1 / 499 )
“Diriwayatkan dari ‘Aisyah RA, bahwa jika Rasulullah SAW melihat sesuatu yang disukainya beliau berkata: ALHAMDULILLĀHIL-LADZĪ BINI’MATI TATIMMUSH-SHĀLIHĀT (maksudnya: “Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan menjadi sempurna”) dan apabila beliau melihat yang tidak disukainya maka beliau berkata: ALHAMDULILLĀHI ‘ALĀ KULLI HĀL. (maksudnya: “Segala Puji bagi Allah dalam segala keadaan”)

Dengan begitu anda mengajarkan dua dzikir tersebut kepada teman-temanmu, tanpa mereka mengetahui apakah dirimu berada dikondisi pertama ataukah kedua.

Akan tetapi, jika engkau hendak berbagi akan kenikmatan, maka ini perkara lain, justru ditekankan untuk berbagi bersama, karena hal ini termasuk salah satu bentuk syukur (yaitu menyebut-nyebut nikmatNya).

Lalu bagaimana dengan, Berdoa di facebook/twitter?

Saudaraku,
Doa itu ada dua, doa mengadukan permasalahan dan doa umum.

Adapun doa mengadukan permasalahan, maka ini tidak perlu ditulis di facebook (contoh: “Ya Allah, aku mendapatkan musibah ini dan itu…”. Atau contoh lagi, "Ya Allah, aku masih jomblo; Ya Allah situasinya kook...daaaan seterusnya)

Meskipun tulisannya “Ya Allah” tapi pada hakikatnya juga mengeluhkan permasalahan tersebut kepada manusia juga. Tidak ada masalah mengeluh kepada Allah, bahkan justru hati akan menjadi tenang dengan mengadu kepada-Nya. Akan tetapi yang perlu digaris bawahi adalah, mengapa kita menuliskannya di facebook (sehingga orang-orang lain pun harus ikut tahu)? Bukankah justru ini adalah keluh-kesah kepada makhluk?

Cukuplah dirimu bermunajat (berbisik-bisik) kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa; tanpa harus mengadukan (doa) permasalahanmu tersebut di facebook termasuk di twitter.

Di samping itu, ada doa dalam bentuk yang lain, seperti contoh: “kita memohon kepada Allah agar diberi taufiq dan pertolongan-Nya”, maka dalam hal ini adalah doa yang baik, tidak masalah apabila ditulis di facebook. Karena doa ini bukan merupakan keluhan. Justru dengan menuliskannya maka kita mendoakan diri kita dan kaum muslimin, barangsiapa yang mengaminkannya, maka ia seperti berdoa dengan doa serupa; yang semoga orang yang menuliskan dan yang mengaminkan mendapatkan kebaikan dari doa tersebut. Untuk yang disebut terakhir inilah sebagian besar para ulama’ yang menggunakan facebook/twitter dengan menuliskan doa seperti tersebut di atas.

Termasuk dalam kategori doa umum adalah sebagai berikut: "Ya Allah, bimbing para pemimpin kami untuk "ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani". Kalimat tersebut merupakan falsafah Jawa yang artinya, memohon bimbingan agar pemimpin jika di depan memberi suri tauladan, jika di tengah pemimpin membaur dengan rakyatnya untuk menyemangati, dan jika di belakang pemimpin (baca: sudah purna tugas alias mantan)  memberi dorongan motivasi yang kuat kepada rakyatnya.

Dengan kata lain sebagai mantan (orang nomor wahid) hendaknya jangan mengeluh dan atau membuat keluhan yang hanya menimbulkan spekulasi, was-was dan polemik di masyarakat.

Wallahu a'lam.
Share:

Inilah Keutamaan dan Manfaat Solat yang belum Anda Ketahui

Inilah Keutamaan dan Manfaat Solat yang belum Anda Ketahui


Lentera Islam .NET - Kajian islam - Inilah Keutamaan dan Manfaat Solat yang belum Anda Ketahui - Suatu hari, di musim dingin, Rasulullah SAW keluar dari rumah dan mengambil ranting sebatang pohon sehingga daun-daunnya berguguran.
Rasul memanggil Abu Dzar, sahabat, yang menyertai beliau.

“Labbaik, ya Rasulullah,” jawab Abu Dzar.
“Sesungguhnya seorang muslim, jika menunaikan shalat dengan ikhlas karena Allah, dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya daun-daun ini dari pohonnya,” sabda Rasulullah SAW.
Dalam hadis yang lain, Abu Hurairah berkata:
”Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Bagaimana pendapat kalian jika di depan rumah kalian ada sebuah sungai yang mengalir dan kalian mandi di dalamnya lima kali sehari? Apakah akan tersisa kotoran di tubuh kalian?’
Mereka menjawab, ‘Tidak akan tersisa kotoran di tubuh kami sedikit pun.’
Lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Begitulah perumpamaan shalat lima waktu. Allah akan menghapuskan dosa-dosa kita’.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasa’i).
Selain sebagai jalan penghapusan dosa, shalat juga mengandung rahmat, kemurahan, dan kelembutan Allah SWT yang berlimpah.
Hanya karena kebodohan kita sendirilah kita tidak memanfaatkan salah satu dari kemurahan Allah itu.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
”Seseorang yang ketika hendak tidur berniat melaksanakan shalat Tahajud tapi kemudian tertidur, dia mendapatkan pahala solat Tahajud.”



Karena kandungan rahmat Allah SWT yang begitu besar, jika mengalami kesulitan Rasulullah SAW segera melaksanakan solat (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Maka, jika seseorang bersegera mengerjakan solat ketika mengalami kesusahan, sesungguhnya dia sedang menuju rahmat Allah SWT. Jika rahmat Allah datang dan membantu, kesusahan apa lagi yang tersisa?

Kisah keutamaan solat juga terungkap dalam cerita Ummu Kultsum.
Suatu hari Abdurahman, anaknya, menderita sakit parah, sehingga semua orang khawatir ia akan segera meninggal.

Maka Ummu Kultsum pun melaksanakan solat. Segera setelah itu Abdurrahman sadar kembali, lalu bertanya kepada orang-orang di sekelilingnya.

“Apakah keadaan saya menunjukkan seolah-olah telah meninggal?
“Ya!” jawab mereka.



Dalam hadis lain, Abdullah bin Salam berkata:
Apabila keluarga Rasulullah SAW sedang tertimpa kesusahan, beliau memerintahkan melaksanakan solat sambil membaca ayat 132 surah Thaha: Wamru ahlaka bishshalati wash thabir ‘alaiha, la nasaluka rizqan, nahnu narzuquka. Wal ‘aqibatu littaqwa (Perintahkanlah keluargamu melaksanakan solat dan bersabarlah. Kami tidak minta rezeki kepadamu, bahkan Kami-lah yang memberi rezeki. Dan akibat yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa).

Sementara, menurut Asma binti Abubakar, kakak Aisyah, istri Rasul, Rasulullah SAW bersabda:
”Pada hari kiamat seluruh manusia akan dikumpulkan di satu tempat, dan suara yang diumumkan oleh malaikat didengar oleh seluruh manusia. Ketika itu diumumkan, di manakah orang-orang yang selalu memuji Allah dalam setiap keadaan, baik ketika senang maupun susah?

Mendengar seruan itu, sebuah rombongan manusia berdiri lalu masuk ke dalam surga tanpa hisab. Kemudian diumumkan lagi, “Di manakah orang-orang yang menghabiskan waktu malamnya dengan beribadah dan lambung mereka jauh dari tempat tidur?” Maka sebuah rombongan berdiri lalu masuk surga tanpa hisab. Lalu terdengar seruan berikutnya, ”Di manakah orang-orang yang dalam perniagaannya tidak melalaikan mengingat Allah?” Maka sebuah rombongan berdiri dan masuk surga tanpa hisab.

Tidakkah kita ingin menjadi anggota rombongan yang masuk surga tanpa hisab? Untuk bisa menjadi anggota rombongan yang bisa langsung masuk ke surga tanpa hisab, kita harus menyempurnakan solat. Bukan sekadar menunaikan solat sebagai kewajiban, tapi berusaha meraih puncak-puncak kenikmatan cinta dan rahmat Allah SWT, sehingga mendapat limpahan taufik dan karunia-Nya.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Saat-saat yang ada di antara lima waktu shalat adalah kafarah(penghapus dosa).” Yaitu dosa kecil yang terjadi di antara satu shalat dengan shalat berikutnya akan diampuni dengan keberkahan shalat. Setelah itu Rasulullah SAW bersabda,”Seperti seseorang yang bekerja di sebuah pabrik dan rumahnya terdapat lima buah sungai.Apabila ia kembali dari pabriknya maka dia mandi dari sungai-sungai itu. Begitulah perumpamaan shalat yang lima waktu.” Apabila di antara waktu shalat terjadi  kesalahan, dosa dan lainnya, maka dengan sebab doa dan istighfar  yang dilakukannya dalam shalat , niscaya Allah SWT mengampuninya.

