Lentera Islam - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.

Surat Adh-Dhuha.

Firman Allah Swt:
وَالضُّحَى (1) وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى (2)
“Demi waktu matahari sepenggalahan naik. Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap)”.
(Qs. Adh-Dhuha [93]: 2).
Surat adh-Dhuha ini termasuk kategori surat-surat Makkiyyah, surat-surat yang turun sebelum Rasulullah Saw hijrah ke Madinah.
Dalam ayat pertama ini Allah Swt tidak hanya sekedar menyebut tentang waktu, namun lebih kuat daripada itu, Allah Swt bersumpah demi waktu, menunjukkan betapa pentingnya waktu bagi seorang muslim. Ayat ini satu diantara enam waktu yang dijadikan Allah Swt sebagai objek sumpah dalam al-Qur’an menurut urutan waktunya:
Allah bersumpah demi waktu fajar:
وَالْفَجْرِ (1)
“”. (Qs. Al-Fajr [89]: 1).
Allah bersumpah demi waktu shubuh:
وَالصُّبْحِ إِذَا أَسْفَرَ
“Dan subuh apabila mulai terang”. (Qs. Al-Muddatstsir [74]: 34).
Allah bersumpah demi waktu Dhuha:
وَالضُّحَى (1)
“Demi waktu matahari sepenggalahan naik”. (Qs. Adh-Dhuha [93]: 2).
Allah bersumpah demi waktu siang:
وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى (2)
“Dan siang apabila terang benderang”. (Qs. Al-Lail [92]: 2).
Allah bersumpah demi waktu petang:
وَالْعَصْرِ (1)
“Demi waktu ‘Ashr (petang)”. (Qs. Al-‘Ashr: 1).
Allah bersumpah demi waktu malam:
“Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap)”. (Qs. Adh-Dhuha [93]: 2).
Bahkan dari sekian banyak nikmat yang diberikan Allah Swt, maka waktu adalah nikmat pertama yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt, sesuai hadits riwayat Ibnu Mas’ud:
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ
Dari Ibnu Mas’ud, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
“Kaki anak Adam akan tetap tegak berdiri di sisi Tuhannya pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang lima pertanyaan; tentang umurnya, kemana ia habiskan?”. (HR. At-Tirmidzi).
Umur adalah waktu yang diamanahkan Allah Swt kepada seorang hamba. Akan tetapi banyak manusia yang tertipu oleh waktu, oleh sebab itu Rasulullah Saw nyatakan:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat, banyak manusia tertipu dalam dua nikmat itu; nikmat sehat dan nikmat waktu luang”. (HR. Al-Bukhari).

Firman Allah Swt:
مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى (3)
“Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu”. (Qs. Adh-Dhuha : 3).
Imam Jalaluddin as-Suyuthi menyebutkan, “Ketika wahyu terlambat turun selama 15 hari, maka orang-orang kafir mengejek Rasulullah Saw:
إن ربه ودَّعه وقلاه
“Sesungguhnya Tuhannya telah meninggalkannya dan benci kepadanya”. Maka Allah Swt menurunkan ayat ini untuk membantah pernyataan orang-orang kafir Quraisy Mekah. Nyatalah bahwa al-Qur’an itu datang dari sisi Allah, bukan seperti yang dituduhkan orang-orang kafir bahwa al-Qur’an itu ciptaan Rasulullah Saw.

Firman Allah Swt:
وَلَلْآَخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى (4)
“Dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)”. (Qs. Adh-Dhuha : 4).
Manusia berada diantara dua pilihan; dunia dan akhirat. Banyak manusia yang tertipu, maka ayat ini menegaskan pilihan terbaik diantara dua pilihan. Akan tetapi orang beriman tidak diperintahkan untuk meninggalkan dunia untuk mencari akhirat, karena Allah Swt menyatakan:
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”. (Qs. Al-Qashash [28]: 77). Mu’min yang baik bukanlah yang meninggalkan dunia untuk akhirat, bukan pula sebaliknya. Akan tetapi yang menjadikan dunia sebagai jalan menuju kebahagiaan akhirat.
Firman Allah Swt:
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى (5)
“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas”. (Qs. Adh-Dhuha: 5). Begitulah janji Allah Swt kepada Rasul-Nya. Allah Swt berikan karunia duniawi dengan berhasilnya menguasai jazirah Arab dan Allah berikan karunia akhirat dengan diangkatnya Rasulullah Saw sebagai pemberi syafaat. Akan tetapi puncak kepuasan Rasulullah Saw adalah:
إذن لا أرضى وواحد من أمتي في النار
“Aku tidak puas jika ada satu orang dari umatku yang masuk ke dalam neraka”. Begitulah cinta dan sayangnya Rasulullah Saw kepada umatnya. Karunia dunia dan akhirat tidak membuatnya merasa puas, sebelumnya umatnya selamat dari azab neraka.


Firman Allah Swt:
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآَوَى (6) وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى (7) وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى (8) فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ (9) وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ (10) وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ (11)
6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?
7. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung[1583], lalu Dia memberikan petunjuk.
8. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
9. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang.
10. Dan terhadap orang yang, janganlah kamu menghardiknya.
11. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.
[1582] Maksudnya ialah bahwa akhir perjuangan Nabi Muhammad s.a.w. itu akan menjumpai kemenangan-kemenangan, sedang permulaannya penuh dengan kesulitan-kesulitan. ada pula sebagian ahli tafsir yang mengartikan akhirat dengan kehidupan akhirat beserta segala kesenangannya dan ula dengan arti kehidupan dunia.
[1583] Yang dimaksud dengan bingung di sini ialah kebingungan untuk mendapatkan kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh akal, lalu Allah menurunkan wahyu kepada Muhammad s.a.w. sebagai jalan untuk memimpin ummat menuju keselamatan dunia dan akhirat.
(Qs. Adh-Dhuha [93]: 2).
Enam ayat diatas saling terkait antara satu sama lain. Ayat 6 terkait dengan ayat 9. Ayat 7 terkait dengan ayat 10. Dan Ayat 8 terkait dengan ayat 11.
Ayat 6 terkait dengan ayat 9: “Bukankah engkau dahulu seorang yatim, lalu Allah melindungimu? Maka kepada anak yatim, jangan sewenang-wenang!”.
Ayat 7 terkait dengan ayat 10: “Bukankah engkau dahulu bingung karena keterbatasan akal? Lalu Allah memberikan wahyu kepadamu. Maka orang yang bertanya kepadamu tentang hidayah, jangan engkau menghardiknya!”.
Ayat 8 terkait dengan ayat 11: “Bukankah engkau dahulu dalam keadaan kekurangan, lalu Allah memberikan kecukupan? Maka nikmat Tuhanmu itu mesti engkau siarkan”.
Begitulah cara Allah Swt mendidik manusia, ia disadarkan tentang hakikat dirinya, lalu kemudian diajarkan apa yang mesti ia lakukan. Kepedulian kepada sesama, berbagi materi dan non-materi dalam bentuk nasihat dan jalan menuju hidayah. Semoga kita dapat meneladani Rasulullah Saw, amin ya Robbal’alamin.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Sample Text

Copyright © Lentera Islam .NET - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com