Lentera Islam - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.

HADITS: 7 PESAN NABI KEPADA ABU DZAR.

عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ أَمَرَنِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- بِسَبْعٍ:
Dari Abu Dzar, ia berkata: “Orang yang aku kasihi (Rasulullah Saw) memerintahkan aku melakukan tujuh perkara:
أَمَرَنِى بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ
Ia perintahkan aku mencintai dan mendekati orang-orang miskin.
وَأَمَرَنِى أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِى وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِى
Ia perintahkan aku agar melihat ke bawah, tidak melihat keatas.
وَأَمَرَنِى أَنْ أَصِلَ الرَّحِمَ وَإِنْ أدبرت
Ia perintahkan aku agar tetap menjalin silaturahim, meskipun orang tersebut bersikap tidak baik.
وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ أَسْأَلَ أَحَداً شَيْئاً
Ia perintahkan aku agar tidak meminta apa pun kepada orang lain
وَأَمَرَنِى أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا
Ia perintahkan aku agar mengucapkan kebenaran, walaupun pahit.
وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ أَخَافَ فِى اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ
Ia perintahkan aku agar tidak takut kecaman orang-orang yang mengecam dalam mengamalkan agama Allah (Islam)
وَأَمَرَنِى أَنْ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ فَإِنَّهُنَّ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ.
Ia perintahkan aku agar memperbanyak kalimat: La haula wa la quwwata illa billah (tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah). Sesungguhnya kalimat itu dari perbendaharaan di bawah ‘Arsy.
(HR. Riwayat Ahmad)
Share:

KAJIAN HADITS MASJID AKRAMUNNAS UNRI 31 MARET 2012

وعن أبي الدرداء رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال
ثلاثة يحبهم الله ويضحك إليهم ويستبشر بهم
الذي إذا انكشفت فئة قاتل وراءها بنفسه لله عز وجل
فإما أن يقتل وإما أن ينصره الله عز وجل ويكفيه
فيقول انظروا إلى عبدي هذا كيف صبر لي بنفسه ؟
والذي له امرأة حسنة وفراش لين حسن فيقوم من الليل
فيقول يذر شهوته ويذكرني ولو شاء رقد
والذي إذا كان في سفر وكان معه ركب فسهروا ثم هجعوا فقام من السحر في ضراء وسراء
رواه الطبراني في الكبير بإسناد حسن

Diriwayatkan dari Abu ad-Darda’, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:

“Tiga orang yang dicintai Allah, Allah tertawa kepada mereka dan memberikan kabar gembira kepada mereka:
Seseorang yang kelompok pasukannya mengalami kekalahan, akan tetapi ia tetap maju berperang sendirian karena Allah.
Mungkin ia akan terbunuh, mungkin juga Allah akan menolong dan mencukupkannya.
Maka Allah berkata: ‘Lihatlah hamba-Ku ini, bagaimana ia bersabar terhadap dirinya demi untuk Aku’.

Seseorang yang mempunyai istri yang baik, memiliki kasur yang lembut dan bagus, namun ia tetap Qiyamullai.
Allah berkata: ‘Ia tinggalkan syahwatnya dan ia mengingat Aku. Padahal jika ia mau, ia bisa tidur’.

Seseorang yang berada dalam suatu perjalanan, ia bersama para penunggang kuda, mereka tidak tidur malam (karena lelah musafir), kemudian mereka tidur. Lalu ia bangun pada waktu sahur dalam keadaan susah dan senang”.

Diriwayatkan Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir.
Hadits Hasan.
Share:

DOA BERBAHASA INDONESIA DALAM SHALAT.

Pertanyaan:
Apa hukum mengucapkan doa berbahasa Indonesia dalam shalat?

Jawaban:
Imam an-Nawawi berkata:
ولا يجوز ان يخترع دعوة غير مأثورة ويأتى بها العجمية بلا خلاف وتبطل بها الصلاة
“Tidak boleh membuat-buat doa yang tidak ma’tsur (bukan dari al-Qur’an dan Sunnah), kemudian diucapkan dalam bahasa asing (bukan Arab), tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini, shalat menjadi batal disebabkan itu”.
Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz. 16, hal. 212.
Share:

TALAK DIWAKILKAN DAN LEWAT SURAT

Pertanyaan:
Apakah sah talak yang diwakilkan dan lewat surat?

Jawaban:
حكم التوكيل في الطلاق:
Hukum Mewakilkan Thalaq
Diterjemahkan dari Kitab Mausu’ah al-Fiqh al-Islamy
Ensiklopaedia Fiqh Islam.
الرجل كما يملك الطلاق بنفسه يملك إنابة غيره فيه، ويقع الطلاق من غير الزوج بإذنه إما بالتوكيل، أو التفويض، أو الرسالة.
فالتوكيل: إنابة الزوج غيره في طلاق زوجته كأن يقول لغيره: وكّلتك في طلاق زوجتي، فإذا قَبِل الوكيل الوكالة، ثم قال لزوجة موكِّله: أنت طالق، فقد وقع الطلاق، وكل من صح طلاقه صح توكيله، والوكيل في الطلاق مقيد بالعمل برأي الموكِّل، فإذا تجاوزه لم ينفذ تصرفه إلا بإجازة الموكِّل، وللموكِّل أن يعزل الوكيل متى شاء.
وإذا وكل الزوج زوجته في طلاق نفسها صح توكيلها، وطلاقها لنفسها؛ لأنه يصح توكيلها في طلاق غيرها، فكذا في طلاق نفسها.
Sebagaimana seorang laki-laki memiliki hak thalaq pada dirinya sendiri, maka ia juga memiliki hak untuk mewakilkan thalaq kepada orang lain. Thalaq tetap dianggap jatuh meskipun tidak dijatuhkan suami (secara langsung), akan tetapi dijatuhkan oleh orang lain dengan izin suami, apakah dengan cara diwakilkan kepada orang lain, pelimpahan kuasa atau dengan surat. Makna mewakilkan adalah: suami mewakilkan kepada orang lain untuk menceraikan istrinya, misalnya ia mengatakan kepada orang lain: “Saya wakilkan kepada engkau dalam hal menceraikan istri saya”. Jika si wakil menerimanya, kemudian mengatakan kepada istri orang yang mewakilkan: “Engkau telah diceraikan”. Maka talaqnya jatuh. Semua orang yang sah thalaqnya, maka sah pula jika ia mewakilkan kepada orang lain. Orang yang menjadi wakil dalam masalah thalaq terikat dengan pendapat orang yang mewakilkan. Jika orang yang menjadi wakil itu melampaui batas, maka perbuatannya tidak sah, kecuali dengan izin orang yang mewakilkan. Orang yang mewakilkan dapat menggugurkan hak wakil kapan saja ia berkehendak. Jika seorang suami mewakilkan kepada istrinya untuk menceraikan dirinya sendiri, maka perwakilan itu sah dan thalaqnya juga sah. Karena sah hukumnya jika suami mewakilkan kepada istrinya untuk menceraikan orang lain, maka sah pula hukumnya untuk menceraikan dirinya sendiri.



.حكم الطلاق بالرسالة:
الطلاق بالرسالة له صورتان:
الأولى: أن يكتب الزوج رسالة بالطلاق إلى زوجته، ويرسلها محررة إليها، كأن يكتب لها حرفياً أنت طالق، أو مطلقة ونحو ذلك مما يفيد الطلاق، فإذا استلمتها صارت طالقاً.
الثانية: أن يرسل إليها رسالة شفوية بالطلاق، كأن يقول الزوج لرجل: اذهب إلى فلانة زوجتي وقل لها: إن زوجك يقول لك أنت طالق.
فإذا ذهب الرسول إليها، وبلّغها الرسالة على وجهها، وقع الطلاق، والرسول ناقل لا مطلق.
Hukum thalaq dengan surat.
Thalaq dengan surat itu ada dua bentuk:
Pertama, suami menulis surat cerai kepada istrinya, ia kirimkan ia tujukan kepada istrinya, ia tulis secara harfiah: “Engkau telah dithalaq”, atau “Engkau diceraikan”, atau kalimat seperti itu yang mengandung makna thalaq. Ketika si istri menerima surat itu, maka thalaq jatuh pada dirinya.
Kedua, suami mengirim pesan lisan, misalnya seorang suami berkata kepada seseorang, “Pergilah engkau kepada si anu istri saya, katakana kepadanya, “Sesungguhnya suamimu telah berkata kepada bahwa engkau telah diceraikan”. Jika utusan itu pergi kepada istri yang bersangkutan dan menyampaikan pesan lisan itu, maka thalaq pun jatuh. Utusan itu hanya membawa pesan, bukan orang yang menjatuhkan thalaq.
Share:

Hadits: Yang Menolong Akan Ditolong.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ ».

Sumber:
Shahih Muslim. Kitab: adz-Dzikr wa ad-Du’a’ wa at-Taubah, Bab: Fadhl al-Ijtima’ ‘ala Tilawati al-Qur’an wa ‘ala adz-Dzikr (Keutamaan berkumpul untuk membaca al-Qur’an dan berzikir).

Terjemah:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
“Siapa yang melepaskan satu kesulitan dari beberapa kesulitan dunia pada seorang mukmin, maka Allah akan melepaskannya dari satu kesulitan diantara beberapa kesulitan pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Siapa yang melewati suatu jalan, ia mencari ilmu di jalan itu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Sekelompok orang berkumpul di rumah Allah, membaca kitab Allah, mengkaji isinya diantara mereka, maka pasti turun ketenangan kepada mereka, rahmat meliputi mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut mereka kepada para malaikat yang ada di sisi-Nya. Siapa yang lamban amalnya, maka nasabnya tidak membuatnya cepat (seseorang dinilai dari amalnya, bukan nasabnya)”.
Share:

Hadits: Mu’min Yang Kuat Lebih Dicintai Allah.

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Sumber:
Shahih Muslim, Kitab: al-Qadr, Bab: fi al-Amr bi al-Quwwah wa Tark al-‘Ajz wa al-Isti’anah billah wa Tafwidh al-Maqadir lillah (Perintah agar kuat, meninggalkan sikap lemah, meminta tolong kepada Allah dan menyerahkan takdir kepada Allah Swt).

Terjemah:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dalam semuanya ada kebaikan. Bersemangatlah untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa lemah. Jika sesuatu menimpamu, jangan engkau katakan, ‘Andai saya melakukan anu dan anu’. Akan tetapi katakanlah, ‘Takdir Allah, apa yang Ia kehendaki, Ia lakukan’. Karena kalau-kalau itu membuka perbuatan setan”.
Share:

TANYA – JAWAB SHALAT SUNNAT TASBIH

Disusun Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
(S1 Al-Azhar, Mesir. S2 Darulhadis, Maroko. Dosen UIN Suska).