Ini menunjukan luasnya manfaat dari Rahmat  dan luasnya ampunan, kelembutan dan kenikmatan dari kemurahan Allah SWT.
Share:

Anda harus Tau, Inilah Manusia yang derajatnya Lebih Buruk dari Iblis dan Fir'aun

Anda harus Tau, Inilah Manusia yang derajatnya Lebih Buruk dari Iblis dan Fir'aun


Lentera Islam .NET - Inilah Manusia yang derajatnya Lebih Buruk dari Iblis dan Fir'aun - Dalam kitab an-Nawâdir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Mishri al-Qulyubi asy-Syafi‘i dikisahkan, suatu kali Iblis mendatangi Fir’aun dan berkata:
“Apakah kau mengenaliku?”
“Ya,” sahut Fir’aun.
“Kau telah mengalahkanku dalam satu hal.”
“Apa itu?” Tanya Fir’aun penasaran.
“Kelancanganmu mendaku sebagai tuhan. Sungguh, aku lebih tua darimu, juga lebih berpengetahuan dan lebih kuat ketimbang dirimu. Tapi aku tidak berani melakukannya.”

“Kau benar. Tapi aku akan bertobat,” kata Fira’un.
“Jangan buru-buru begitu,” bujuk Iblis la’natullah ‘alaih, “Penduduk Mesir sudah menerimamu sebagai tuhan. Jika kau bertobat, mereka akan meninggalkanmu, merangkul musuh-musuhmu, dan menghancurkan kekuasaanmu, hingga kau tesungkur dalam kehinaan.”

/

“Kau benar,” jawab Fir’aun, “Tapi, apakah kau tahu siapa penghuni muka bumi ini yang lebih buruk dari kita berdua?”

Kata Iblis, “Ya. Orang yang tidak mau menerima permintaan maaf orang lain. Ia lebih buruk dariku dan darimu.”

Semoga kita bisa menjadi manusia yang pemaaf, karena sebagaimana hadits Nabi S.A.W menganjurkan supaya kita menjadi manusia yang pemaaf:

“Tidak halal apabila seorang Muslim menjauhi kawannya lebih dari tiga hari. Apabila telah lewat waktu tiga hari tersebut maka berbicaralah dengannya dan beri salam. Jika ia menjawab salam maka keduanya akan mendapat pahala dan jika ia tidak membalasnya maka sungguhlah dia kembali dengan membawa dosanya, sementara orang yang memberi salah akan keluar dari dosa.” (HR. Muslim)

“Pintu-pintu surga akan dibukakan pada hari Senin dan Kamis, lalu Allah akan memberi ampunan kepada siapapun yang tidak menyekutukan-Nya kecuali seorang laki-laki yang berpisah dengan saudaranya. Maka Allah berkata: tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini hingga ia berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai.” (HR. Muslim)

“Maukah aku ceritakan kepadamu mengenai sesuatu yang membuat Allah memualiakan bangunan dan meninggikan derajatmu? Para sahabat menjawab; tentu. Rasul pun bersabda; Kamu harus bersikap sabar kepada orang yang membencimu, kemudian memaafkan orang yang berbuat dzalim kepadamu, memberi kepada orang yang memusuhimu dan juga menghubungi orang yang telah memutuskan silaturahmi denganmu.” (HR. Thabrani)

 “Jika kamu membuat suatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan orang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (HR. Bukhari)

“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, maka Allah akan melipatgandakan dan memberikan pahala yang besar di sisinya.” (HR. Bukhari)

Wallahu a'lam
Share:

Hadits Tentang Syarat Sah Shalat - Terjemahan Kitab Bulughul Maram

Hadits Tentang Syarat Sah Shalat - Terjemahan Kitab Bulughul Maram - Hadits 159-178


Hadits Tentang Syarat Sah Shalat - Terjemahan Kitab Bulughul Maram - Hadits 159-178

HADITS KE-159

عَنْ عَلِيِّ بْنِ طَلْقٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا فَسَا أَحَدُكُمْ فِي اَلصَّلَاةِ فَلْيَنْصَرِفْ  وَلْيَتَوَضَّأْ  وَلْيُعِدْ اَلصَّلَاةَ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ  وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Dari Ali Ibnu Abu Thalib Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Apabila seseorang di antara kamu kentut dalam sholat maka hendaknya ia membatalkan sholat berwudlu dan mengulangi sholatnya. Riwayat Imam Lima. Shahih menurut Ibnu Hibban.

HADITS KE-160

وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( لَا يَقْبَلُ اَللَّهُ صَلَاةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيُّ  وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Allah tidak akan menerima sholat seorang perempuan yang telah haid (telah baligh kecuali dengan memakai kudung. Riwayat Imam Lima kecuali Nasa'i dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah.

HADITS KE-161

وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَهُ ( إِنْ كَانَ اَلثَّوْبُ وَاسِعًا فَالْتَحِفْ بِهِ )  - يَعْنِي فِي اَلصَّلَاةِ - وَلِمُسْلِمٍ ( فَخَالِفْ بَيْنَ طَرَفَيْهِ - وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ  ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَلَهُمَا مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( لَا يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي اَلثَّوْبِ اَلْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ )

Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: Apabila kain itu lebar maka berkudunglah dengannya -yakni dalam sholat.- Menurut riwayat Muslim: Maka selempangkanlah di antara dua ujungnya dan apabila sempit maka bersarunglah dengannya. Muttafaq Alaihi.

Menurut riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu beliau bersabda: Janganlah seseorang di antara kamu sholat dengan memakai selembar kain yang sebagian dari kain itu tidak dapat ditaruh di atas bahunya.

HADITS KE-162

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- ; أَنَّهَا سَأَلَتْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ( أَتُصَلِّي اَلْمَرْأَةُ فِي دِرْعٍ وَخِمَارٍ  بِغَيْرِ إِزَارٍ ؟ قَالَ : إِذَا كَانَ اَلدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُورَ قَدَمَيْهَا )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَ اَلْأَئِمَّةُ وَقْفَهُ

Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: Bolehkah seorang perempuan sholat dengan memakai baju panjang dan kerudung tanpa sarung؟ Beliau bersabda: Boleh apabila baju panjang itu lebar menutupi punggung atas kedua kakinya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Para Imam Hadits menilainya mauquf.

HADITS KE-163

وَعَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ رضي الله عنه قَالَ : ( كُنَّا مَعَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي لَيْلَةٍ مَظْلَمَةٍ  فَأَشْكَلَتْ عَلَيْنَا اَلْقِبْلَةُ  فَصَلَّيْنَا . فَلَمَّا طَلَعَتِ اَلشَّمْسُ إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ اَلْقِبْلَةِ  فَنَزَلَتْ : (فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اَللَّهِ ) )  أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ

Amir Ibnu Rabi'ah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu malam yang gelap maka kami kesulitan menentukan arah kiblat lalu kami sholat. Ketika matahari terbit ternyata kami telah sholat ke arah yang bukan kiblat maka turunlah ayat (Kemana saja kamu menghadap maka disanalah wajah Allah). Riwayat Tirmidzi. Hadits lemah menurutnya.

HADITS KE-164

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَا بَيْنَ اَلْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ )  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ  وَقَوَّاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Ruang antara Timur dan Barat adalah Kiblat. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dikuatkan oleh Bukhari.

HADITS KE-165

وَعَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ رضي الله عنه قَالَ : ( رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ زَادَ اَلْبُخَارِيُّ  ( يُومِئُ بِرَأْسِهِ  وَلَمْ يَكُنْ يَصْنَعُهُ فِي اَلْمَكْتُوبَةِ )

وَلِأَبِي دَاوُدَ : مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ : ( كَانَ إِذَا سَافَرَ فَأَرَادَ أَنْ يَتَطَوَّعَ اِسْتَقْبَلَ بِنَاقَتِهِ اَلْقِبْلَةِ  فَكَبَّرَ  ثُمَّ صَلَّى حَيْثُ كَانَ وَجْهَ رِكَابِهِ )  وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ

Amir Ibnu Rabi'ah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat di atas kendaraannya ke arah mana saja kendaraan itu menghadap. Muttafaq Alaihi. Bukhari menambahkan: Beliau memberi isyarat dengan kepalanya namun beliau tidak melakukannya untuk sholat wajib.

Dalam riwayat Abu Dawud dari hadits Anas Radliyallaahu 'anhu : Apabila beliau bepergian kemudian ingin sholat sunat maka beliau menghadapkan unta kendaraannya ke arah kiblat. Beliau takbir kemudian sholat menghadap ke arah mana saja kendaraannya menghadap. Sanadnya hasan.

HADITS KE-166

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ رضي الله عنه عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ( اَلْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا اَلْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ )  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ  وَلَهُ عِلَّةٌ

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Bumi itu seluruhnya masjid kecuali kuburan dan kamar mandi. Riwayat Tirmidzi tetapi ada cacatnya.

