Zikir Dengan Suara Jahr[1].
Fatwa Syekh DR. Ali Jum’ah.
Pertanyaan:
Apakah zikir dengan suara jahr itu bid’ah?
Jawaban:
Dianjurkan bertasbih dan lainnya dengan suara sedang, demikian menurut mayoritas Fuqaha’ (ahli Fiqh), berdasarkan firman Allah Swt:
wuröygøgrBy7Ï?x|ÁÎ/wurôMÏù$séB$pkÍ5Æ÷tFö/$#urtû÷üt/y7Ï9ºsWxÎ6yÇÊÊÉÈ
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (Qs. Al-Isra’ [17]: 110). Rasulullah Saw melakukan itu.
Diriwayatkan dari Qatadah, bahwa Rasulullah Saw keluar pada suatu malam, beliau dapati Abu Bakar sedang shalat dengan merendahkan suaranya. Rasulullah Saw lewat, beliau dapati Umar sedang shalat menyaringkan suaranya. Ketika mereka berdua berkumpul bersama Rasulullah Saw, beliau berkata, “Wahai Abu Bakar, aku lewat ketika engkau sedang shalat, mengapa engkau merendahkan suaramu?”. Abu Bakar menjawab, “Aku telah memperdengarkan Dia yang aku seru wahai Rasulullah”. Rasulullah Saw menjawab, “Keraskanlah sedikit”. Rasulullah Saw berkata kepada Umar, “Aku lewat ketika engkau sedang shalat, mengapa engkau mengeraskan suaramu?”. Umar menjawab, “Wahai Rasulullah Saw, aku membangunkan orang yang tidur dan mengusir setan”. Rasulullah Saw berkata, “Rendahkanlah sedikit suaramu”. (HR. Abu Daud, Ibnu Khuzaimah, ath-Thabrani dalam al-Ausath dan al-Hakim dalam al-Mustadrak).
Sebagian Salaf menganjurkan menyaringkan suara ketika membaca takbir dan zikir setelah shalat wajib. Mereka berdalil dengan riwayat dari Ibnu Abbas, ia berkata:
كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ.
“Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku mendengar (mereka berzikir dengan suara nyaring)”. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Karena menyaringkan suara ketika berzikir itu lebih banyak dalam pengamalan dan lebih merenungkan makna, manfaatnya untuk menyadarkan hati orang-orang yang lalai.
Pendapat yang paling baik dalam masalah ini adalah pendapat yang dinyatakan oleh pengarang Maraqi al-Falah setelah menggabungkan hadits-hadits dan pendapat para ulama yang berbeda pendapat antara keutamaan sirr dan jahrdalam masalah zikir dan doa, beliau berkata, “Itu berbeda sesuai pribadi masing-masing, kondisi, waktu dan tujuan. Jika khawatir riya’ atau mengganggu orang lain, maka lebih afdhal dengan cara sirr. Ketika seseorang merasa kehilangan apa yang sedang ia zikirkan, maka lebih afdhal dengan cara jahr”.
Dengan demikian maka zikir dengan cara jahr bukanlah perbuatan bid’ahdan boleh dilakukan. Bahkan terkadang lebih menguatkan hati dan lebih membuat konsentrasi, jika terhindar dari riya’. Wallahu a’lam.
[1] Syekh DR. Ali Jum’ah, Al-Bayan li ma Yusyghil al-Adzhan, (Cet. I; Kairo: al-Muqaththam, 1426H/2005M), hal. 227.
0 comments:
Post a Comment