Pertanyaan: Apakah dalil shalat sunnat Tasbih?
Jawaban: Dalil pelaksanaan shalat sunnat Tasbih berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ « يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعْطِيكَ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحْبُوكَ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ سِرَّهُ وَعَلاَنِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّىَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِى أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِى سَاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِى كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى عُمُرِكَ مَرَّةً ».
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw berkata kepada al-‘Abbas bin Abdul Muththalib: “Wahai ‘Abbas, wahai paman, maukah engkau aku berikan, sudikah engkau aku lakukan sesuatu terhadapmu 10 perkara jika engkau mau melakukannya; Allah mengampuni dosamu, yang pertama dan yang terakhir, yang dahulu dan yang baru, yang tersilap dan sengaja, yang kecil dan yang besar, yang rahasia dan yang nyata, 10 perkara. Engkau laksanakan shalat empat rakaat, engkau baca dalam setiap rakaat al-Fatihah dan surat. Ketika selesai membaca itu, ketika engkau tegak, engkau ucapkan: ‘Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar, sebanyak 15 kali. Kemudian engkau ruku’, engkau ucapkan 10 Tasbih. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, engkau ucapkan 10 kali, kemudian engkau sujud, engkau ucapkan 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, engkau ucapkan 10 kali. Kemudian engkau sujud (kedua), engkau ucapkan 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, engkau ucapkan 10 kali. Maka itulah 75 kali tasbih. Engkau lakukan itu sebanyak 4 rakaat. Jika engkau mampu melaksanakannya satu kali sehari, maka laksakanlah. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah seminggu sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah satu bulan sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah setahun sekali. Jika engkau tidak mampu, maka seumur hidup sekali”.



Pertanyaan: Ada sebagian orang yang mengatakan dalil shalat sunnat Tasbih itu tidak kuat karena haditsnya Dha’if? Benarkah demikian?
Jawaban: Beberapa ulama terkemuka memberikan jawaban tentang kualitas hadits tentang shalat sunnat Tasbih:
فإن حديث صلاة التسابيح لا ينزل عن درجة الحسن ، لكثرة طرقه ، وتنوع مصادر تخريجه. وقد أفرد جمع من الأئمة هذا الحديث بتأليف جمع فيه طرقه ، كما نقل ذلك الحافظ ابن حجر في أجوبته المشهورة على أسئلة عن أحاديث رميت بالوضع ، اشتمل عليها كتاب المصابيح للإمام البغوي. قال الحافظ في تلك الأجوبة: "وقد أخرج حديثها (يعني صلاة التسابيح) أئمة الإسلام ، وحفاظه: أبو داود في السنن ، والترمذي في الجامع ، وابن خزيمة في صحيحه ، لكن قال: إن ثبت الخبر ، والحاكم في المستدرك ، وقال صحيح الإسناد ، والدارقطني أفردها بجميع طرقها في جزء. ثم فعل ذلك الخطيب ، ثم جمع طرقها الحافظ أبو موسى المديني في جزء سماه تصحيح صلاة التسابيح ..." وختم ابن حجر جوابه بقوله: "والحق أنه في درجة الحسن لكثرة طرقه التي تقوى بها الطريق الأولى".

Sesungguhnya hadits tentang shalat Tasbih tidak turun dari derajat hadits hasan, karena jalur periwayatannya banyak, demikian juga dengan sumber-sumber takhrijnya. Beberapa imam menyusun kitab khusus berkaitan dengan hadits-hadits shalat Tasbih dengan menggabungkan jalur-jalur periwayatannya, sebagaimana yang dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam jawaban beliau terhadap beberapa pertanyaan seputar hadits-hadits yang dituduh sebagai hadits palsu, terangkum dalam kitab al-Mashabih karya Imam al-Baghawi. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam jawabannya tersebut: “Para ulama telah meriwayatkan tentang hadits shalat Tasbih, diantaranya adalah Imam Abu Daud dalam as-Sunan, at-Tirmidzi dalam al-Jami’, Ibnu Khuzaimah dalam as-Shahih, akan tetapi beliau mengatakan: “Jika khabar ini kuat”. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, ia berkata: “Sanadnya shahih”. Ad-Daraquthni menyusun satu kitab khusus tentang hadits shalat Tasbih dengan berbagai jalur periwayatannya. Demikian juga dengan imam al-Khathib. Al-Hafizh Abu Musa al-Madini menyusun satu kitab berjudul Tashih Shalat at-Tasbih. Al-Hafizh Ibnu Hajar menutup jawabannya dengan menyatakan: “Sebenarnya hadits-hadits tentang shalat Tasbih sampai derajat hadits Hasan karena jalur-jalur periwayatannya yang banyak yang menguatkan jaluar riwayat yang pertama”. (Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyyah, juz. 3, hal: 483).
Nashiruddin al-Albani menyatakan dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: “Hadits Shahih li Ghairihi”. (Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: juz. 1, hal. 165).






Pertanyaan: Bagaimanakah tata cara pelaksanaan shalat sunnat Tasbih?
Jawaban: Cara melaksanakan shalat sunnat Tasbih sebagai berikut:

صلاة التسابيح اربع ركعات في كل ركعة خمس وسبعون تسبيحة ، توزع هذه التسبيحات ـــ وهي : سبحان الله ، والحمد لله ، ولا اله الا الله ، والله اكبر ـــ على جميع اركان الصلاة وسننها على النحو التالي :
ــ ان يقولها بعد سورة الفاتحة وما تيسر من القرآن الكريم خمس عشرة مرة
ــ ان يقولها بعد اذكار الركوع عشر مرات
ــ ان يقولها بعد التسميع والتحميد عشر مرات
ــ ان يقولها بعد اذكار السجدة الاولى عشر مرات
ــ ان يقولها بعد اذكار ما بين السجدتين عشر مرات
ــ ان يقولها بعد اذكار السجدة الثانية عشر مرات
ــ ان يقولها في جلسة الاستراحة بعد تكبير القيام من السجدة الثانية عشر مرات
ويفعل هذا في كل ركعة ويقولها عشرا بعد التشهد الاول ، وعشرا بعد التشهد الاخير قبل السلام .

Shalat Tasbih terdiri dari empat rakaat, dalam satu rakaat terdapat 75 kali Tasbih:
سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Ucapan Tasbih ini tersebar dalam rukun dan sunnat shalat Tasbih, rinciannya sebagai berikut:
- 15 kali Tasbih setelah membaca al-Fatihah dan Surat.
- 10 kali Tasbih setelah doa pada ruku’.
- 10 kali Tasbih setelah Tasmi’ dan Tahmid, tegak dari Ruku’.
- 10 kali Tasbih setelah doa pada Sujud.
- 10 kali Tasbih setelah doa diantara dua Sujud.
- 10 kali Tasbih setelah doa pada Sujud kedua.
- 10 kali Tasbih pada duduk istirahat setelah Sujud sebelum tegak.
- Khusus pada Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir, dibaca 10 kali setelah Tasyahhud.

Ini tata cara yang umum dilakukan kaum muslimin, akan tetapi ada versi lain berdasarkan riwayat lain:
إنه يسبح ويحمد ويهلل ويكبر خمس عشرة مرة قبل القراءة وعشرا بعدها وعشرا في الركوع وفي الرفع منه وفي السجدتين وفي الجلوس بينهما ـ فيكون المجموع في كل ركعة خمسا وسبعين مرة، وهذا هو المروي عن ابن المبارك
15 tasbih sebelum membaca al-Fatihah.
10 tasbih setelah membaca ayat.
10 tasbih ketika ruku’.
10 tasbih ketika bangun dari ruku’.
10 tasbih ketika sujud pertama.
10 tasbih ketika duduk diantara dua sujud.
10 tasbih ketika sujud kedua.
Ini riwayat dari Ibnu al-Mubarak.
Demikian juga tentang membaca tasbih pada Tasyahhud, apakah sebelum atau setelah Tasyahhud, diatas disebutkan setelah Tasyahhud, namun ada versi lain menyebut sebelum Tasyahhud:
القليوبي: العشرة المذكورة بعد السجود الثاني قبل القيام في جلسة الاستراحة، أو قبل التشهد. انتهى.
Al-Qalyubi berkata: “10 Tasbih setelah sujud kedua dibaca pada duduk istirahat sebelum tegak, atau sebelum Tasyahhud”.

Pertanyaan: Bagaimanakah cara menghitung jumlah tasbih tersebut?
Jawaban:

ان كثرة التسبيحات ، وحد الشرع العدد ، ولم تكن وسيلة لضبطها الا بعقد الاصابع فهي حينئذ من المعفوات ان شاء الله
Jumlah Tasbih yang banyak ditetapkan oleh syariat Islam, cara menghitungnya hanya dengan jari jemari, maka ini termasuk hal yang dimaafkan insya Allah.


Pertanyaan: Apakah ada bacaan surat-surat tertentu?
Jawaban:

لم يرد تقييد سورة معينة تقرأ في صلاة التسابيح ، والنصوص الواردة في صلاة التسابيح نجد جلها تذكر فاتحة الكتاب وسورة ، دون تقييد بسورة معينة ، ولا بعدد معين .

Tidak terdapat riwayat yang menyebutkan bacaan surat tertentu dibaca dalam shalat Tasbih. Riwayat-riwayat tentang shalat Tasbih sebagian besarnya hanya menyebutkan al-Fatihah dan membaca surat, tanpa menyebutkan surat tertentu dan jumlah tertentu.

Pertanyaan: Apakah 4 rakaat itu dilaksanakan bersambung dengan satu kali salam? atau setiap dua rakaat satu salam?
Jawaban:

ظاهر الاحاديث الواردة انها تصلى بتسليمة واحة ليلا كان او نهارا
Zahir hadits-hadits tentang shalat Tasbih menyebutkan bahwa shalat Tasbih dengan satu salam, baik dilaksanakan di waktu siang maupun di waktu malam.







Pertanyaan: Shalat sunnat Tasbih dilaksanakan dengan suara Sirr atau Jahr?

Jawaban:

السنة الاسرار في التسبيحات سواء صليت في الليل او النهار ، اما قراءتها ففي النهار الاسرار ، وفي الليل كسائر التطوعات ، يتوسط فيها بين الجهر والاسرار
Menurut Sunnah, kalimat Tasbih dibaca secara sirr, baik shalat malam maupun siang. Sedangkan bacaan al-Fatihah dan surat, jika dilaksanakan pada waktu siang, maka dibaca Sirr. Jika dilaksanakan pada waktu malam, maka sama seperti shalat sunnat yang lain, dibaca pertengahan antara Jahr dan Sirr.