HADITS KE-167

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-]قَالَ] : ( نَهَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُصَلَّى فِي سَبْعِ مَوَاطِنَ : اَلْمَزْبَلَةِ  وَالْمَجْزَرَةِ  وَالْمَقْبَرَةِ  وَقَارِعَةِ اَلطَّرِيقِ  وَالْحَمَّامِ  وَمَعَاطِنِ اَلْإِبِلِ  وَفَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ اَللَّهِ )  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang untuk sholat di tujuh tempat: tempat sampah tempat penyembelihan hewan pekuburan tengah jalan kamar mandi/WC kandang unta dan di atas Ka'bah. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dinilai lemah olehnya.

HADITS KE-168

وَعَنْ أَبِي مَرْثَدٍ اَلْغَنَوِيِّ رضي الله عنه قَالَ : سَمِعْتَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : ( لَا تُصَلُّوا إِلَى اَلْقُبُورِ  وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Abu Murtsad Al-Ghonawy berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Janganlah engkau sholat menghadap kuburan dan jangan pula engkau duduk di atasnya. Riwayat Muslim.

HADITS KE-169

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ اَلْمَسْجِدَ  فَلْيَنْظُرْ فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ أَذًى أَوْ قَذَرًا فَلْيَمْسَحْهُ  وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ  وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ

Dari Abu Said Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Apabila seseorang di antara kamu mendatangi masjid hendaklah ia memperhatikan jika ia melihat kotoran atau najis pada kedua sandalnya hendaklah ia membasuhnya dan sholat dengan mengenakannya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah.

HADITS KE-170

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ اَلْأَذَى بِخُفَّيْهِ فَطَهُورُهُمَا اَلتُّرَابُ )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Apabila seseorang di antara kamu menginjak najis dengan sepatunya maka sebagai pencucinya ialah debu tanah. Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

HADITS KE-171

وَعَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ اَلْحَكَمِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ هَذِهِ اَلصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ اَلنَّاسِ  إِنَّمَا هُوَ اَلتَّسْبِيحُ  وَالتَّكْبِيرُ  وَقِرَاءَةُ اَلْقُرْآنِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Muawiyah Ibnul Hakam Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Sesungguhnya sholat ini tidak layak di dalamnya ada suatu perkataan manusia. Ia hanyalah tasbih takbir dan bacaan al-Qur'an. Diriwayatkan oleh Muslim.

HADITS KE-172

وَعَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ رضي الله عنه قَالَ : ( إِنْ كُنَّا لَنَتَكَلَّمُ فِي اَلصَّلَاةِ عَلَى عَهْدِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يُكَلِّمُ أَحَدُنَا صَاحِبَهُ بِحَاجَتِهِ  حَتَّى نَزَلَتْ : (حَافِظُوا عَلَى اَلصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ اَلْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ)]اَلْبَقَرَة : ٢٣٨]  فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ  وَنُهِينَا عَنْ اَلْكَلَامِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ  وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Zaid Ibnu Arqom berkata: Kami benar-benar pernah berbicara dalam sholat pada jaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam salah seorang dari kami berbicara dengan temannya untuk keperluannya sehingga turunlah ayat (Peliharalah segala sholat(mu) dan sholat yang tengah dan berdirilah untuk Allah dengan khusyu') lalu kami diperintahkan untuk diam dan kami dilarang untuk berbicara. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

HADITS KE-173

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلتَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ  وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. زَادَ مُسْلِمٌ ( فِي اَلصَّلَاةِ )

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Tasbih itu bagi laki-laki dan tepuk tangan itu bagi wanita. Muttafaq Alaihi. Muslim menambahkan: Di dalam sholat.

HADITS KE-174

وَعَنْ مُطَرِّفِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ الشِّخِّيرِ  عَنْ أَبِيهِ قَالَ : ( رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي  وَفِي صَدْرِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ اَلْمِرْجَلِ  مِنْ اَلْبُكَاءِ )  أَخْرَجَهُ اَلْخَمْسَةُ  إِلَّا اِبْنَ مَاجَهْ  وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ.

Dari Mutharrif Ibnu Abdullah Ibnus Syikhir dari ayahnya dia berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang sholat dan di dadanya ada suara seperti suara air yang mendidih karena menangis. Dikeluarkan oleh Imam Lima kecuali Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban.

HADITS KE-175

وَعَنْ عَلَيٍّ رضي الله عنه قَالَ : ( كَانَ لِي مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَدْخَلَانِ  فَكُنْتُ إِذَا أَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي تَنَحْنَحَ لِي )  رَوَاهُ النَّسَائِيُّ  وَابْنُ مَاجَهْ

Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mempunyai dua pintu masuk kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam maka jika aku mendatanginya ketika beliau sholat beliau akan berdehem buatku. Diriwayatkan oleh Nasa'i dan Ibnu Majah.

HADITS KE-176

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-]قَالَ] : ( قُلْتُ لِبِلَالٍ : كَيْفَ رَأَيْتُ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَرُدَّ عَلَيْهِمْ حِينَ يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ  وَهُوَ يُصَلِّي ؟ قَالَ : يَقُولُ هَكَذَا  وَبَسَطَ كَفَّهُ )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ  وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ

Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya pada Bilal: Bagaimana engkau melihat cara Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab salam mereka ketika beliau sedang sholat؟ Bilal menjawab: Begini. Dia membuka telapak tangannya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi.

HADITS KE-177

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ : ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتِ زَيْنَبَ  فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا  وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِمُسْلِمٍ : ( وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ )

Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu berkata: Pernah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat sambil menggendong Umamah putri Zainab. Jika beliau sujud beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri beliau menggendongnya. Muttafaq Alaihi. Dalam riwayat Muslim: Sedang beliau mengimami orang.

HADITS KE-178

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اُقْتُلُوا اَلْأَسْوَدَيْنِ فِي اَلصَّلَاةِ : اَلْحَيَّةَ وَالْعَقْرَبَ )  أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ  وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Bunuhlah dua binatang hitam dalam sholat yaitu ular dan kalajengking. Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban.

Share:

Kunci dalam mendapatkan Rezeki dan Hidup Tentram

Kunci dalam mendapatkan Rezeki dan Hidup Tentram

Lentera Islam .NET - Kajian Islam - Kunci dalam mendapatkan Rezeki, Jodoh dan Hidup Tentram.

Saudaraku yang dirahmati Allah.

# Di dalam perusahaan, kita menjadi Juara. Tapi dirumah, masalah rumah tangga tidak pernah beres, orang lain cukup dengan senyuman dan berbicara, kita Tiga bulan tidak selesai-selesai.

Apa masalahnya?


# Tentang Pekerjaan, Orang lain mudah, mendapatkan pekerjaan ini dan itu.
Kita barangkali, kesini sulit, kesana sulit.

Apa masalahnya?

# Termasuk Jodoh, Orang lain begitu terlihat mudah dan lancar dalam mendapatkan Jodoh mereka. Tetapi kita, begitu sulit.
Bahkan usia sudah masuk ke usia 30 tapi belum juga mendapatkan Jodoh.

Apa masalahnya?

TAQWA !!

Benar saudaraku, masalahnya ada di kualitas dan tingkat ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Sebagaimana Firman Allah dalam Surah At-Talaq:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Yang artinya:
"Dan Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhan)nya".

Bahkan, urusan Rezekinya pun kata Allah, Orang yang benar Taqwanya bukan hanya rezeki yang ia kejar, yang ia tidak kejarpun, Kami akan datangkan dari arah yang tidak ia duga.

Jadi saat kita meningkatkan Taqwa, maka Rezeki yang tidak kita kejarpun akan mendatangi kita dan dari arah yang tidak kita sangka-sangka.

Wallahua'lam.

Semoga Kajian Islam singkat mengenai Kunci dalam mendapatkan Rezeki dan Hidup Tentram ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu'alaikum.
Share:

Hadits Tentang Adzan - Terjemahan Kitab Bulughul Maram

Hadits Tentang  Adzan - Terjemahan Kitab Bulughul Maram


Hadits Tentang  Adzan - Terjemahan Kitab Bulughul Maram - Hadits 143-158

HADITS KE-143

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ رضي الله عنه قَالَ: ( طَافَ بِي -وَأَنَا نَائِمٌ- رَجُلٌ فَقَالَ: تَقُولُ: "اَللَّهُ أَكْبَرَ اَللَّهِ أَكْبَرُ فَذَكَرَ اَلْآذَانَ - بِتَرْبِيع اَلتَّكْبِيرِ بِغَيْرِ تَرْجِيعٍ وَالْإِقَامَةَ فُرَادَى إِلَّا قَدْ قَامَتِ اَلصَّلَاةُ - قَالَ: فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: "إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٍّ..." )  اَلْحَدِيثَ. أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ.

