Lentera Islam - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.

Menyembelih Kurban Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia.

Pertanyaan:
Bolehkah menyembelihkan kurban untuk orang yang telah meninggal dunia?

Jawaban:
الأضحية عن الغير: قال الشافعية: لا يضحى عن الغير بغير إذنه، ولا عن ميت إن لم يوص بها، لقوله تعالى: {وأن ليس للإنسان إلا ما سعى} [النجم:39/53] فإن أوصى بها جاز، وبإيصائه تقع له. ويجب التصدق بجميعها على الفقراء، وليس لمضحيها ولا لغيره من الأغنياء الأكل منها، لتعذر إذن الميت في الأكل.
وقال المالكية: وكره فعلها عن ميت إن لم يكن عينها قبل موته، فإن عينها بغير النذر، ندب للوارث إنفاذها.
وقال الحنفية والحنابلة: تذبح الأضحية عن ميت، ويفعل بها كعن حي من التصدق والأكل، والأجر للميت، لكن يحرم عند الحنفية الأكل من الأضحية التي ضحى بها عن الميت بأمره.

Berkurban untuk orang lain.
Menurut mazhab Syafi’i: tidak boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya. Tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika orang yang telah meninggal itu tidak meninggalkan wasiat untuk itu. Berdasarkan ayat: (Qs. An-n-Najm: 53). Jika orang yang meninggal itu meninggalkan wasiat sebelum meninggal, maka boleh menyembelihkan kurban untuknya, dengan wasiatnya itu maka pahala kurban tersebut menjadi miliknya dan seluruh daging kurban tersebut mesti diserahkan kepada fakir miskin. Orang yang menyembelihnya dan orang yang mampu tidak boleh memakannya karena orang yang telah meninggal tersebut tidak memberi izin untuk itu.

Menurut Mazhab Maliki: makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika ia tidak menyebutkannya sebelum ia meninggal dunia, jika ia menyatakannya dan bukan nazar, maka dianjurkan bagi ahli waris untuk melaksanakannya.

Mazhab Hanafi dan Hanbali: (boleh) menyembelih kurban untuk orang yang telah meninggal dunia, sama seperti kurban untuk orang yang masih hidup, dagingnya disedekahkan dan boleh dimakan (oleh orang yang melaksanakan kurban), sedangkan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia.
Akan tetapi menurut mazhab Hanafi haram hukumnya bagi orang yang melaksanakan kurban tersebut memakan daging kurban yang ia laksanakan untuk orang yang telah meninggal berdasarkan perintah dari orang yang telah meninggal.
(al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Syekh Wahbah az-Zuhaili, juz. 4, hal. 283).
Share:

Apakah yang dibaca ketika menyebelih kurban?

Apakah yang dibaca ketika menyebelih kurban?

Jawaban:
Bacaan ketika menyembelih hewan kurban adalah:
اَلَّلهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ صَلاَتِيْ، وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Ya Allah, dari-Mu dan untuk-Mu, shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, untu Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dengan itu aku diperintahkan dan aku adalah sebagian dari orang-orang muslim.

Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Imran bin Hushain dalam al-Mustadrak karya Imam al-Hakim dan hadits Jabir:
صليت مع رسول الله صلّى الله عليه وسلم عيد الأضحى، فلما انصرف، أتي بكبش، فذبحه، فقال: بسم الله ، والله أكبر، اللهم هذا عني، وعمن لم يضح من أمتي

“Saya shalat bersama Rasulullah Saw pada ‘Idul Adha, ketika beliau selesai, lalu diberikan seekor kambing kepadanya, kemudian beliau menyembelihnya seraya mengucapkan: ‘Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ya Allah, ini dariku dan dari orang-orang yang tidak berkurban dari umatku”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan at-Tirmidzi).