Pertanyaan: Shalat Sunnat Tasbih dilaksanakan sendirian atau berjamaah?
Jawaban: Dilihat dari kalimat yang digunakan Rasulullah Saw kepada al-‘Abbas:
يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعْطِيكَ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحْبُوكَ
“Wahai ‘Abbas, wahai Paman, maukah engkau, sudikah engkau aku berikan…”. Ini menunjukkan makna bahwa shalat tersebut dilaksanakan sendirian.
Akan tetapi jika dilaksanakan secara berjamaah, maka shalat tersebut tetap sah, berdasarkan pendapat Imam an-Nawawi:
(الشرح) قال أصحابنا تطوع الصلاة ضربان (ضرب) تسن فيه الجماعة وهو العيد والكسوف والاستسقاء وكذا التراويح علي الاصح (وضرب) لا تسن له الجماعة لكن لو فعل جماعة صح
(Penjelasan) para ulama Mazhab Syafi’i berkata: shalat sunnat itu terbagi dua: satu bagian shalat yang disunnatkan dilaksanakan secara berjamaah, yaitu shalat ‘Ied, shalat gerhana matahari, shalat Istisqa’ (minta turun hujan) dan shalat Tarawih menurut pendapat al-Ashahh. Satu bagian shalat yang tidak dianjurkan dilaksanakan secara berjamaah, akan tetapi jika dilaksanakan secara berjamaah, maka shalat tersebut tetap sah. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz. 4, hal. 4).
Menurut pendapat Ibnu Taimiah:
صَلَاةُ التَّطَوُّعِ فِي جَمَاعَةٍ نَوْعَانِ :
أَحَدُهُمَا : مَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ كَالْكُسُوفِ وَالِاسْتِسْقَاءِ وَقِيَامِ رَمَضَانَ فَهَذَا يُفْعَلُ فِي الْجَمَاعَةِ دَائِمًا كَمَا مَضَتْ بِهِ السُّنَّةُ .
الثَّانِي : مَا لَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ : كَقِيَامِ اللَّيْلِ وَالسُّنَنِ الرَّوَاتِبِ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ وَنَحْوِ ذَلِكَ .
فَهَذَا إذَا فُعِلَ جَمَاعَةً أَحْيَانًا جَازَ .
Shalat sunnat dilaksanakan secara berjamaah ada dua jenis:
Pertama: shalat sunnat yang disunnatkan dilaksanakan secara berjamaah terus menerus seperti shalat Kusuf (gerhana matahari), Istisqa’ (minta hujan), Qiyamullail Ramadhan, ini jenis shalat yang dilaksanakan berjamaah terus menerus sebagaimana yang disebutkan Sunnah.
Kedua: shalat sunnat yang tidak disunnatkan untuk dilaksanakan secara berjamaah secara terus menerus, seperti Qiyamullail, shalat-shalat sunnat Rawatib, shalat Dhuha, shalat Tahyatulmasjid, dan sejenisnya. Shalat-shalat sunnat seperti ini jika dilaksanakan secara berjamaah jarang-jarang/sekali-sekali (tidak terus menerus). (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiah: juz. 5, hal. 381).

Pertanyaan: Bilakah Waktu Pelaksanaan Shalat Sunnat Tasbih?
Jawaban:

صلاة التسابيح نوع من صلاة النفل المطلق تفعل على صورة مخصوصة ، تقدم ذكرها ، ويكره اداؤها في اوقات الكراهة على الراجح .

shalat Sunnat Tasbih adalah jenis shalat sunnat mutlaq (tidak terikat waktu) yang dilaksanakan dengan cara khusus –sebagaimana yang telah disebutkan di atas-. Makruh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang melaksanakan shalat (setelah ‘Ashar, setelah Shubuh dan menjelang Zawal/tergelincir matahari), demikian menurut pendapat yang kuat.

Pertanyaan: Apakah keutamaan melaksanakan shalat sunnat Tasbih?
Jawaban: Di awal hadits, Rasulullah Saw menyatakan:
يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعْطِيكَ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحْبُوكَ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ سِرَّهُ وَعَلاَنِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ
“Wahai ‘Abbas, wahai paman, maukah engkau aku berikan, sudikah engkau aku lakukan sesuatu terhadapmu 10 perkara jika engkau mau melakukannya; Allah mengampuni dosamu, yang pertama dan yang terakhir, yang dahulu dan yang baru, yang tersilap dan sengaja, yang kecil dan yang besar, yang rahasia dan yang nyata, 10 perkara”.
Di akhir hadits Rasulullah Saw nyatakan:
إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِى كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى عُمُرِكَ مَرَّةً ».
“Jika engkau mampu melaksanakannya satu kali sehari, maka laksakanlah. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah seminggu sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah satu bulan sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah setahun sekali. Jika engkau tidak mampu, maka seumur hidup sekali”. Menunjukkan betapa pentingnya shalat sunnat Tasbih.

ومن الاجور في هذه الصلاة كثرة ذكر الله عز وجل فيها ، ففي كل ركعة يقول المصلي : سبحان الله ، والحمد لله ، ولا اله الا الله ، والله اكبر ( هذه الاربع تسبيحات واحدة ) خمسا وسبعين مرة ، وفي الاربع ركعات يقولها ثلاث مئة مرة ، وان فرقنا التسبيحات ( وهن اربع كلمات ) يكون مجموعها في الركعات الاربع الفا ومئتين ، وهذا في اللفظ والعدد .
والحسنة بعشر امثالها فيكن في الاجر اثني عشر الفا ( والله يضاعف لمن يشاء
Diantara balasan dalam shalat sunnat Tasbih adalah banyaknya zikir dalam shalat tersebut. Dalam satu rakaat diucapkan:
سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Sebanyak 75 kali, 4 rakaat berarti 300 kali. Jika kalimat Tasbih ini dipecah menjadi empat, berarti 1200 kali. Setiap satu kebaikan diberi balasan 10 kebaikan, maka berarti 12.000 kali. Dan Allah melipatgandakan lebih banyak daripada itu, kepada orang-orang yang Ia kehendaki.

Catatan: Sebagian dikutip dari muqaddimah Syekh Masyhur Hasan terhadap kitab Dzikr Shalat at-Tasbih wa al-Ahadits allati Ruwiyat ‘an an-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam wa Ikhtilaf Alfazh an-Naqilin laha karya Imam al-Khathib al-Baghdadi.
Telah dimuat di blog: www.somadmorocco.blogspot.com
Share:

AURAT PEREMPUAN MENURUT EMPAT MAZHAB.

Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.
والقول بأن الوجه والكفين ليسا بعورة هو قول عائشة وابن عباس وابن عمر رضي الله عنهم.
وهذا القول هو المحفوظ عن الفقهاء، ولذا قال ابن عبد البر في التمهيد: اختلف العلماء في تأويل قول الله عز وجل ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها فروى عن ابن عباس وابن عمر إلا ما ظهر منها الوجه والكفان وروى عن ابن مسعود (ما ظهر منها) الثياب قال لا يبدين قرطاً ولا قلادة ولا سواراً ولا خلخالا إلا ما ظهر من الثياب، واختلف التابعون فيها أيضاً على هذين القولين وعلى قول ابن عباس وابن عمر الفقهاء. انتهى.
Pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat adalah pendapat Aisyah, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
Pendapat ini yang didapat dari para ahli fiqh. Oleh sebab itu Ibnu ‘Abdilbarr berkata dalam at-Tamhid:
“Para ulama berbeda pendapat tentang ta’wil firman Allah: ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar: “Kecuali yang biasa tampak, yaitu wajah dan kedua telapak tangan”. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud: “Yang tampak terlihat diatas pakaian, tidak boleh memperlihatkan anting-anting, rantai, gelang tangan dan gelang kaki, kecuali yang tampak diatas pakaian”. Para tabi’in berbeda pendapat berdasarkan dua pendapat ini. para ahli Fiqh juga berbeda pendapat berdasarkan ini.

MAZHAB HANAFI:
قال الإمام الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في بدائع الصنائع: فلا يجوز النظر من الأجنبي إلى الأجنبية الحرة إلى سائر بدنها إلا الوجه والكفين، لقوله تعالى: قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ [النــور: 30].
Imam al-Kasani al-Hanafi berkata dalam Bada’I’ ash-Shana’I’: “Laki-laki asing (tidak mahram) tidak boleh melihat perempuan yang tidak mahram yang merdeka (bukan hamba sahaya), tidak boleh melihat seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, berdasarkan firman Allah surat an-Nur ayat 30.
إلا أن النظر إلى مواضع الزينة الظاهرة وهي: الوجه والكفان رخص بقوله تعالى: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا [النــور: 31].
Hanya saja pengecualian boleh melihat tempat-tempat perhiasan yang tampak, yaitu wajah dan telapak tangan, ini dispensasi dari ayat 31 surat an-Nur.
والمراد من الزينة مواضعها، ومواضع الزينة الظاهرة: الوجه والكفان، ولأنها تحتاج إلى البيع والشراء، والأخذ والعطاء، ولا يُمْكنها ذلك عادةً إلا بكشف الوجه والكفين، فيحل لها الكشف. وهذا قول أبي حنيفة رضي الله عنه. انتهى.
Yang dimaksud dengan perhiasan adalah tempat perhiasan tersebut. Tempat perhiasan yang tampak nyata adalah wajah dan telapak tangan, karena dibutuhkan pada transaksi jual beli, mengambil dan memberi. Menurut kebiasan, semua itu tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan memperlihatkan wajah dan telapak tangan, maka boleh diperlihatkan. Ini pendapat Imam Hanafi radhiallahu’anhu.
MAZHAB MALIKI:
وقال الدردير المالكي كما في: أقرب المسالك : وعورة المرأة مع رجل أجنبي عنها جميع البدن غير الوجه والكفين. انتهى.
وقال محمد بن أحمد المعروف بعليش في (منح الجليل شرح مختصر خليل) قال: وهي أي العورة من حرة مع رجل أجنبي مسلم جميع جسدها غير الوجه والكفين ظهراً وبطناً، فالوجه والكفان ليسا عورة فيجوز لها كشفهما للأجنبي. انتهى.
Imam ad-Dardir al-Maliki berkata sebagaimana yang disebutkan dalam Aqrab al-Masalik: “Aurat perempuan terhadap laki-laki yang tidak mahram adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan. Muhammad bin Ahmad yang dikenal denganm nama ‘Alisy berkata dalam Manh al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil: “Aurat perempuan merdeka terhadap laki-laki tidak mahram yang muslim adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, bagian atas dan bawah. Wajah dan telapak tangan bukan aurat, boleh dibuka terhadap laki-laki yang bukan mahram.