وَزَادَ أَحْمَدُ فِي آخِرِهِ قِصَّةَ قَوْلِ بِلَالٍ فِي آذَانِ اَلْفَجْرِ: ( اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ )

وَلِابْنِ خُزَيْمَةَ: عَنْ أَنَسٍ قَالَ: ( مِنْ اَلسُّنَّةِ إِذَا قَالَ اَلْمُؤَذِّنُ فِي اَلْفَجْرِ: حَيٌّ عَلَى اَلْفَلَاحِ قَالَ: اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ )

Abdullah Ibnu Zaid Ibnu Abdi Rabbih berkata: Waktu saya tidur (saya bermimpi) ada seseorang mengelilingi saya seraya berkata: Ucapkanlah "Allahu Akbar Allahu Akbar lalu ia mengucapkan adzan empat kali tanpa pengulangan dan mengucapkan qomat sekali kecuali "qod Qoomatish sholaat". Ia berkata: Ketika telah shubuh aku menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya ia adalah mimpi yang benar." Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.

Ahmad menambahkan pada akhir hadits tentang kisah ucapan Bilal dalam adzan Shubuh: "Shalat itu lebih baik daripada tidur."

Menurut riwayat Ibnu Khuzaimah dari Anas r.a ia berkata: Termasuk sunnah adalah bila muadzin pada waktu fajar telah membaca hayya 'alash sholaah ia mengucapkan assholaatu khairum minan naum


HADITS KE-144

عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَلَّمَهُ اَلْآذَانَ فَذَكَرَ فِيهِ اَلتَّرْجِيعَ )  أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ. وَلَكِنْ ذَكَرَ اَلتَّكْبِيرَ فِي أَوَّلِهِ مَرَّتَيْنِ فَقَطْ. وَرَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ فَذَكَرُوهُ مُرَبَّعًا

Dari Abu Mahdzurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajarinya adzan lalu beliau menyebut tarji' (mengulangi dua kali). Dikeluarkan oleh Muslim namun ia hanya menyebutkan takbir dua kali pada permulaan adzan. Riwayat Imam Lima dengan menyebut takbir empat kali.


HADITS KE-145

وَعَنْ أَنَسِ]بْنِ مَالِكٍ] رضي الله عنه قَالَ: ( أُمِرَ بِلَالٌ أَنْ يَشْفَعَ اَلْآذَانَ وَيُوتِرَ اَلْإِقَامَةَ إِلَّا اَلْإِقَامَةَ يَعْنِي قَوْلَهُ: قَدْ قَامَتِ اَلصَّلَاةُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَلَمْ يَذْكُرْ مُسْلِمٌ اَلِاسْتِثْنَاءَ

وَلِلنَّسَائِيِّ: ( أَمَرَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِلَالاً )

Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Bilal diperintahkan untuk menggenapkan kalimat adzan dan mengganjilkan kalimat qomat kecuali kalimat iqomat yakni qod qoomatish sholaah. Muttafaq Alaihi tetapi Muslim tidak menyebut pengecualian.

Menurut riwayat Nasa'i: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan Bilal (untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan qomat).


HADITS KE-146

وَعَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( رَأَيْتُ بِلَالاً يُؤَذِّنُ وَأَتَتَبَّعُ فَاهُ هَاهُنَا وَهَاهُنَا وَإِصْبَعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ.

وَلِابْنِ مَاجَهْ: وَجَعَلَ إِصْبَعَيْهِ فِي أُذُنَيْهِ.

وَلِأَبِي دَاوُدَ: ( لَوَى عُنُقَهُ لَمَّا بَلَغَ "حَيَّ عَلَى اَلصَّلَاةِ " يَمِينًا وَشِمَالاً وَلَمْ يَسْتَدِرْ ). وَأَصْلِهِ فِي اَلصَّحِيحَيْنِ

Abu Juhaifah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah melihat Bilal adzan dan aku perhatikan mulutnya kesana kemari (komat kamit dan dua jari-jarinya menutup kedua telinganya. Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi.

Menurut Ibnu Majah: Dia menjadikan dua jari-jarinya menutup kedua telinganya.

Menurut Riwayat Abu Dawud: Dia menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri ketika sampai pada ucapan "hayya 'alash sholaah" dan dia tidak memutar tubuhnya. Asal hadits tersebut dari Bukhari-Muslim.


HADITS KE-147

وَعَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَعْجَبَهُ صَوْتُهُ فَعَلَّمَهُ اَلْآذَانَ )  رَوَاهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ

Dari Abu Mahdzurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kagum dengan suaranya kemudian beliau mengajarinya adzan. Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah.

HADITS KE-148

وَعَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( صَلَّيْتُ مَعَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم اَلْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

وَنَحْوُهُ فِي اَلْمُتَّفَقِ: عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا وَغَيْرُهُ

Jabir Ibnu Samurah berkata: Aku shalat dua I'ed (Fitri dan Adha) bukan sekali dua kali bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tanpa adzan dan qomat. Riwayat Muslim.

Hadits serupa juga ada dalam riwayat Muttafaq Alaihi dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dan dari yang lainnya.


HADITS KE-149

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةٌ فِي اَلْحَدِيثِ اَلطَّوِيلِ ( فِي نَوْمهُمْ عَنْ اَلصَّلَاةِ - ثُمَّ أَذَّنَ بِلَالٌ فَصَلَّى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَمَا كَانَ يَصْنَعُ كُلَّ يَوْمٍ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

لَهُ عَنْ جَابِرٍ; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَتَى اَلْمُزْدَلِفَةَ فَصَلَّى بِهَا اَلْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ بِأَذَانٍ وَاحِدٍ وَإِقَامَتَيْنِ )

وَلَهُ عَنْ اِبْنِ عُمَرَ: ( جَمَعَ بَيْنَ اَلْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِإِقَامَةٍ وَاحِدَةٍ ). زَادَ أَبُو دَاوُدَ: ( لِكُلِّ صَلَاةٍ ). وَفِي رِوَايَةِ لَهُ: ( وَلَمْ يُنَادِ فِي وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا )

Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu dalam hadits yang panjang tentang mereka yang meninggalkan shalat karena tidur kemudian Bilal adzan maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam shalat sebagaimana yang beliau lakukan setiap hari. Hadits riwayat Muslim.

Dalam riwayat Muslim yang lain dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa ketika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tiba di kota Mudzalifah beliau shalat Maghrib dan Isya' dengan satu adzan dan dua qomat.

Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjamak shalat Maghrib dan Isya' dengan satu kali qomat. Abu Dawud menambahkan: Untuk setiap kali shalat. Dalam riwayat lain: Tidak diperintahkan adzan untuk salah satu dari dua shalat tersebut.


HADITS KE-150

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ وَعَائِشَةَ قَالَا: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ بِلَالاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ اِبْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ" وَكَانَ رَجُلاً أَعْمَى لَا يُنَادِي حَتَّى يُقَالَ لَهُ: أَصْبَحْتَ أَصْبَحْتَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Ibnu Umar dan 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Bilal akan beradzan pada malam hari maka makan dan minumlah sampai Ibnu Maktum beradzan. Ia (Ibnu Maktum) adalah laki-laki buta yang tidak akan beradzan kecuali setelah dikatakan kepadanya: Engkau telah masuk waktu Shubuh engkau telah masuk waktu Shubuh." Muttafaq Alaihi.


HADITS KE-151

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ; ( إِنَّ بِلَالاً أَذَّنَ قَبْلَ اَلْفَجْرِ فَأَمَرَهُ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَرْجِعَ فَيُنَادِيَ: "أَلَا إِنَّ اَلْعَبْدَ نَامَ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَضَعَّفَهُ

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Bilal beradzan sebelum fajar lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhnya kembali pulang kemudian berseru: "Ingatlah bahwa hamba itu butuh tidur." Diriwayatkan dan dianggap hadits lemah oleh Abu Dawud.


HADITS KE-152

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (  إِذَا سَمِعْتُمْ اَلنِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ  )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَلِلْبُخَارِيِّ: عَنْ مُعَاوِيَةَ

وَلِمُسْلِمٍ: ( عَنْ عُمَرَ فِي فَضْلِ اَلْقَوْلِ كَمَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ كَلِمَةً كَلِمَةً سِوَى اَلْحَيْعَلَتَيْنِ فَيَقُولُ: "لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ" )

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau sekalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang diucapkan muadzin." Muttafaq Alaihi.

Dalam riwayat Bukhari dari Muawiyah Radliyallaahu 'anhu terdapat hadits yang semisalnya.

Menurut Riwayat Muslim dari Umar Radliyallaahu 'anhu tentang keutamaan mengucapkan kalimat per kalimat sebagaimana yang diucapkan oleh sang muadzin kecuali dua hai'alah (hayya 'alash sholaah dan hayya 'alal falaah) maka hendaknya mengucapkan la haula wala quwwata illa billah.