Imam al-Hasan berkata: (Jika menyembelih hewan kurban untuk orang lain), maka orang yang menyebelih tersebut mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ، هَذَا مِنْكَ وَلَكَ، تَقَبَّلْ مِنْ فُلاَنٍ
“Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ini dari-Mu dan untuk-Mu, terimalah dari si fulan”.
Share:

Apakah keutamaan puasa 10 hari awal bulan Dzulhijjah?

Jawaban:
Ada beberapa hadits yang menyebutkan keutamaan 10 hari di awal Dzulhijjah, diantaranya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّهُ قَالَ « مَا الْعَمَلُ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ أَفْضَلَ مِنَ الْعَمَلِ فِى هَذِهِ » . قَالُوا وَلاَ الْجِهَادُ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَىْءٍ » .
Dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah, beliau bersabda: “Tidak ada amal yang lebih utama daripada amal padahari ini (sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah)”. Mereka bertanya, “Tidak (juga) dengan jihad?”. Rasulullah Saw menjawab, “Tidak juga jihad, kecuali seseorang yang berjuang melawan musuh dengan dirinya dan hartanya (untanya dan peralatan perangnya), kemudian ia tidak kembali membawa apa pun”. (HR. Al-Bukhari).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ، وَلا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ أَيَّامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ التَّسْبِيحَ، وَالتَّكْبِيرَ، وَالتَّهْلِيلَ.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada hari yang lebih agung di sisi Allah dan tidak ada amal yang lebih disukai Allah daripada amal pada sepuluh hari ini (10 hari di awal bulan Dzulhijjah). Maka pada hari-hari itu perbanyaklah tasbih (ucapan Subhanallah), takbir (ucapan Allahu Akbar) dan Tahlil (Ucapan La ilaha illa Allah)”. (HR. Ath-Thabrani).
عَنِ جابر - رضي الله عنه - أنه - صلى الله عليه وسلم - ( ما من أيام أفضل عند الله من أيام عشر ذي الحجة )
Dari Jabir, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada hari yang lebih utama di sisi Allah daripada sepuluh hari (awal) Dzulhijjah”. (Mustakhraj Abi ‘Awanah dan Shahih Ibni Hibban).
Share:

Apakah keutamaan puasa hari ‘Arafah?

Apakah keutamaan puasa hari ‘Arafah?

Jawaban:
روى مسلم أن النبى صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم يوم عرفة فقال "يكفر السنة الماضية والباقية "
وروى النسائى بإسناد حسن أن صيامه يعدل صيام سنة،
وفى رواية حسنة للطبرانى أنه يعدل صيام سنتين ،
وفى راوية حسنة للبيهقى أنه يعدل صيام ألف يوم .

Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab, “(Puasa ‘Arafah mengampuni dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang”.
Imam Nasa’i meriwayatkan dengan sanad hasan bahwa puasa ‘Arafah sama dengan puasa setahun.
Dalam satu riwayat, dinyatakan hasan oleh Imam ath-Thabrani, bahwa puasa ‘Arafah sama dengan puasa dua tahun.
Dalam satu riwayat, dinyatakan hasan oleh Imam al-Baihaqi, bahwa puasa ‘Arafah sama dengan puasa seribu hari.
(Sumber: Fatawa al-Azhar, juz. 9, hal. 255).
Share:

menjual kulit hewan kurban?

Apakah boleh menjual kulit hewan kurban?
Jawaban:
ويحرم بيع جلد الأضحية وشحمها ولحمها وأطرافها ورأسها وصوفها وشعرها ووبرها ولبنها الذي يحلبه منها بعد ذبحها، واجبة كانت أو تطوعاً؛ لأن لنبي صلّى الله عليه وسلم أمر بقسم جلودها ونهى عن بيعها، فقال: «من باع جلد أضحيته، فلا أضحية له»
Haram hukumnya menjual kulit, lemak, daging, bagian-bagian ujung, kepala, bulu, rambut dan susu setelah disembelih. Apakah kurban wajib maupun kurban sunnat. Karena Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang menjual kulit hewan kurbannya, maka tiada kurban baginya”. (HR. al-Hakim).
(al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz. 4, hal. 281).
Share:

Apakah keutamaan berkurban?