MAZHAB SYAFI’I:
وقال شيخ الإسلام زكريا الأنصاري الشافعي في أسني المطالب: وعورة الحرة في الصلاة وعند الأجنبي ولو خارجها جميع بدنها إلا الوجه والكفين ظهراً وبطناً إلى الكوعين. انتهى.
وقال ابن قدامة الحنبلي في المغني: فصل: ولا خلاف بين أهل العلم في إباحة النظر أي للخاطب إلى وجهها وذلك لأنه ليس بعورة وهو مجمع المحاسن، وموضع النظر ولا يباح له النظر إلى ما لا يظهر عادة. انتهى.
Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari asy-Syafi’i berkata dalam Asna al-Mathalib: “Aurat perempuan dalam shalat dan terhadap laki-laki yang bukan mahram meskipun di luar shalat adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, bagian luar dan bagian dalam, hingga pergelangan tangan.
وقال الرحيباني في شرح الغاية: فستر رأسها كله أولى لكونه أي: الرأس عورة في الصلاة وخارجها ولا يختص ستره بإحرام وكشف الوجه بخلافه. انتهى.
Ar-Rahibani berkata dalam Syarh al-Ghayah: “Menutup seluruh kepala lebih utama, karena kepala itu aurat baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Tidak hanya ketika ihram. Berbeda dengan memperlihatkan wajah.
MAZHAB HANBALI:
وأما القول بأنهما عورة فهو قول بعض الحنابلة كما سبق قال ابن قدامة رحمه الله تعالى في المغني: وقال بعض أصحابنا: المرأة كلها عورة، لأنه قد روي في حديث عن النبي صلى الله عليه وسلم: المرأة عورة. رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح. ولكن رخص لها في كشف وجهها وكفيها، لما في تغطيته من المشقة، وأبيح النظر إليه لأجل الخطبة، لأنه مجمع المحاسن. انتهى.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan adalah aurat, ini adalah pendapat sebagian mazhab Hanbali. Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni: “Sebagian ulama mazhab Hanbali berkata, ‘Sesungguhnya perempuan itu seluruh tubuhnya adalah aurat. Karena diriwayatkan dalam hadits dari Rasulullah Saw, “Perempuan itu aurat”. Hadits riwayat at-Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits hasan shahih”. Akan tetapi diberi dispensasi untuk memperlihatkan wajah dan telapak tangan, karena menutupinya menimbulkan kesulitan, dank arena boleh melihat wajah dan telapak tangan ketika proses pertunangan, karena tempat berkumpulnya kebaikan.
Share:

MENGGERAKKAN TELUNJUK KETIKA TASYAHUD.

وننبهك إلى أن الفقهاء اتفقوا على أن العمل الكثير يبطل الصلاة، واختلفوا في تحديد الكثرة، ولم يصح حديث عن النبي صلى الله عليه وسلم بأن ثلاث حركات تبطل الصلاة، وإنما هو تحديد من بعض الفقهاء.
وعليه فلا يصح الإنكار على من حرك أصبعه في الصلاة،
Kami ingatkan kepada Anda bahwa para ahli Fiqh sepakat bahwa perbuatan banyak membatalkan shalat. Mereka berbeda pendapat tentang batasan banyak. Tidak shahih hadits dari Rasulullah Saw bahwa tiga gerakan membatalkan shalat. Batasan itu dari sebagian ahli fiqh. Oleh sebab itu tidak dibenarkan mengingkari orang yang menggerakkan jarinya dalam shalat.
فقد ذهب إلى ذلك أئمة ومنهم المالكية رحمهم الله فإنهم يرون تحريك الأصبع في التشهد كله ويكون تحريكها يمينا وشمالا لا فوق وتحت،
والحنابلة يرون الإشارة بها عند ذكر لفظ الجلالة (الله) والحنفية يرون أنه يشار بها عند قول (لا إله) وضمها عند قول (إلا الله)
والشافعية يرون الإشارة بها عند قول (إلا الله) إلى بقية التشهد دون تحريك
Menurut Mazhab Maliki: menggerakkan jari telunjuk dari awal hingga akhir tasyahhud. Digerakkan ke kanan dan ke kiri, bukan ke atas dan ke bawah.
Menurut Mazhab Hanbali: mengangkat telunjuk ketika pada lafaz Allah (إلا الله).
Menurut Mazhab Hanafi: mengangkat telunjuk pada lafaz: La Ilaha (لا إله). Kemudian kembali menurunkan telunjuk pada lafaz: Illa Allah (إلا الله).
Menurut Mazhab Syafi’I: mengangkat telunjuk pada lafaz: Illallah (إلا الله), hingga akhir Tasyahhud berakhir, tanpa menggerakkan telunjuk.
لما رواه أحمد والنسائي وأبو داود وغيرهم عن وائل بن حجر رضي الله عنه، أنه قال في صفة صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم: ثم قعد فافترش رجله اليسرى ووضع كفه اليسرى على فخذه وركبته اليسرى، وجعل حد مرفقه الأيمن على فخذه اليمنى، ثم قبض ثنتين من أصابعه وحلق حلقة ثم رفع إصبعه فرأيته يحركها يدعو بها.
Berdasarkan riwayat Imam Ahmad, an-Nasa’i, Abu Daud dan lainnya, dari Wa’il bin Hajar, ia berkata tentang sifat shalat nabi: “Kemudian Rasulullah Saw duduk iftirasy; menduduki kaki kiri, meletakkan telapak tangan kiri diatas paha dan lutut kiri. Meletakkan siku kanan diatas paha kanan. Kemudian menggenggam kedua jari tangannya dan membuat lingkaran, kemudian mengangkat salah satu jemarinya, saya melihatnya menggerakkannya sambil berdoa.
قال الإمام البيهقي رحمه الله: يحتمل أن يكون مراده بالتحريك الإشارة بها لا تكرار تحريكها، حتى لا يعارض حديث ابن الزبير عند أحمد وأبي داود والنسائي وابن حبان في صحيحه بلفظ: "كان يشير بالسبابة ولا يحركها، ولا يجاوز بصره إشارته". قال الحافظ في التلخيص الحبير: وهذا الحديث أصله في مسلم دون قوله: ولا يجاوز بصره إشارته.
Imam al-Baihaqi berkata: “Ada kemungkinan mengandung makna bahwa yang dimaksud dengan kalimat ‘menggerakkan’, maksudnya adalah menunjuk, bukan menggerakkannya berkali-kali, agar tidak bertentangan dengan hadits riwayat Ibnu az-Zubair dalam riwayat ahmad, Abu Daud, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban dengan lafaz: “Rasulullah Saw menunjuk dengan jari telunjuk, tidak menggerakkannya. Pandangan matanya tidak melewati telunjuknya”.
Al-Hafizh berkata dalam at-Talkhish al-Habir: “Asal hadits ini dalam Shahih Muslim, tanpa kalimat: “Pandangan matanya tidak melewati telunjuknya”.
والحاصل أن المسألة من مسائل الخلاف بين أهل العلم، ولكل رأيه، ولا ينبغي للمسلم أن يضيق صدره ذرعا بالخلاف فيها، فإن اتفاق العلماء حجة قاطعة واختلافهم رحمة واسعة.
والله أعلم.
Kesimpulannya, masalah ini adalah masalah khilafiyah diantara para ulama, setiap ulama punya pendapat masing-masing, tidak selayaknya seorang muslim merasa bersempit dada terhadap ikhtilaf dalam masalah ini. Karena kesepakatan ulama itu hujjah yang kuat, sedangkan ikhtilaf ulama itu rahmat yang luas. Wallahu a’lam.
diterjemahkan dari islamweb.com
Share:

Berkata Baik Atau Diam


Hadits Ke-15


Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, sesungguhnya Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang penting dalam bidang adab. Makna hadits ini telah tercakup di dalam hadits ke-12.
Hak Alloh Dan Hak Hamba
Pada hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang harus ditunaikan, yaitu hak Alloh dan hak hamba. Penunaian hak Alloh porosnya ada pada senantiasa merasa diawasi oleh Alloh. Di antara hak Alloh yang paling berat untuk ditunaikan adalah penjagaan lisan. Adapun penunaian hak hamba, yaitu dengan memuliakan orang lain.
Menjaga Lisan
Menjaga lisan bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan berkata baik atau kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya lebih rendah dari pada berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan dengan berkata yang tidak baik.
Berkata baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat An-Nisa’: 114, yaitu perintah bershadaqoh, perintah kepada yang makruf atau berkata yang membawa perbaikan pada manusia. Perkataan yang di luar ketiga hal tersebut bukan termasuk kebaikan, namun hanya sesuatu yang mubah atau bahkan suatu kejelekan. Pada menjaga lisan ada isyarat menjaga seluruh anggota badan yang lain, karena menjaga lisan adalah yang paling berat.
Memuliakan Orang Lain
Memuliakan berarti melakukan tindakan yang terpuji yang bisa mendatangkan kemuliaan bagi pelakunya. Dengan demikian memuliakan orang lain adalah melakukan tindakan yang terpuji terkait dengan tuntutan orang lain.
Batasan Tetangga Dan Tamu
Tetangga menurut syariat adalah sesuai dengan pengertian adat, artinya kapan secara adat dinilai sebagai tetangga maka dinilai sebagai tetangga juga oleh syariat. Kaidah menyatakan semua istilah yang ada dalam syariat dan tidak ada batasannya secara syariat dan bahasa maka pengertiannya dikembalikan kepada adat.
Batasan tamu yang wajib diterima dan dilayani adalah jika dia tidak memiliki kemampuan untuk mencari tempat untuk tinggal atau untuk makan. Jika mampu maka hukumnya sunnah. Adapun batasan lamanya adalah 1 hari 1 malam, sempurnanya 3 hari 3 malam.
Share:

Mencintai milik orang lain seperti miliknya sendiri


Hadits Ke-13


Dari Abu Hamzah Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu pelayan Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai bagi saudaranya (sesama muslim) segala sesuatu yang dia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hakikat Penafian Iman
Penafian iman mencakup menafikan iman secara keseluruhan atau hanya menafikan kesempurnaan imannya. Suatu amalan yang menyebabkan pelakunya dinafikan imannya menunjukkan bahwa amalan tersebut merupakan amal kekafiran atau dosa besar. Dalam hadits ini penafian iman yang dimaksud adalah penafian atas kesempurnaan iman.
Mencintai Saudara Muslim Laksana Mencintai Diri Sendiri
Seorang muslim wajib merasa senang jika saudaranya memiliki agama yang baik. Dia senang jika saudaranya memiliki aqidah yang benar, tutur kata yang bagus dan perbuatan yang baik. Sebaliknya dia merasa benci jika keadaan saudaranya tersebut justru sebaliknya.
Seorang muslim disunahkan untuk senang jika saudaranya mendapatkan kebaikan-kebaikan duniawi. Dia merasa senang jika saudaranya berharta, sejahtera, sehat, berkedudukan dan lain-lain dari kenikmatan duniawi, dan dia tidak senang jika saudaranya miskin, sengsara, dan menderita.
Mendahulukan Kepentingan Saudara Muslim
Jika dalam urusan dunia, mendahulukan kepentingan saudaranya termaksud perbuatan yang terpuji dan disunahkan, namun jika dalam urusan akhirat, mendahulukan saudaranya termasuk perbuatan yang makruh.
Share:

Larangan Berzina, Membunuh & Murtad


Hadits Ke-14


Dari Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hakikat Seorang MuslimSeorang muslim yang sesungguhnya adalah yang bersyahadatain dan menunaikan tauhid serta melaksanakan konsekuensinya. Adapun yang sekedar mengaku muslim dengan mengucapkan syahadatain namun melakukan syirik akbar atau bidáh mukafirah maka hakikatnya bukan seorang muslim. Seorang muslim tidak boleh ditumpahkan darahnya kecuali dengan alasan yang syar’i seperti tersebut dalam hadits.
Muslim Yang Halal Darahnya
Ada tiga sebab seorang muslim boleh ditumpahkan darahnya yaitu:
  1. Zina ba’da ihshonin, yaitu jika seorang muslim yang sudah pernah menikah secara syari kemudian berzina maka dengan sebab itu halal darahnya, dengan cara dirajam.
  2. Qishosh, yaitu jika seorang muslim membunuh muslim yang lain dengan sengaja maka dengan sebab itu halal darahnya dengan cara di-qishosh.
  3. Meninggalkan Agama, yaitu ada 2 pengertian:
    a. murtad, artinya keluar dari agamanya dengan sebab melakukan kekafiran.
    b. Meninggalkan jamaah, artinya meninggalkan jamaah yang telah bersatu di atas agama yang benar, dengan demikian ia telah meninggalkan agama yang benar. Termasuk makna meninggalkan jamaah adalah jika memberontak imam yang sah.
Pelaksana Eksekusi
Seorang muslim yang telah dihukumi halal darahnya eksekusinya ada di tangan penguasa (imam) atau yang mewakilinya, jika di negaranya berlaku hukum Alloh. Apabila berada di Negara yang tidak menerapkan hukum Alloh maka tak seorang pun berhak mengeksekusi penumpahan darah. Untuk eksekusi yang tidak sampai penumpahan darah, seperti cambuk, qishosh non-bunuh, maka boleh dilakukan oleh seorang ‘alim jika atas kemauan pelaku. Demikian pendapat sebagian ulama.
Share:

Meninggalkan yang tidak bermanfaat


Hadits Ke-12


Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan landasan dalam bab adab.
Kebagusan Islam Seseorang
Kebagusan Islam seseorang bertingkat-tingkat. Cukuplah seseorang berpredikat bagus Islamnya jika telah melaksanakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Dan puncak kebagusannya jika sampai derajat ihsan, yang tersebut dalam hadits ke-dua. Besarnya pahala dan tingginya kemuliaan seseorang sesuai dengan kadar kebagusan Islamnya.
Meninggalkan Sesuatu Yang Tidak Penting
Sesuatu yang penting adalah sesuatu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Standar manfaat diukur oleh syariat, karena sudah maklum bahwa yang diperintahkan oleh syariat pasti membawa manfaat dan yang dilarang pasti menimbulkan mudhorot oleh karena itu upaya untuk paham syariat adalah aktivitas yang sangat bermanfaat. Menjadi kewajiban seseorang demi kebagusan Islamnya untuk meninggalkan semua yang tidak penting karena semua aktivitas hamba akan dicatat dan celakalah seseorang yang memenuhi 
Share:

Tinggalkanlah keragu-raguan


Hadits Ke-11


Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abu Tholib, cucu Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangan beliau rodhiallohu ‘anhuma, dia berkata: ”Aku telah hafal (sabda) dari Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i. Tirmidzi berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih)
Kedudukan Hadits
Kedudukan hadits ini seperti kedudukan hadits ke enam (lihat hadits ke-6)
Tinggalkan Sesuatu Yang Meragukan
Sesuatu yang meragukan adalah sesuatu yang membuat tidak tenang dan memunculkan rasa khawatir, jikalau ternyata hal itu tidak boleh dilakukan. Jika kita menghadapi kondisi demikian maka tinggalkanlah yang meragukan tersebut dan lakukan sesuatu yang meyakinkan atau yang membuat tenang. Adalah termasuk perbuatan tercela jika ada keraguan akan tetapi tetap dikerjakan.
Share:

Makanlah dari yg halal


Hadits Ke-10


Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, ia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)

Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan salah satu ashlud din (pokok agama), di mana kebanyakan hukum syariat berporos pada hadits tersebut.
Alloh Itu Thoyyib Tidak Menerima Kecuali Yang Thoyyib
Thoyyib adalah suci, tidak ada kekurangan dan cela. Demikian juga Alloh, Dia itu thoyyib. Dia suci, tidak ada kekurangan dan cela pada diri-Nya. Dia sempurna dalam seluruh sisi.
Alloh tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyyib. Thoyyib dalam aqidah, thoyyib dalam perkataan dan thoyyib dalam perbuatan. Tidak menerima artinya tidak ridho, atau tidak memberi pahala. Dan ketidakridhoan Alloh terhadap sebuah amal biasanya melazimkan tidak memberi pahala pada amalan tersebut.
Pengaruh Makanan Yang Thoyyib
Mengonsumsi sesuatu yang thoyyib merupakan karakteristik para rasul dan kaum mukminin. Makanan yang thoyyib sangat berpengaruh terhadap kebagusan ibadah, terkabulnya doa dan diterimanya amal.
Sebab-Sebab Terkabulnya Doa
  1. Musafir.
  2. Berpenampilan hina.
  3. Mengangkat kedua tangan.
  4. Mengulang-ulang doa.
  5. Menyebut Rububiyah Alloh.
  6. Mengonsumsi yang halal.
Sifat mengangkat tangan dalam doa:
  1. Mengisyaratkan dengan telunjuk, yaitu bagi khatib tatkala berdoa di atas mimbar.
  2. Mengangkat tangan tinggi-tinggi, yaitu ketika doa istisqo’.
Adapun secara umum dengan menengadahkan kedua telapak tangan di depan dada seperti seorang pengemis yang sedang meminta-minta.
Share:

Melaksanakan perintah sesuai kemampuan


Hadits Ke-9


Dari Abu Hurairoh ’Abdurrohman bin Shakhr rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda: ” Apa saja yang aku larang bagi kamu hendaklah kamu jauhi, dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu maka lakukanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh).” (HR. Bukhori dan Muslim)
Perintah dan Larangan
Pada dasarnya syariát Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia butuh kepada sesuatu yang diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang dilarang.
Perintah dan larangan Allah terbagi dua, yaitu wajib dan sunnah. Jika perintah dan larangan terkait dengan urusan ibadah maka perintah dan larangan tersebut hukumnya wajib, dan jika terkait dengan urusan dunia maka hukumnya sunnah, kecuali ada dalil yang memalingkan dari hukum asalnya.
Melaksanakan perintah terikat dengan kemampuan, karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan larangan jumlahnya sedikit dan tidak dibutuhkan, maka tidak terikat dengan kemampuan. Melaksanakan perintah lebih mulia dibanding meninggalkan larangan, demikian juga meninggalkan perintah lebih hina dibanding menerjang larangan.
Sebab Kehancuran Dan Kebinasaan
Sebab utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah timbulnya perpecahan.
Share:

Memerangi Manusia yg tdk Zakat & Shalat


Hadits Ke-8


Dari Ibnu Umar rodhiyallohu’anhuma, sesungguhnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau mengucapkan laa ilaaha illalloh (Tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh), menegakkan sholat, dan membayar zakat. Apabila mereka telah melakukan semua itu, berarti mereka telah memelihara harta dan jiwanya dariku kecuali ada alasan yang hak menurut Islam (bagiku untuk memerangi mereka) dan kelak perhitungannya terserah kepada Alloh subhanahu wata’ala.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Islam dan Perang
Allah memerintahkan untuk memerangi non muslim sampai mereka mau bersyahadatain dan iltizam terhadap syari’at Islam. Makna iltizam adalah meyakini bahwa dirinya terkena kewajiban syari’at. Yang sesungguhnya telah termaktub di dalam makna syahadatain. Pelaksanaan perang tersebut setelah sebelumya disampaikan dakwah Islam. Di samping muslim yang sudah iltizam terhadap syari’at, ada juga orang kafir yang tidak boleh diperangi. Muslim yang sudah iltizam namun tidak melaksanakan syari’at, sebagian ulama berpendapat mereka boleh diperangi, terutama jika sekelompok masyarakat muslim sepakat untuk tidak melaksanakan syiar Islam.
Macam-macam Orang Kafir
Orang kafir terbagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Kafir harbi, yaitu orang kafir yang memerangi dan diperangi.
2. Kafir Dzimi, yaitu orang kafir yang tunduk pada penguasa islam dan membayar jizyah [upeti] .
3. Kafir Muahad, yaitu orang kafir yang tinggal di Negara kafir, yang ada perjanjian damai dengan Negara islam.
4. Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang masuk ke Negara islam,dan mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah.
Dari keempat macam orang kafir tersebut, hanya kafir harbi yang boleh diperangi.
Islam Dhohir
Hukum ke-Islam-an seorang dilihat dari penampakan lahirnya. Adapun hakikatnya Allah yang lebih tahu. Adakalanya seseorang dari sisi lahirnya adalah Islam namun batinnya kafir. Kekafiran yang ada pada orang muslim ada dua bentuk yaitu, kufur ridah dan kufur nifak. Kufur ridah terjadi pada orang muslim yang menampakkan kekafiran, sedangkan kufur nifak terjadi pada orang muslim yang menyembunyikan kekafiran.
Share:

Agama Adalah Nasihat


Hadits Ke-7


Dari Abu Ruqoyyah Tamiim bin Aus Ad-Daari rodhiyallohu’anhu, sesungguhnya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Agama itu adalah nasihat”. Kami (sahabat) bertanya: ”Untuk siapa?” Beliau bersabda: ”Untuk Alloh, kitab-Nya, rosul-Nya, pemimpin-pemimpin umat islam, dan untuk seluruh muslimin.” (HR.Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits ini sangat penting, karena mengandung seluruh agama.Yaitu mengandung hak Allah, hak rasul-Nya, dan hak hamba-Nya. Kewajiban penunaian hak-hak tersebut tekandung pada kata nasehat.