HADITS KE-153

وَعَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ رضي الله عنه ( أَنَّهُ قَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ اِجْعَلْنِي إِمَامَ قَوْمِي . قَالَ : "أَنْتَ إِمَامُهُمْ  وَاقْتَدِ بِأَضْعَفِهِمْ  وَاِتَّخِذْ مُؤَذِّنًا لَا يَأْخُذُ عَلَى أَذَانِهِ أَجْرًا  )  أَخْرَجَهُ اَلْخَمْسَةُ  وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ  وَصَحَّحَهُ  اَلْحَاكِمُ .

Utsman Ibnu Abul'Ash Radliyallaahu 'anhu berkata: Wahai Rasulullah jadikanlah aku sebagai imam mereka perhatikanlah orang yang paling lemah dan angkatlah seorang muadzin yang tidak menuntut upah dari adzannya." Dikeluarkan oleh Imam Lima. Hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Hakim.


HADITS KE-154

وَعَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ لَنَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ( وَإِذَا حَضَرَتِ اَلصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ . . . )  اَلْحَدِيثَ أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَةُ .

Dari Malik Ibnu Huwairits Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bersabda pada kami: "Bila waktu shalat telah tiba maka hendaklah seseorang di antara kamu menyeru adzan untukmu sekalian." Dikeluarkan oleh Imam Tujuh.


HADITS KE-155

وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِبِلَالٍ : (  إِذَا أَذَّنْتَ  فَتَرَسَّلْ  وَإِذَا أَقَمْتُ فَاحْدُرْ  وَاجْعَلْ بَيْنَ أَذَانِكَ وَإِقَامَتِكَ قَدْرَ مَا يَفْرُغُ اَلْآكِلُ مِنْ أَكْلِهِ )  اَلْحَدِيثَ . رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ .

وَلَهُ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( لَا يُؤَذِّنُ إِلَّا مُتَوَضِّئٌ )  وَضَعَّفَهُ أَيْضًا

وَلَهُ : عَنْ زِيَادِ بْنِ اَلْحَارِثِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( وَمَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيمُ )  وَضَعَّفَهُ أَيْضًا

وَلِأَبِي دَاوُدَ: فِي حَدِيثِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ قَالَ : أَنَا رَأَيْتُهُ - يَعْنِي : اَلْأَذَانُ - وَأَنَا كُنْتُ أُرِيدُهُ . قَالَ : "فَأَقِمْ أَنْتَ " وَفِيهِ ضَعْفٌ أَيْضًا

Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Bilal: "Jika engkau menyeru adzan perlambatlah dan jika engkau qomat percepatlah dan jadikanlah antara adzan dan qomatmu itu kira-kira orang yang makan telah selesai dari makannya." Hadits diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Tirmidzi.

Dalam riwayatnya pula dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak diperkenankan adzan kecuali orang yang telah berwudlu." Hadits tersebut juga dinilai lemah.

Dalam riwayatnya yang lain dari Ziyad Ibnul Harits bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "barangsiapa yang telah adzan maka dia yang akan qomat." Hadits ini juga dinilai lemah.

Menurut riwayat Abu Dawud dari hadits Abdullah Ibnu Zaid bahwa dia berkata: Aku telah memimpikannya yaitu mimpi beradzan dan aku menginginkannya. Maka Rasulullah saw bersabda: "Baik qomatlah engkau." Hadits ini juga lemah.


HADITS KE-156

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلْمُؤَذِّنُ أَمْلَكُ بِالْأَذَانِ  وَالْإِمَامُ أَمْلَكُ بِالْإِقَامَةِ )  رَوَاهُ اِبْنُ عَدِيٍّ وَضَعَّفَهُ

وَلِلْبَيْهَقِيِّ نَحْوُهُ : عَنْ عَلِيٍّ مِنْ قَوْلِهِ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Muadzin itu lebih berhak untuk adzan dan imam itu lebih berhak untuk qomat." Diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Ibnu Adiy.

Menurut riwayat Baihaqi ada hadits semisal dari Ali Radliyallaahu 'anhu dari perkataannya sendiri.


HADITS KE-157

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يُرَدُّ اَلدُّعَاءُ بَيْنَ اَلْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ )  رَوَاهُ النَّسَائِيُّ  وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Doa antara adzan dan qomat itu tidak akan ditolak." Riwayat Nasa'i dan dianggap lemah oleh Ibnu Khuzaimah.


HADITS KE-158

وَعَنْ جَابِرٍ- رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ- أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ اَلنِّدَاءَ : اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ  وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ  آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ  وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ  حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ )  أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ .

Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang ketika mendengar adzan berdoa: Allaahumma robba haadzihi da'watit taammati was sholaatil qooimati aati Muhammadanil washiliilata wal fadliilata wab 'atshu maqooman mahmuudal ladzi wa'adtahu (artinya: Ya Allah Tuhan panggilan yang sempurna dan sholat yang ditegakkan berilah Nabi Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangunkanlah beliau dalam tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan) maka dia akan memperoleh syafaat dariku pada hari Kiamat." Dikeluarkan oleh Imam Empat.

Share:

Hadits Tentang Waktu Waktu Shalat - Terjemahan Kitab Bulughul Maram

Hadits Tentang Waktu Waktu Shalat - Terjemahan Kitab Bulughul Maram


Hadits Tentang Waktu Waktu Shalat - Terjemahan Kitab Bulughul Maram - Hadits 128-142

HADITS KE-128

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ نَبِيَّ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (  وَقْتُ  اَلظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ اَلشَّمْسُ  وَكَانَ ظِلُّ اَلرَّجُلِ كَطُولِهِ  مَا لَمْ يَحْضُرْ اَلْعَصْرُ  وَوَقْتُ اَلْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ اَلشَّمْسُ  وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ اَلشَّفَقُ  وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اَللَّيْلِ اَلْأَوْسَطِ  وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ اَلْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ اَلشَّمْسُ  )  رَوَاهُ  مُسْلِمٌ

وَلَهُ مِنْ حَدِيثِ بُرَيْدَةَ فِي اَلْعَصْرِ: ( وَالشَّمْسُ بَيْضَاءُ نَقِيَّةٌ  )

وَمِنْ حَدِيثِ أَبِي مُوسَى: ( وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ)

Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Waktu Dhuhur ialah jika matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang sama dengan tingginya selama waktu Ashar belum tiba waktu Ashar masuk selama matahari belum menguning waktu shalat Maghrib selama awan merah belum menghilang waktu shalat Isya hingga tengah malam dan waktu shalat Shubuh semenjak terbitnya fajar hingga matahari belum terbit." Riwayat Muslim.

Menurut riwayat Muslim dari hadits Buraidah tentang waktu shalat Ashar. "Dan matahari masih putih bersih."

Dari hadits Abu Musa: "Dan matahari masih tinggi."


HADITS KE-129

وَعَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّيَ اَلْعَصْرَ ثُمَّ يَرْجِعُ أَحَدُنَا إِلَى رَحْلِهِ  فِي أَقْصَى اَلْمَدِينَةِ  وَالشَّمْسُ حَيَّةٌ  وَكَانَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ مِنْ اَلْعِشَاءِ  وَكَانَ يَكْرَهُ اَلنَّوْمَ قَبْلَهَا  وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا  وَكَانَ يَنْفَتِلُ مِنْ صَلَاةِ اَلْغَدَاةِ حِينَ يَعْرِفُ اَلرَّجُلُ جَلِيسَهُ  وَيَقْرَأُ بِالسِّتِّينَ إِلَى اَلْمِائَةِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَعِنْدَهُمَا مِنْ حَدِيثِ جَابِرٍ: ( وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا وَأَحْيَانًا: إِذَا رَآهُمْ اِجْتَمَعُوا عَجَّلَ وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ  وَالصُّبْحَ: كَانَ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّيهَا بِغَلَسٍ )

وَلِمُسْلِمٍ مِنْ حَدِيثِ أَبِي مُوسَى: ( فَأَقَامَ اَلْفَجْرَ حِينَ اِنْشَقَّ اَلْفَجْرُ وَالنَّاسُ لَا يَكَادُ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا )

Abu Barzah al-Aslamy Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah setelah usai shalat Ashar kemudian salah seorang di antara kami pulang ke rumahnya di ujung kota Madinah sedang matahari saat itu masih panas. Beliau biasanya suka mengakhirkan shalat Isya' tidak suka tidur sebelumnya dan bercakap-cakap setelahnya. Beliau juga suka melakukan shalat Shubuh di saat seseorang masih dapat mengenal orang yang duduk disampingnya beliau biasanya membaca 60 hingga 100 ayat. Muttafaq Alaihi.

Menurut hadits Bukhari-Muslim dari Jabir: Adakalanya beliau melakukan shalat Isya' pada awal waktunya dan adakalanya beliau melakukannya pada akhir waktunya. Jika melihat mereka telah berkumpul beliau segera melakukannya dan jika melihat mereka terlambat beliau mengakhirkannya sedang mengenai shalat Shubuh biasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menunaikannya pada saat masih gelap.

Menurut Muslim dari hadits Abu Musa: Beliau menunaikan shalat Shubuh pada waktu fajar terbit di saat orang-orang hampir tidak mengenal satu sama lain.


HADITS KE-130

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( أَعْتَمَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ لَيْلَةٍ بِالْعَشَاءِ  حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اَللَّيْلِ  ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى وَقَالَ: "إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي" )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada suatu malam pernah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengakhirkan shalat Isya' hingga larut malam. Kemudian beliau keluar dan shalat dan bersabda: "Sungguh inilah waktunya jika tidak memberatkan umatku." Riwayat Muslim.


HADITS KE-131

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (  إِذَا اِشْتَدَّ اَلْحَرُّ فَأَبْرِدُوا بِالصَّلَاةِ فَإِنَّ شِدَّةَ اَلْحَرِّ  مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila panas sangat menyengat maka tunggulah waktu dingin untuk menunaikan shalat karena panas yang menyengat itu sebagian dari hembusan neraka jahannam." Muttafaq Alaihi.


HADITS KE-132

وَعَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَصْبِحُوا بِالصُّبْحِ فَإِنَّهُ أَعْظَمُ لِأُجُورِكُمْ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ

dari Rafi' Ibnu Khadij Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Lakukanlah shalat Shubuh pada waktu masih benar-benar Shubuh karena ia lebih besar pahalanya bagimu." Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban.


HADITS KE-133

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (  مَنْ أَدْرَكَ  مِنْ اَلصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلِ أَنْ تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلصُّبْحَ وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ اَلْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلْعَصْرَ  )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَلِمُسْلِمٍ عَنْ عَائِشَةَ نَحْوَهُ وَقَالَ: "سَجْدَةً" بَدَلَ "رَكْعَةً". ثُمَّ قَالَ:  وَالسَّجْدَةُ إِنَّمَا هِيَ اَلرَّكْعَةُ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang telah mengerjakan satu rakaat shalat Shubuh sebelum matahari terbit maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh dan barangsiapa yang telah mengerjakan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam maka ia telah mendapatkan shalat Ashar." Muttafaq Alaihi.

Menurut riwayat Muslim dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu ada hadits serupa beliau bersabda: "Sekali sujud sebagai pengganti daripada satu rakaat." Kemudian beliau bersabda: "Sekali sujud itu adalah satu rakaat."


HADITS KE-134

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( لَا صَلَاةَ بَعْدَ اَلصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ اَلْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ اَلشَّمْسُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلَفْظُ مُسْلِمٍ: ( لَا صَلَاةَ بَعْدَ صَلَاةِ اَلْفَجْرِ )

Dari Abu Said Al-Khudry bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada shalat (sunat) setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit dan tidak ada shalat setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam." Muttafaq Alaihi. Dalam lafadz Riwayat Muslim: "Tidak ada shalat setelah shalat fajar."


HADITS KE-135

وَلَهُ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ: ( ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّي فِيهِنَّ وَأَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ اَلشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ اَلظَّهِيرَةِ حَتَّى تَزُولَ  اَلشَّمْسُ وَحِينَ تَتَضَيَّفُ اَلشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ )

وَالْحُكْمُ اَلثَّانِي عِنْدَ "اَلشَّافِعِيِّ" مِنْ: حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ. وَزَادَ: ( إِلَّا يَوْمَ اَلْجُمْعَةِ )

وَكَذَا لِأَبِي دَاوُدَ: عَنْ أَبِي قَتَادَةَ نَحْوُهُ

Dalam riwayat Muslim dari Uqbah Ibnu Amir: Tiga waktu dimana Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang kami melakukan shalat dan menguburkan mayit yaitu: ketika matahari terbit hingga meninggi ketika tengah hari hingga matahari condong ke barat dan ketika matahari hampir terbenam.

Dan hukum kedua menurut Imam Syafi'i dari hadits Abu Hurairah dengan sanad yang lemah ada tambahan: Kecuali hari Jum'at.

Begitu juga menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Qotadah terdapat hadits yang serupa.


HADITS KE-136

وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (  يَا بَنِي  عَبْدِ مَنَافٍ لَا تَمْنَعُوا أَحَدًا طَافَ بِهَذَا اَلْبَيْتِ وَصَلَّى أَيَّةَ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْلٍ]أَ] وْ نَهَارٍ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ

Dari Jubair Ibnu Muth'im bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Bani Abdu Manaf janganlah engkau melarang seseorang melakukan thawaf di Baitullah ini dan melakukan shalat pada waktu kapan saja baik malam maupun siang." Riwayat Imam Lima dan shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban.


HADITS KE-137

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (  اَلشَّفَقُ اَلْحُمْرَةُ )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَغَيْرُهُ وَقْفَهُ

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Syafaq ialah awan merah." Riwayat Daruquthni. Shahih menurut Ibnu Khuzaimah selain menyatakannya mauquf pada Ibnu Umar.


HADITS KE-138

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (  اَلْفَجْرُ  فَجْرَانِ: فَجْرٌ يُحَرِّمُ اَلطَّعَامَ وَتَحِلُّ فِيهِ اَلصَّلَاةُ وَفَجْرٌ تَحْرُمُ فِيهِ اَلصَّلَاةُ - أَيْ: صَلَاةُ اَلصُّبْحِ - وَيَحِلَّ فِيهِ اَلطَّعَامُ )  رَوَاهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَاهُ

وَلِلْحَاكِمِ فِي حَدِيثِ جَابِرٍ رضي الله عنه نَحْوُهُ وَزَادَ فِي اَلَّذِي يُحَرِّمُ اَلطَّعَامَ: ( إِنَّهُ يَذْهَبُ مُسْتَطِيلاً فِي اَلْأُفُقِ )  وَفِي اَلْآخَرِ: (إِنَّهُ كَذَنَبِ اَلسِّرْحَان  )

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Fajar itu ada dua macam yaitu fajar yang diharamkan memakan makanan dan diperbolehkan melakukan shalat dan fajar yang diharamkan melakukan shalat yakni shalat Shubuh dan diperbolehkan makan makanan." Riwayat Ibnu Khuzaimah dan Hakim hadits shahih menurut keduanya.

Menurut riwayat Hakim dari hadits Jabir ada hadits serupa dengan tambahan tentang fajar yang mengharamkan memakan makanan: "Fajar yang memanjang di ufuk." Dalam riwayat lain disebutkan: "Dia seperti ekor serigala."


HADITS KE-139

وَعَنْ اِبْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (  أَفْضَلُ اَلْأَعْمَالِ اَلصَّلَاةُ فِي أَوَّلِ وَقْتِهَا  )  رَوَاهُ  اَلتِّرْمِذِيُّ وَالْحَاكِمُ. وَصَحَّحَاهُ. وَأَصْلُهُ فِي "اَلصَّحِيحَيْنِ

Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan yang paling mulia ialah shalat pada awal waktunya." Hadits riwayat dan shahih menurut Tirmidzi dan Hakim. Asalnya Bukhari-Muslim.


HADITS KE-139

وَعَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أَوَّلُ اَلْوَقْتِ رِضْوَانُ اَللَّهُ وَأَوْسَطُهُ رَحْمَةُ اَللَّهِ; وَآخِرُهُ عَفْوُ اَللَّهِ )  أَخْرَجَهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ جِدًّا

وَلِلتِّرْمِذِيِّ مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عُمَرَ نَحْوُهُ دُونَ اَلْأَوْسَطِ وَهُوَ ضَعِيفٌ أَيْضًا

Dari Abu Mahdzurah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Permulaan waktu adalah ridlo Allah pertengahannya adalah rahmat Allah dan akhir waktunya ampunan Allah." Dikeluarkan oleh Daruquthni dengan sanad yang lemah.

Menurut Riwayat Tirmidzi dari hadits Ibnu Umar ada hadits serupa tanpa menyebutkan waktu pertengahan. Ia juga hadits lemah.


HADITS KE-141

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (  لَا صَلَاةَ بَعْدَ اَلْفَجْرِ إِلَّا سَجْدَتَيْنِ )  أَخْرَجَهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيُّ. وَفِي رِوَايَةِ عَبْدِ اَلرَّزَّاقِ: ( لَا صَلَاةَ بَعْدَ طُلُوعِ اَلْفَجْرِ إِلَّا رَكْعَتَيْ اَلْفَجْرِ )

وَمِثْلُهُ لِلدَّارَقُطْنِيّ عَنْ اِبْنِ عَمْرِوِ بْنِ اَلْعَاصِ

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasululah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada shalat setelah fajar kecuali dua rakaat (Shubuh)." Dikeluarkan oleh Imam Lima kecuali Nasa'i. Dalam suatu riwayat Abdur Razaq: "Tidak ada shalat setelah terbitnya fajar kecuali dua rakaat fajar."

Dan hadits serupa menurut Daruquthni dari Amr Ibnul 'Ash r.a.