Lingkup Nasehat
Nasehat, pada asalnya berarti bersih dari campuran atau adanya keserasian hubungan.Pada hadits di atas, nasehat untuk umat secara umum dan para imam berarti kehendak baik dari nasih kepada mansuh, sebagaimana pengertian yang sering dipakai untuk mendefiniskan nasehat. Adapun nasehat untuk lainnya, sesuai dengan asal katanya, yaitu adanya keserasian hubungan. Dimana masing-masing memberikan hak pihak lain yang mesti ditunaikan.
1. Nasehat untuk Allah.
Adalah menunaikan hak Allah seperti telah tersebut pada pembahasan iman kepada Allah.
2. Nasehat untuk kitab-Nya.
Adalah menunaikan hak kitab-Nya Al-Qur’an, seperti, yakin bahwa Al-Qur’an kalamullah, mu’jizat terbesar diantara mu’jizat-mu’jizat yang pernah diberikan kepada para rasul, sebagai petunjuk dan cahaya. Selain itu juga membenarkan beritanya dan melaksanakan hukumnya.
3. Nasehat untuk Rasul-Nya.
Adalah menunaikan hak Rasulullah, seperti telah tersebut pada makna syahadat Muhammad rasulullah.
4. Nasehat untuk para imam.
Kata imam jika disebutkan secara mutlak maka berarti penguasa, dan adakalanya kata imam berarti ulama. Nasehat untuk para imam, meliputi imam dengan kedua arti tersebut.
Nasehat untuk penguasa adalah menunaikan haknya, seperti, taat dalam hal yang ma’ruf, tidak taat dalam kemaksiatan, tunduk dan tidak membangkang dan lain-lain yang merupakan hak penguasa yang telah dijelaskan dalam kitab dan sunah.
Nasehat untuk ulama adalah mencintai mereka karena kebaikannya dan jasanya pada umat berkat ilmunya, dan dakwahnya, menjaga kehormatan dan kewibawaannya serta menyebarkan fatwa- fatwanya.
5. Nasehat untuk awam kaum muslimin
adalah memberikan semua yang menjadi hak mereka demi terwujudnya maslahat dunia dan akherat mereka
Semua hak-hak diatas ada yang sifatnya wajib dan ada yang sunnah.
Share:

Dalil Halal & Haram Jelas


Hadits Ke-6


An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)[1]
Kedudukan Hadits
Tentang kedudukan hadits ini sudah disebutkan pada penjelasan hadits pertama.
Musytabihat
Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi, artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara mutlak, dimana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.
Musytabihat dapat terjadi dalam 2 keadaan sebagai berikut:
1. Ketika para ulama tawakuf tentang hukum suatu masalah.
2. Ketika seseorang yang bukan ulama merasa tidak mengetahui secara jelas tentang hukum suatu masalah.
Dalam kedua keadaan tersebut semestinya seseorang tidak melangkah sehingga perkaranya sudah jelas, baik tatkala ulamanya sudah tidak tawakuf lagi atau sudah menanyakan kepada ahlinya.
Menghindari Mustabihat Identik dengan Menjaga Agama dan Kehormatan
Orang mukmin berkewajiban untuk memelihara agama dan kehormatannya. Kewajiban ini bisa terlaksana dengan cara menghindari Mustabihat. Hal itu karena:
1. Dengan menghindari Mustabihat maka secara otomatis dia terhindar dari yang haram dan dengan terhindar dari yang haram terjagalah agamanya.
2. Adakalanya orang yang tidak menghindari Mustabihat akan dianggap orang yang rendah agamanya dan tidak memiliki ketaqwaan, dengan demikian ternodailah kehormatannya. Berbeda jika dia menghindari Mustabihat maka aggapan seperti itu akan jauh darinya, dengan demikian terjagalah kehormatannya.
Menerjang Mustabihat Identik dengan Menjerumuskan Diri ke dalam Keharaman
Orang mukmin dilarang melakukan sesuatu sehingga dia mengetahui hukumnya, maka seseorang yang menerjang Mustabihat dia akan terjerumus ke dalam yang haram ditinjau dari 2 sisi sebagai berikut :
1. Melanggar larangan, karena telah melakukan sesuatu yang belum jelas hukumnya.
2. Bisa jadi yang dia lakukan hukumnya haram sementara dia tidak menyadarinnya karena belum jelas hukumnya.
Sesuatu yang Diperselisihkan Hukumnya Tidak Identik dengan Mustabihat.Banyak masalah yang diperselisihkan status halal dan haramnya oleh para ulama. Tindakan menyelamatkan diri dari perbedaan ulama adalah suatu kemuliaan, namun tidak dalam seluruh masalah. Memilih pendapat yang lebih kuat, sekalipun dinilai haram oleh pihak yang lain, tidaklah termasuk menerjang Mustabihat apalagi menerjang keharaman.
Hati, Otak Dan Akal
Hati adalah tempat bersemayamnya akal dan rumah ruh. Akal adalah alat untuk memahami dan mangetahui baik-buruk dan benar-salah. Sedangkan otak adalah penyampai data kepada akal. Dengan demikian, yang bisa memahami dalil-dalil syariát adalah akal.

Catatan Kaki:

[1] Saya (Sofyan Efendi) mengambil hadits ke-6 ini langsung dari kitab Ringkasan Shahih Bukhari karya Al-Albani, karena saya melihat arti (terjemahan) yang disampaikan kurang tepat. Tulisan aslinya adalah sebagai berikut: Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Sesungguhnya sesuatu yang halal telah jelas serta yang haram juga telah jelas dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (yang masih samar/tidak jelas); yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)nya. Barangsiapa yang berhati-hati terhadap perkara syubhat, maka sesungguhnya dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus kepada perkara syubhat, pasti akan terjerumus kepada yang haram. Seperti halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan, sehingga dikhawatirkan hampir-hampir (menggembala) di dalamnya. Ingatlah bahwa tiap-tiap raja mempunyai larangan. Ingatlah bahwa larangan Alloh adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah jantung.” (HR. Bukhori dan Muslim). Padahal kalimat yang tepat bukan menyatakan "pasti", tapi "hampir-hampir" serta segumpal daging tersebut adalah "hati", bukan "jantung". Wallaahu'alam. Saya memohon ampun kepada Allah jika seandainya saya yang salah.
Share:

Nasib Manusia telah ditetapkan


Hadits Ke-4


Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan pangkal dalam bab taqdir, yaitu tatkala hadits tersebut menyebutkan bahwa taqdir janin meliputi 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan bahagia atau celakanya.
Perkembangan Janin
Janin sebelum sempurna menjadi janin melalui 3 fase, yaitu: air mani, segumpal darah, kemudian segumpal daging. Masing-masing lamanya 40 hari.
Janin sebelum berbentuk manusia sempurna juga mengalami 3 fase, yaitu:
1. Taswir, yaitu digambar dalam bentuk garis-garis, waktunya setelah 42 hari.
2. Al-Khalq, yaitu dibuat bagian-bagian tubuhnya.
3. Al-Barú, yaitu penyempurnaan.
Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr: 24, mengisyaratkan ketiga proses tersebut.
Hubungan Ruh dengan Jasad
Ruh dengan jasad memiliki keterkaitan yang berbeda sesuai dengan keadaan dan waktunya dalam 4 bentuk hubungan:
1. Tatkala di rahim. Hubungan keduanya lemah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad.
2. Tatkala di alam dunia. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad. Sementara hubungan keduanya sesuai dengan kebutuhan kehidupan jasad.
3. Tatkala di alam barzah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada ruh.
4. Tatkala di alam akhirat. Kehidupan ketika itu sempurna pada keduanya. Pada masa inilah hubungan keduanya sangat kuat.
Macam-macam Penulisan Taqdir
Allah menulis taqdir dalam 4 bentuk, yaitu:
1. Taqdir saabiq, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk di lauh mahfudz 50 ribu tahun sebelum penciptaan bumi dan langit.
2. Taqdir úmri, yaitu penulisan taqdir bagi janin ketika berusia 4 bulan.
3. Taqdir sanawi, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk setiap tahunnya pada malam lailatul qodr.
4. Taqdir yaumi, yaitu penulisan terhadap setiap kejadian setiap harinya.
Keempat macam penulisan taqdir tersebut memungkinkan terjadinya perubahan kecuali pada taqdir sabiq. Sebagaimana firman Allah: (Surat Ar-Ra’d: 39).
Taqdir Allah sama sekali bukan sebagai pemaksaan, Allah lebih tahu terhadap hambanya yang pantas mendapatkan kebaikan dan yang tidak.
Buah Iman kepada Taqdir
Beriman kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang mendalam akan nasib akhir hidupnya dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk beramal dan istiqomah dalam ketaatan demi mengharap khusnul khatimah.
Beriman kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Hati orang-orang yang shalih diantara 2 keadaan, yaitu khawatir tentang apa yang telah ditulis baginya atau khawatir tentang apa yang akan terjadi pada akhir hidupnya. Keadaan pertama hatinya para sabiqin dan keadaan ke-2 hatinya para abrar.
Rahasia Khusnul Khatimah dan Suúl Khatimah
Termasuk diantara kesempurnaan Allah yaitu menciptakan hamba dengan berbagai macam keadaan. Diantara hambanya ada yang khusnul khatimah sebagai anugrah semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan kejahatan dan diantara hambanya ada yang suúl khatimah sebagai keadilan semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan ketaatan. Hamba pada jenis yang terakhir ini bisa jadi pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya. Karena dalam suatu riwayat Rasulullah menyatakan bahwa amalan baik tersebut sekedar yang tampak pada manusia.
Share:

Rukun Islam


Hadits Ke-3


Dari Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”(HR.Bukhori dan Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang agung karena menyebutkan tonggak-tonggak Islam atau yang disebut dengan Rukun Islam. Berpangkal dari kelima rukun tersebut Islam dibangun.
Macam-macam penggunaan istilah Islam
Istilah islam digunakan dalam dua bentuk, yaitu:
1. Islam ‘Am berarti berserah diri kepada Allah dengan cara bertauhid, tunduk kepada-Nya dalam bentuk ketaatan serta bersih dan benci dari syirik dan penganutnya. Islam dalam pengertian ini merupakan ke-Islam-an makhluk secara umum tak seorangpun keluar dari ketentuan ini baik suka atau-pun terpaksa. Islam seperti ini-lah Islam yang diajarkan oleh seluruh rasul.
2. Islam Khos berarti Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam, yaitu: mencakup Islam dengan makna ‘am yang sesuai dengan tuntunan Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam. Jika istilah Islam datang secara mutlaq maka maksudnya adalah Islam khos.
Syahadatain
Syahadat tidaklah sah sehingga terkumpul padanya tiga hal: keyakinan hati, ucapan lisan dan menyampaikan kepada orang lain. Dalam kondisi tertentu terkadang diperbolehkan untuk tidak menyampaikan kepada orang lain. Makna syahadat “la ilaha illa’llahu” adalah menafikan hak disembah pada selain Allah dan menetapkan hanya Allah-lah yang berhak untuk disembah. Konsekuensinya harus mentauhidkan Allah dalam ibadah, oleh karena itu kalimat tersebut dinamakan sebagai kalimat tauhid.
Makna syahadat “Muhammad Rasulullah” adalah meyakini dan menyatakan bahwa Muhammad bin Abdillah adalah benar-benar utusan Allah yang mendapatkan wahyu berupa Kalamullah untuk disampaikan kepada manusia seluruhnya. Dan dia adalah penutup para Rasul. Konsekuensi dari syahadat ini yaitu membenarkan beritanya, mentaati perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah kepada Allah hanya dengan syar’iatnya .
Utusan Allah dari kalangan manusia mendapatkan wahyu melalui utusan Allah dari kalangan malaikat maka tidak-lah mereka langsung mendapatkan dari Allah kecuali pada sebagian, sesuai dengan kehendak Allah.
Hukum meninggalkan rukun Islam.
Hukum meninggalkan Rukun Islam dapat diperinci sebagai berikut:
1. Meninggalkan syahadatain hukumnya kafir secara ijma’.
2. Meninggalkan shalat hukumnya kafir menurut jumhur ulama atau ijma’ sahabat.
3. Meninggalkan rukun yang lainnya hukumnya tidak kafir menurut jumhur ulama.
Meninggalkan disini dalam arti tidak mengerjakan dengan meyakini kebenarannya dan kewajibannya, adapun jika tidak meyakini kebenarannya dan kewajibannya maka hukumnya kafir walaupun mengerjakannnya.
Pembagian Rukun Islam
Rukun islam terbagi menjadi empat kelompok yaitu:
1. Amal i’tiqodiyah yaitu syahadataian
2. Amal badaniyah yaitu solat dan puasa.
3. Amal maliyah yaitu Zakat.
4. Amal badaniyah dan maliyah yaitu haji.
Share:

Iman, Islam & Ihsan


Hadits Ke-2


Dari Umar rodhiyallohu’anhu juga, beliau berkata: Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata: ”Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam.” Kemudian Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam menjawab: ”Islam yaitu: hendaklah engkau bersaksi tiada sesembahan yang haq disembah kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh. Hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Romadhon, dan mengerjakan haji ke rumah Alloh jika engkau mampu mengerjakannya.” Orang itu berkata: ”Engkau benar.” Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman”. (Rosululloh) menjawab: ”Hendaklah engkau beriman kepada Alloh, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.”Orang tadi berkata: ”Engkau benar.” Lalu orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan.” (Beliau) menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.” Orang itu berkata lagi: ”Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat.” (Beliau) mejawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Orang itu selanjutnya berkata: ”Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya.” (Beliau) menjawab: ”Apabila budak melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.” Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi shollallohu ’alaihi wasallam bersabda: ”Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu ?”. Aku menjawab: ”Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda: ”Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.”(HR. Muslim).
Kedudukan Hadits
Materi hadits ke-2 ini sangat penting sehingga sebagian ulama menyebutnya sebagai “Induk sunnah”, karena seluruh sunnah berpulang kepada hadits ini.
Islam, Iman, dan Ihsan
Dienul Islam mencakup tiga hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya.
Ihsan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari iman, dan iman memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Islam. Tidaklah ke-Islam-an dianggap sah kecuali jika terdapat padanya iman, karena konsekuensi dari syahadat mencakup lahir dan batin. Demikian juga iman tidak sah kecuali ada Islam (dalam batas yang minimal), karena iman adalah meliputi lahir dan batin.
Perhatian!
Para penuntut ilmu semestinya paham bahwa adakalanya bagian dari sebuah istilah agama adalah istilah itu sendiri, seperti contoh di atas.
Iman Bertambah dan Berkurang
Ahlussunnah menetapkan kaidah bahwa jika istilah Islam dan Iman disebutkan secara bersamaan, maka masing-masing memiliki pegerttian sendiri-sendiri, namun jika disebutkan salah satunya saja, maka mencakup yang lainnya. Iman dikatakan dapat bertambah dan berkurang, namun tidaklah dikatakan bahwa Islam bertambah dan berkurang, padahal hakikat keduanya adalah sama. Hal ini disebabkan karena adanya tujuan untuk membedakan antara Ahlussunnah dengan Murjiáh. Murjiáh mengakui bahwa Islam (amalan lahir) bisa bertambah dan berkurang, namun mereka tidak mengakui bisa bertambah dan berkurangnya iman (amalan batin). Sementara Ahlussunnah meyakini bahwa keduanya bisa bertambah dan berkurang.
Istilah Rukun Islam dan Rukun Iman
Istilah “Rukun” pada dasarnya merupakan hasil ijtihad para ulama untuk memudahkan memahami dien. Rukun berarti bagian sesuatu yang menjadi syarat terjadinya sesuatu tersebut, jika rukun tidak ada maka sesuatu tersebut tidak terjadi.Istilah rukun seperti ini bisa diterapkan untuk Rukun Iman, artinya jika salah satu dari Rukun Iman tidak ada, maka imanpun tidak ada. Adapun pada Rukun Islam maka istilah rukun ini tidak berlaku secara mutlak, artinya meskipun salah satu Rukun Islam tidak ada, masih memungkinkan Islam masih tetap ada.
Demikianlah semestinya kita memahami dien ini dengan istilah-istilah yang dibuat oleh para ulama, namun istilah-istilah tersebut tidak boleh sebagai hakim karena tetap harus merujuk kepada ketentuan dien, sehingga jika ada ketidaksesuaian antara istilah buatan ulama dengan ketentuan dien, ketentuan dien lah yang dimenangkan.
Batasan Minimal Sahnya Keimanan
1. Iman kepada Allah.
Iman kepada Allah sah jika beriman kepada Rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, dan asma’ dan sifat-Nya.
2. Iman kepada Malaikat.
Iman kepada Malaikat sah jika beriman bahwa Allah menciptakan makhluk bernama malaikat sebagai hamba yang senantiasa taat dan diantara mereka ada yang diperintah untuk mengantar wahyu.
3. Iman kepada Kitab-kitab.
Iman kepada kitab-kitab sah jika beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab yang merupakan kalam-Nya kepada sebagian hambanya yang berkedudukan sebagai rasul. Diantara kitab Allah adalah Al-Qurán.
4. Iman kepada Para Rasul.
Iman kepada para rasul sah jika beriman bahwa Allah mengutus kepada manusia sebagian hambanya mereka mendapatkan wahyu untuk disampaikan kepada manusia, dan pengutusan rasul telah ditutup dengan diutusnya Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam.
5. Iman kepada Hari Akhir.
Iman kepada Hari Akhir sah jika beriman bahwa Allah membuat sebuah masa sebagai tempat untuk menghisab manusia, mereka dibangkitkan dari kubur dan dikembalikan kepada-Nya untuk mendapatkan balasan kebaikan atas kebaikannya dan balasan kejelekan atas kejelekannya, yang baik (mukmin) masuk surga dan yang buruk (kafir) masuk neraka. Ini terjadi di hari akhir tersebut.
6. Iman kepada Taqdir.
Iman kepada taqdir sah jika beriman bahwa Allah telah mengilmui segala sesuatu sebelum terjadinya kemudian Dia menentukan dengan kehendaknya semua yang akan terjadi setelah itu Allah menciptakan segala sesuatu yang telah ditentukan sebelumnya.
Demikianlah syarat keimanan yang sah, sehingga dengan itu semua seorang berhak untuk dikatakan mukmin. Adapun selebihnya maka tingkat keimanan seseorang berbeda-beda sesuai dengan banyak dan sedikitnya kewajiban yang dia tunaikan terkait dengan hatinya, lesannya, dan anggota badannya.
Taqdir Buruk
Buruknya taqdir ditinjau dari sisi makhluk. Adapun ditinjau dari pencipta taqdir, maka semuanya baik.
Makna Ihsan
Sebuah amal dikatakan hasan cukup jika diniati ikhlas karena Allah, adapun selebihnya adalah kesempurnaan ihsan. Kesempurnaan ihsan meliputi 2 keadaan:
1. Maqom Muraqobah yaitu senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah dalam setiap aktifitasnya, kedudukan yang lebih tinggi lagi.
2. Maqom Musyahadah yaitu senantiasa memperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut.
Share:

Ikhlas


Hadits Ke-1


Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)[1]
Kedudukan Hadits
Materi hadits pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).
Setiap Amal Tergantung Niatnya
Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.
Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
Pengaruh Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
1. Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
2. Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
a. Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
b. Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
c. Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.
Beribadah dengan Tujuan Dunia
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.
Hijrah
Makna hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’ dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Bentuk-bentuk Hijrah:
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.
Ketiga bentuk hijrah tersebut adalah pengaruh dari makna hijrah.
Share:

Kitab Zuhud Dan Kelembutan Hati


Kitab Zuhud Dan Kelembutan Hati



  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
    Rasulullah bersabda: Tiga perkara yang akan mengiringi mayit, yang dua akan kembali dan yang satu akan menetap. Ia akan diiringi oleh keluarganya, hartanya dan amal perbuatannya. Keluarga dan hartanya akan kembali dan tinggallah amal perbuatannya. (Shahih Muslim No.5260)
  • Hadis riwayat Amru bin Auf ra., ia berkata:
    Bahwa Rasulullah mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah ke Bahrain untuk memungut jizyahnya (upeti), karena Rasulullah telah mengadakan perjanjian damai dengan penduduk Bahrain dan mengangkat Alaa' bin Hadhrami sebagai gubernurnya. Kemudian Abu Ubaidah kembali dengan membawa harta dari Bahrain. Orang-orang Ansar mendengar kedatangan Abu Ubaidah lalu melaksanakan salat Subuh bersama Rasulullah. Setelah salat, beliau beranjak lalu mereka menghalanginya. Ketika melihat mereka beliau tersenyum dan bersabda: Aku tahu kalian telah mendengar bahwa Abu Ubaidah telah tiba dari Bahrain dengan membawa harta upeti. Mereka berkata: Benar, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Bergembiralah dan berharaplah agar mendapatkan sesuatu yang menyenangkan kamu sekalian. Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah jika kekayaan dunia dilimpahkan kepada kalian sebagaimana telah dilimpahkan kepada orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka. (Shahih Muslim No.5261)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Bahwa Rasulullah bersabda: Ketika seorang dari kalian memandang orang yang melebihi dirinya dalam harta dan anak, maka hendaklah ia juga memandang orang yang lebih rendah darinya, yaitu dari apa yang telah dilebihkan kepadanya. (Shahih Muslim No.5263)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Bahwa ia mendengar Nabi bersabda: Sungguhnya ada tiga orang Bani Israel, seorang berkulit belang, seorang berkepala botak dan yang lain matanya buta. Allah ingin menguji mereka, maka Dia mengirim malaikat. Malaikat ini mendatangi orang yang berkulit belang dan bertanya: Apa yang paling kamu sukai? Orang itu menjawab: Warna (kulit) yang bagus, kulit yang indah dan sembuhnya penyakit yang membuat orang jijik kepadaku. Malaikat tersebut mengusap tubuhnya, maka penyakitnya sembuh dan ia diberi warna yang bagus dan kulit yang indah. Malaikat bertanya lagi: Harta apa yang paling kamu senangi? Orang itu menjawab: Unta. Atau: Ia menjawab: Sapi. (Ishak ragu-ragu tentang itu). Lalu ia diberi unta yang hampir melahirkan lalu malaikat berkata: Semoga Allah memberkahinya untukmu. Kemudian ia mendatangi orang yang botak lalu bertanya: Apa yang paling kamu sukai? Orang itu berkata: Rambut yang indah dan sembuhnya penyakit yang membuat orang jijik kepadaku. Malaikat mengusapnya, maka penyakitnya sembuh dan ia diberi rambut yang indah. Malaikat bertanya lagi: Harta apa yang paling kamu senangi? ia menjawab: Sapi. Maka ia diberi sapi bunting lalu malaikat berkata: Semoga Allah memberkahinya untukmu. Kemudian malaikat mendatangi yang buta, lalu bertanya: Apa yang paling kamu sukai? Ia menjawab: Allah mengembalikan penglihatanku, sehingga aku dapat melihat manusia. Maka Malaikat mengusapnya, sehingga penglihatannya kembali normal. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apa yang paling kamu sukai? Ia menjawab: Kambing. Maka ia diberi kambing yang beranak. Selanjutnya semua binatang yang diberikan itu beranak-pinak sehingga orang yang berpenyakit belang dapat mempunyai unta satu lembah, yang botak mempunyai sapi satu lembah dan yang asalnya buta memiliki kambing satu lembah. Pada suatu ketika malaikat kembali mendatangi orang yang berpenyakit belang dalam bentuk dan cara seperti ia dahulu lalu berkata: Aku orang miskin yang telah terputus seluruh sumber rezeki dalam perjalananku, maka pada hari ini tidak ada lagi pengharapan, kecuali kepada Allah dan kamu. Demi Tuhan yang telah menganugerahimu warna yang bagus, kulit yang indah serta harta benda, aku minta seekor unta untuk membantuku dalam perjalanan. Orang itu berkata: Masih banyak sekali hak-hak yang harus kupenuhi. Maka malaikat itu berkata kepadanya: Aku seperti mengenal kamu, bukankah kamu yang dahulu berpenyakit kulit belang yang manusia jijik kepadamu, serta yang dahulu fakir lalu diberi harta oleh Allah? Orang itu berkata: Aku mewarisi harta ini secara turun-temurun. Malaikat berkata: Kalau kamu berdusta, semoga Allah menjadikan kamu seperti dahulu lagi. Setelah itu malaikat tadi mendatangi orang yang dahulu botak dalam bentuknya seperti dahulu lalu berkata kepadanya seperti apa yang dikatakannya kepada orang yang berkulit belang, dan orang itu menjawabnya seperti jawaban orang yang belang tadi. Maka malaikat berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah menjadikan kamu seperti dahulu lagi. Kemudian sesudah itu malaikat mendatangi orang yang dahulu buta dalam bentuk dan cara seperti dahulu lalu berkata: Aku orang miskin yang mengembara dan telah terputus seluruh sumber rezeki dalam perjalananku, maka pada hari ini tidak ada lagi pengharapan, kecuali kepada Allah dan kamu. Demi Tuhan yang telah memulihkan penglihatanmu, aku minta seekot kambing untuk membantuku dalam perjalanan. Orang itu berkata: Dahulu aku buta, lalu Allah memulihkan penglihatanku, maka ambillah apa yang kamu inginkan dan tinggalkanlah apa yang tidak kamu inginkan. Demi Allah aku tidak akan membebani kamu untuk mengembalikan sesuatu yang telah kamu ambil untuk Allah. Maka malaikat berkata: Peganglah hartamu itu semua, karena kamu sekalian hanya sekedar diuji, kamu telah diridai Tuhan, sedangkan kedua sahabatmu telah dimurkai Allah. (Shahih Muslim No.5265)
  • Hadis riwayat Saad bin Abu Waqqash ra., ia berkata:
    Demi Allah, aku adalah orang Arab pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah. Kami pernah berperang bersama Rasulullah dan tidak ada makanan yang dapat kami makan selain daun hublah dan daun samur (dua macam tanaman padang pasir), sehingga kotoran kami seperti kotoran kambing. Kemudian keesokan harinya Bani Asad mengajariku pengetahuan agama. Kalau demikian, sungguh aku telah gagal dan usahaku sia-sia. Dan Ibnu Numair tidak mengatakan: Kalau demikian. (Shahih Muslim No.5267)
  • Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
    Sejak berpindah ke Madinah, keluarga Muhammad tidak pernah merasa kenyang karena makan gandum selama tiga malam berturut-turut sampai beliau wafat. (Shahih Muslim No.5274)
  • Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
    Kami, keluarga Muhammad sering hidup selama satu bulan tidak menyalakan api (memasak), karena makananannya hanya kurma dan air. (Shahih Muslim No.5280)
  • Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
    Ketika Rasulullah wafat, di lemariku tidak ada sesuatu yang dapat dimakan manusia, kecuali setengah roti gandum yang berada dalam sebuah lemari milikku lalu aku memakan sebagian untuk beberapa lama, kemudian aku timbang ternyata telah habis. (Shahih Muslim No.5281)
  • Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
    Rasulullah wafat ketika orang-orang sudah kenyang memakan kurma dan air. (Shahih Muslim No.5284)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Dalam riwayat Ibnu Abbad: Demi Tuhan yang jiwa Abu Hurairah berada dalam genggaman-Nya, belum pernah Rasulullah membuat keluarganya kenyang selama tiga hari berturut-turut dengan roti gandum sampai beliau wafat. (Shahih Muslim No.5286)
1. Janganlah memasuki daerah kaum yang menganiaya diri mereka sendiri, kecuali dengan menangis
  • Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda kepada Ashabul Hijr: Janganlah kamu sekalian memasuki daerah kaum yang telah disiksa, kecuali jika kamu sekalian menangis. Kalau kamu tidak menangis, janganlah memasuki daerah mereka agar kalian tidak tertimpa apa yang menimpa mereka. (Shahih Muslim No.5292)
2. Berbuat baik kepada janda, orang miskin dan anak yatim
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Dari Nabi saw. beliau bersabda: Orang yang membiayai para janda dan orang miskin itu bagaikan seorang pejuang di jalan Allah. Aku mengira beliau menambahkan: Dan bagaikan orang yang selalu menjalankan salat malam tanpa henti atau bagaikan orang yang selalu berpuasa tanpa berbuka. (Shahih Muslim No.5295)
3. Orang yang menyekutukan Allah dalam amalnya (riya)
  • Hadis riwayat Jundub Al-Alaqiy ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa mencari popularitas dengan amal perbuatannya, maka Allah akan menyiarkan aibnya dan barang siapa yang riya dengan amalnya, maka Allah akan menampakkan riyanya. (Shahih Muslim No.5302)
4. Berucap satu kata buruk akan jatuh ke dalam neraka
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sungguh ada seorang hamba yang mengucapkan satu kata (buruk) sehingga ia terjerumus ke dalam neraka lebih dalam dari jarak antara timur dan barat. (Shahih Muslim No.5303)
5. Siksaan orang yang memerintahkan kebaikan, tetapi ia tidak mengerjakannya dan melarang berbuat kemungkaran, tetapi ia mengerjakannya
  • Hadis riwayat Usamah bin Zaid ra., ia berkata:
    Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Pada hari kiamat nanti seorang lelaki dilemparkan ke dalam neraka, lalu seluruh isi perutnya keluar, kemudian ia berputar membawa isi perutnya itu seperti seekor keledai memutari penggilingan. Lalu penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya: Hai Fulan, kanapa kamu disiksa seperti ini, bukankah kamu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran? Ia jawab: Benar, aku dahulu menyeru kepada kebaikan, tetapi aku tidak melakukannya dan mencegah kemungkaran namun aku tetap menjalankannya. (Shahih Muslim No.5305)
6. Larangan membuka aib sendiri
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Semua umatku akan ditutupi segala kesalahannya kecuali orang-orang yang berbuat maksiat dengan terang-terangan. Masuk dalam kategori berbuat maksiat terang-terangan adalah bila seorang berbuat dosa di malam hari kemudian Allah telah menutupi dosanya, lalu dia berkata (kepada temannya): Hai Fulan! Tadi malam aku telah berbuat ini dan itu. Allah telah menutupi dosanya ketika di malam hari sehingga ia bermalam dalam keadaan ditutupi dosanya, kemudian di pagi hari ia sendiri menyingkap tirai penutup Allah dari dirinya. (Shahih Muslim No.5306)
7. Mendoakan orang yang bersin dan makruh menguap
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
    Dua orang bersin di dekat Rasulullah saw., beliau mendoakan salah seorangnya dan membiarkan yang lain. Orang yang tidak didoakan itu berkata: Si Fulan bersin kemudian engkau mendoakannya, tetapi aku bersin, engkau tidak mendoakanku. Beliau bersabda: Orang ini memuji Allah tetapi kamu tidak memuji Allah. (Shahih Muslim No.5307)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Menguap itu termasuk dari (gangguan) setan, maka jika seorang dari kamu menguap, hendaklah ia menahan semampunya. (Shahih Muslim No.5310)
8. Tentang tikus jelmaan
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Satu kaum dari Bani Israel telah hilang-lenyap tanpa diketahui sebab apa yang telah dikerjakan dan tidak terlihat, kecuali (dalam bentuk) tikus. Tidakkah kamu lihat, jika (tikus tiu) diberi susu unta, ia tidak meminumnya, tetapi jika diberi susu kambing ia meminumnya. (Shahih Muslim No.5315)
9. Orang mukmin tidak boleh dua kali jatuh dalam lubang yang sama
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Seorang mukmin tidak boleh dua kali jatuh dalam lubang yang sama. (Shahih Muslim No.5317)
10. Larangan memuji secara berlebihan dan dikhawatirkan dapat menimbulkan akibat buruk bagi yang dipuji
  • Hadis riwayat Abu Bakrah ra., ia berkata:
    Seorang lelaki memuji orang lain di hadapan Nabi saw. maka beliau bersabda: Celaka kamu! Kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu! Beliau mengucapkannya berulang-ulang. Apabila seorang di antara kamu terpaksa harus memuji temannya, hendaklah ia berkata: Aku mengetahui kebaikan si Fulan namun Allah lebih mengetahui keadaannya, dan aku tidak memberikan kesaksian kepada siapa pun yang aku ketahui di hadapan Allah karena Allah lebih mengetahui keadaannya yang sebenarnya. (Shahih Muslim No.5319)
  • Hadis riwayat Abu Musa ra., ia berkata:
    Nabi saw. mendengar seorang memuji orang lain secara berlebih-lebihan, maka beliau bersabda: Sungguh kamu telah membinasakannya atau telah memotong punggung orang itu. (Shahih Muslim No.5321)
11. Tentang sikap berhati-hati dalam menerima hadis dan hukum mencatat ilmu
  • Hadis riwayat Aisyah ra.:
    Dari Urwah ia berkata: Abu Hurairah ra. pernah meriwayatkan suatu hadis dengan berkata: Wahai pemilik kamar, dengarkanlah! Wahai pemilik kamar, dengarkanlah! Ketika itu Aisyah sedang salat lalu setelah menyelesaikan salatnya, ia berkata kepada Urwah: Apakah kamu tidak mendengar ucapan orang ini tadi? Karena sesungguhnya Nabi saw. jika mengucapkan suatu hadis, jika ada yang menghitungnya, maka ia pasti dapat menghitungnya. (Shahih Muslim No.5325)
Share:

Sample Text

Copyright © Lentera Islam .NET - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com