HADITS KE-142

وَعَنْ أَمْ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( صَلَّى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلْعَصْرَ ثُمَّ دَخَلَ بَيْتِي فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ: "شُغِلْتُ عَنْ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ اَلظُّهْرِ فَصَلَّيْتُهُمَا اَلْآنَ" قُلْتُ: أَفَنَقْضِيهِمَا إِذَا فَاتَتْنَا? قَالَ: "لَا" )  أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ

وَلِأَبِي دَاوُدَ عَنْ عَائِشَةَ بِمَعْنَاهُ

Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam shalat Ashar lalu masuk rumahku kemudian beliau shalat dua rakaat. Maka aku menanyakannya dan beliau menjawab: "Aku sibuk sehingga tidak sempat melakukan dua rakaat setelah Dhuhur maka aku melakukan sekarang." Aku bertanya: Apakah kami harus melakukan qodlo' jika tidak melakukannya? Beliau bersabda: "Tidak." Dikeluarkan oleh Ahmad.

Seperti hadits itu juga terdapat dalam riwayat Abu Dawud dari 'Aisyah r.a.

Share:

Hadits Tentang Haid - Thaharah - Terjemahan Kitab Bulughul Maram

Hadits Tentang Haid - Thaharah - Terjemahan Kitab Bulughul Maram - Hadits 116-127


Hadits Tentang Haid - Thaharah - Terjemahan Kitab Bulughul Maram - Hadits 116-127

HADITS KE-116

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( إِنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ دَمَ اَلْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي مِنَ اَلصَّلَاةِ فَإِذَا كَانَ اَلْآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي  )   رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِم

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy sedang keluar darah penyakit (istihadlah). Maka bersabdalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kepadanya: Sesungguhnya darah haid adalah darah hitam yang telah dikenal. Jika memang darah itu yang keluar maka berhentilah dari shalat namun jika darah yang lain berwudlulah dan shalatlah. Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim. Abu Hatim mengingkari hadits ini.


HADITS KE-117

وَفِي حَدِيثِ أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ عِنْدَ أَبِي دَاوُدَ: ( لِتَجْلِسْ فِي مِرْكَنٍ فَإِذَا رَأَتْ صُفْرَةً فَوْقَ اَلْمَاءِ فَلْتَغْتَسِلْ لِلظُّهْرِ وَالْعَصْرِ غُسْلاً وَاحِدًا وَتَغْتَسِلْ لِلْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ غُسْلاً وَاحِدًا وَتَغْتَسِلْ لِلْفَجْرِ غُسْلاً وَتَتَوَضَّأْ فِيمَا بَيْنَ ذَلِكَ )

Dalam hadits Asma binti Umais menurut riwayat Abu Dawud: Hendaklah dia duduk dalam suatu bejana air. Maka jika dia melihat warna kuning di atas permukaan air hendaknya ia mandi sekali untuk Dhuhur dan Ashar mandi sekali untuk Maghrib dan Isya' dan mandi sekali untuk shalat subuh dan berwudlu antara waktu-waktu tersebut.

HADITS KE-118

وَعَنْ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ: ( كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيرَةً شَدِيدَةً فَأَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَسْتَفْتِيهِ فَقَالَ: إِنَّمَا هِيَ رَكْضَةٌ مِنَ اَلشَّيْطَانِ فَتَحَيَّضِي سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةً ثُمَّ اِغْتَسِلِي فَإِذَا اسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّي أَرْبَعَةً وَعِشْرِينَ أَوْ ثَلَاثَةً وَعِشْرِينَ وَصُومِي وَصَلِّي فَإِنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُكَ وَكَذَلِكَ فَافْعَلِي كَمَا تَحِيضُ اَلنِّسَاءُ فَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي اَلظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي اَلْعَصْرَ ثُمَّ تَغْتَسِلِي حِينَ تَطْهُرِينَ وَتُصَلِّينَ اَلظُّهْرَ وَالْعَصْرِ جَمِيعًا ثُمَّ تُؤَخِّرِينَ اَلْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ اَلْعِشَاءِ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ اَلصَّلَاتَيْنِ فَافْعَلِي. وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ اَلصُّبْحِ وَتُصَلِّينَ. قَالَ: وَهُوَ أَعْجَبُ اَلْأَمْرَيْنِ إِلَيَّ  )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ اَلْبُخَارِيّ

Hamnah binti Jahsy berkata: Aku pernah mengeluarkan darah penyakit (istihadlah) yang banyak sekali. Maka aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk meminta fatwanya. Beliau bersabda: Itu hanya gangguan dari setan. Maka anggaplah enam atau tujuh hari sebagai masa haidmu kemudian mandilah. Jika engkau telah bersih shalatlah 24 atau 23 hari berpuasa dan shalatlah karena hal itu cukup bagimu. Kerjakanlah seperti itu setiap bulan sebagaimana wanita-wanita yang haid. Jika engkau kuat untuk mengakhirkan shalat dhuhur dan mengawalkan shalat Ashar (maka kerjakanlah) kemudian engkau mandi ketika suci dan engkau shalat Dhuhur dan Ashar dengan jamak. Kemudian engkau mengakhirkan shalat maghrib dan mengawalkan shalat Isya' lalu engkau mandi pada waktu subuh dan shalatlah. Beliau bersabda: Inilah dua hal yang paling aku sukai. Diriwayatkan oleh Imam Lima kecuali Nasa'i. Shahih menurut Tirmidzi dan hasan menurut Bukhari.


HADITS KE-119

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; ( أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ بِنْتَ جَحْشٍ شَكَتْ إِلَى رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلدَّمَ فَقَالَ: اُمْكُثِي قَدْرَ مَا كَانَتْ تَحْبِسُكِ حَيْضَتُكِ ثُمَّ اِغْتَسِلِي  فَكَانَتْ تَغْتَسِلُ كُلَّ صَلَاةٍ )  رَوَاهُ مُسْلِم

وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ: ( وَتَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ )  وَهِيَ لِأَبِي دَاوُدَ وَغَيْرِهِ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ.

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Ummu Habibah binti Jahsy mengadukan pada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang darah (istihadlah. Beliau bersabda: Berhentilah (dari shalat) selama masa haidmu menghalangimu kemudian mandilah. Kemudian dia mandi untuk setiap kali shalat. Diriwayatkan oleh Muslim.

Dalam suatu riwayat milik Bukhari: Dan berwudlulah setiap kali shalat. Hadits tersebut juga menurut riwayat Abu Dawud dan lainnya dari jalan yang lain.

HADITS KE-120

وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كُنَّا لَا نَعُدُّ اَلْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ اَلطُّهْرِ شَيْئًا )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُدَ وَاللَّفْظُ لَه

Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami tidak menganggap apa-apa terhadap cairah keruh dan warna kekuningan setelah suci. Riwayat Bukhari dan Abu Dawud. Lafadznya milik Abu Dawud.


HADITS KE-121

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلْيَهُودَ كَانُوا إِذَا حَاضَتْ اَلْمَرْأَةُ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا فَقَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اِصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا اَلنِّكَاحَ )  رَوَاهُ مُسْلِم

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa orang yahudi jika ada seorang perempuan di antara mereka yang haid mereka tidak mengajaknya makan bersama. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Kerjakanlah segala sesuatu kecuali bersetubuh. Diriwayatkan oleh Muslim.


HADITS KE-122

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menyuruh kepadaku mengenakan kain dan aku laksanakan lalu beliau menyentuhkan badannya kepadaku padahal aku sedang haid. Muttafaq Alaihi.

HADITS KE-123

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم -فِي اَلَّذِي يَأْتِي اِمْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ- قَالَ: (  يَتَصَدَّقُ بِدِينَارٍ أَوْ نِصْفِ دِينَارٍ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ وَابْنُ اَلْقَطَّانِ وَرَجَّحَ غَيْرَهُمَا وَقْفَه

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang orang yang mencampuri istrinya ketika dia sedang haid. Beliau bersabda: Ia harus bersedakan satu atau setengah dinar. Riwayat Imam Lima. Shahih menurut Hakim dan Ibnul Qaththan dan mauquf menurut yang lainnya.


HADITS KE-124

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ )  مُتَّفَقٌ  عَلَيْهِ فِي حَدِيث

Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Bukankah wanita itu jika datang haid tidak boleh shalat dan berpuasa. Muttafaq Alaihi dalam hadits yang panjang.


HADITS KE-125

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( لَمَّا جِئْنَا سَرِفَ حِضْتُ فَقَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اِفْعَلِي مَا يَفْعَلُ اَلْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي  )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ فِي حَدِيث

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Ketika kami telah tiba di desa Sarif (terletak di antara Mekah dan Madinah) aku datang bulan. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang haji namun engkau jangan berthawaf di Baitullah sampai engkau suci. Muttafaq Alaihi dalam hadits yang panjang.


HADITS KE-126

وَعَنْ مُعَاذٍ رضي الله عنه ( أَنَّهُ سَأَلَ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم مَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنِ اِمْرَأَتِهِ وَهِيَ حَائِضٌ؟ قَالَ: مَا فَوْقَ اَلْإِزَارِ  )   رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَضَعَّفَه

Dari Muadz Ibnu Jabal Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang apa yang dihalalkan bagi seorang laki-laki terhadap istrinya yang sedang haid. Beliau menjawab: Apa yang ada di atas kain. Diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Abu Dawud.


HADITS KE-127

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَتِ اَلنُّفَسَاءُ تَقْعُدُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم بَعْدَ نِفَاسِهَا أَرْبَعِينَ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ وَاللَّفْظُ لِأَبِي دَاوُد

وَفِي لَفْظٍ لَهُ ( وَلَمْ يَأْمُرْهَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِقَضَاءِ صَلَاةِ اَلنِّفَاسِ )  وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم

Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Wanita-wanita yang sedang nifas pada masa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meninggalkan shalat selama 40 hari semenjak darah nifasnya keluar. Riwayat Imam Lima kecuali Nasa'i dan lafadznya dari Abu Dawud.

Dalam lafadz lain menurut riwayat Abu Dawud: Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak menyuruh mereka mengqadla shalat yang mereka tinggalkan saat nifas. Hadits ini shahih menurut Hakim.

Share:

Tata Cara Tayammum - Thaharah - Terjemahan Kitab Bulughul Maram

Tata Cara Tayammum - Thaharah - Terjemahan Kitab Bulughul Maram Hadits 106-115


Tata Cara Tayammum - Thaharah - Terjemahan Kitab Bulughul Maram Hadits 106-115

HADITS KE-106

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ  قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي اَلْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ اَلصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ )   وَذَكَرَ اَلْحَدِيث

وَفِي حَدِيثِ حُذَيْفَةَ عِنْدَ مُسْلِمٍ: ( وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ اَلْمَاءَ )

Dari Jabir Ibnu Abdullah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku diberi lima hal yang belum pernah diberikan kepad seorang pun sebelumku yaitu aku ditolong dengan rasa ketakutan (musuhku) sejauh perjalanan sebulan; bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud (masjid) dan alat bersuci maka siapapun menemui waktu shalat hendaklah ia segera shalat." Muttafaq Alaihi.

Dan menurut Hadits Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan: "Dan debunya dijadikan bagi kami sebagai alat bersuci."

HADITS KE-107

وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه عِنْدَ أَحْمَدَ: ( وَجُعِلَ اَلتُّرَابُ لِي طَهُورًا )

Menurut Ahmad dari Ali r.a: Dan dijadikan tanah bagiku sebagai pembersih.


HADITS KE-108

وَعَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( بَعَثَنِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِي حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ فَلَمْ أَجِدِ اَلْمَاءَ فَتَمَرَّغْتُ فِي اَلصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ اَلدَّابَّةُ ثُمَّ أَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ: إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا  ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ اَلْأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً ثُمَّ مَسَحَ  اَلشِّمَالَ عَلَى اَلْيَمِينِ وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم  ٍ

وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ: وَضَرَبَ بِكَفَّيْهِ اَلْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْه

Ammar Ibnu Yassir Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah mengutusku untuk suatu keperluan lalu aku junub dan tidak mendapatkan air maka aku bergulingan di atas tanah seperti yang dilakukan binatang kemudian aku mendatangi Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu padanya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "sesungguhnya engkau cukup degnan kedua belah tanganmu begini." Lalu beliau menepuk tanah sekali kemudian mengusapkan tangan kirinya atas tangan kanannya punggung kedua telapak tangan dan wajahnya. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.

Dalam suatu riwayat Bukhari disebutkan: Beliau menepuk tanah dengan kedua telapak tangannya dan meniupnya lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya.

HADITS KE-109

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( التَّيَمُّمُ ضَرْبَتَانِ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلَى اَلْمِرْفَقَيْنِ )   رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَ اَلْأَئِمَّةُ وَقْفَه

Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tayammum itu dengan dua tepukan. Tepukan untuk muka dan tepukan untuk kedua belah tangan hingga siku-siku." Riwayat Daruquthni dan para Imam Hadits menganggapnya mauquf.


HADITS KE-110

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلصَّعِيدُ وُضُوءُ اَلْمُسْلِمِ وَإِنْ لَمْ يَجِدِ اَلْمَاءَ  عَشْرَ سِنِينَ فَإِذَا وَجَدَ اَلْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اَللَّهَ وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ )  رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْقَطَّانِ و لَكِنْ صَوَّبَ اَلدَّارَقُطْنِيُّ إِرْسَالَه ُ

وَلِلتِّرْمِذِيِّ: عَنْ أَبِي ذَرٍّ نَحْوُهُ وَصَحَّحَه

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tanah itu merupakan alat berwudlu bagi orang Islam meskipun ia tidak menjumpai air hingga sepuluh tahun. Maka jika ia telah mendapatkan air hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menggunakan air itu untuk mengusap kulitnya." Diriwayatkan oleh al-Bazzar. Shahih menurut Ibnul Qaththan dan mursal menurut Daruquthni.

Menurut riwayat Tirmidzi dari Abu Dzar ada hadits serupa dengan hadits tersebut. Hadits tersebut shahih menurutnya.

HADITS KE-111

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: ( خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَتْ اَلصَّلَاةَ -وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ- فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا ثُمَّ وَجَدَا اَلْمَاءَ فِي اَلْوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا اَلصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ وَلَمْ يُعِدِ اَلْآخَرُ ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ: أَصَبْتَ اَلسُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ وَقَالَ لِلْآخَرِ: لَكَ اَلْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ و النَّسَائِيّ

Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada dua orang laki-laki keluar bepergian lalu datanglah waktu shalat sedangkan mereka tidak mempunyai air maka mereka bertayamum dengan tanah suci dan menunaikan shalat. Kemudian mereka menjumpai air pada waktu itu juga. Lalu salah seorang dari keduanya mengulangi shalat dan wudlu sedang yang lainnya tidak. Kemudian mereka menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka beliau bersabda kepada orang yang tidak mengulanginya: "Engkau telah melakukan sesuai sunnah dan shalatmu sudah sah bagimu." Dan beliau bersabda kepada yang lainnya: "Engkau mendapatkan pahala dua kali." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i.


HADITS KE-112

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ قَالَ: إِذَا كَانَتْ بِالرَّجُلِ اَلْجِرَاحَةُ فِي سَبِيلِ اَللَّهِ وَالْقُرُوحُ فَيُجْنِبُ فَيَخَافُ أَنْ يَمُوتَ إِنْ اِغْتَسَلَ: تَيَمَّمَ رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ مَوْقُوفًا وَرَفَعَهُ اَلْبَزَّارُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِم

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu tentang firman Allah (Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan) beliau mengatakan: "Apabila seseorang mengalami luka-luka di jalan Allah atau terserang penyakit kudis lalu ia junub tetapi dia takut akan mati jika dia mandi maka bolehlah baginya bertayammum." Riwayat Daruquthni secara mauquf marfu' menurut al-Bazzar dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim.


HADITS KE-113

وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: ( اِنْكَسَرَتْ إِحْدَى زَنْدَيَّ فَسَأَلَتْ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَأَمَرَنِي أَنْ أَمْسَحَ عَلَى اَلْجَبَائِرِ )  رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه بِسَنَدٍ وَاهٍ جِدًّ ا

Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Salah satu dari pergelanganku retak. Lalu aku tanyakan pada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau menyuruhku agar aku mengusap di atas pembalutnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang amat lemah.


HADITS KE-114

وَعَنْ جَابِرٍ]بْنُ عَبْدِ اَللَّهِ] رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا فِي اَلرَّجُلِ اَلَّذِي شُجَّ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ -: إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِبَ عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِسَنَدٍ فِيهِ ضَعْفٌ وَفِيهِ اِخْتِلَافٌ عَلَى رُوَاتِه

Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu tentang seorang laki-laki yang terluka pada kepalanya lalu mandi dan meninggal. (Nabi bersabda: "Cukup baginya bertayammum dan membalut lukanya dengan kain kemudian mengusap di atasnya dan membasuh seluruh tubuhnya." Riwayat Abu Dawud dengan sanad yang lemah. Di dalamnya ada perbedaan pendapat tentang para perawinya.


HADITS KE-115

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( مِنْ اَلسُّنَّةِ أَنْ لَا يُصَلِّيَ اَلرَّجُلُ بِالتَّيَمُّمِ إِلَّا صَلَاةً وَاحِدَةً ثُمَّ يَتَيَمَّمُ لِلصَّلَاةِ اَلْأُخْرَى )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ جِدًّ ا

Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Termasuk sunnah Rasul adalah seseorang tidak menunaikan shalat dengan tayammum kecuali hanya untuk sekali shalat saja kemudian dia bertayammum untuk shalat yang lain. Riwayat Daruquthni dengan sanad yang amat lemah.

Share:

Sample Text

Copyright © Lentera Islam .NET - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com