Apakah keutamaan berkurban?
Jawaban:
Beberapa keutamaan melaksanakan ibadah kurban.
1. Melaksanakan syiar Islam, karena menyembelih hewan kurban adalah bagian dari menegakkan syiar Allah, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (36)
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur”. (Qs. Al-Hajj [22]: 36).

2. Sebagai bukti dan ungkapan ketakwaan kepada Allah:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37)
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”.(Qs. Al-Hajj [22]: 36).

3. Melaksanakan amal yang paling dicintai Allah dan sebagai sarana untuk mengampuni dosa:
ما عمل ابن آدم يوم النحر عملاً أحب إلى الله تعالى من إراقة الدم، إنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها وأشعارها، وإن الدم ليقع من الله عز وجل بمكان قبل أن يقع على الأرض، فطيبوا بها نفساً
“Tidak ada amal manusia pada hari nahar (10 Dzulhijjah) yang lebih disukai Allah daripada menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, kuku dan bulu-bulunya. Sesungguhnya Allah mengampuni orang yang berkurban sebelum tetes darah hewan kurban itu sampai ke tanah. Maka jadikanlah diri kamu baik dengan berkurban”. (HR. Al-Hakim, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi).
Share:

kulit/kepala/daging hewan kurban sebagai upah?

Apakah boleh memberikan kulit/kepala/daging hewan kurban sebagai upah?

Jawaban:
ولا يجوز إعطاء الجزار أو الذابح جلدها أو شيئاً منها كأجرة للذبح، لما روى علي رضي الله عنه قال : « أمرني رسول الله صلّى الله عليه وسلم أن أقوم على بُدْنه (أي عند نحرها)، وأن أقسم جلودها، وجلالها، وألا أعطي الجازر شيئاً منها» وقال: « نحن نعطيه من عندنا.

Tidak boleh memberikan kulit atau bagian dari hewan kurban sebagai upah untuk tukang potong, berdasarkan riwayat dari Imam Ali, beliau berkata: “Rasulullah Saw memerintahkan saya mengurus hewan kurban beliau (ketika menyembelihnya), agar saya membagi kulitnya dan kain penutupnya, dan agar saya tidak memberikan apa pun dari hewan tersebut kepada tukang potong”. Imam Ali berkata: “Kami memberikan (upah) kepada tukang potong dari (dana) kami sendiri”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
(al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz. 4, hal. 281).
Share:

Zakat Fitrah Dengan Uang?

Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Pertanyaan:
Apakah zakat fitrah mesti dalam bentuk makanan pokok? Atau boleh dalam bentuk uang?

Jawaban:
Menurut jumhur (mayoritas ulama), zakat fitrah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok:
وقال الجمهور : تؤدى زكاة الفطر من الحبوب والثمار المقتاتة وهي صاع
Jumhur ulama berpendapat: zakat fitrah ditunaikan dari biji-bijian dan buah-buahan yang dijadikan sebagai makanan pokok, sebanyak satu sha’.
(sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz: 3, halaman: 384).
Salah satu dalil jumhur ulama adalah:
حديث أبي سعيد الخدري: «كنا نخرج زكاة الفطر، إذ كان فينا النبي صلّى الله عليه وسلم صاعاً من طعام، أو صاعاً من شعير، أو صاعاً من تمر، أوصاعاً من زبيب، أوصاعاً من أقط»
Hadits Abu Sa’id al-Khudri: “Kami mengeluarkan zakat fitrah ketika Rasulullah Saw masih berada di tengah-tengah kami, satu sha’ makanan, atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ zabib (anggur yang dikeringkan), atau satu sha’ Aqith (susu yang dikeringkan)”.
(hadits ini dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Daud).

Menurut Mazhab Hanafi zakat fitrah boleh dibayarkan dalam bentuk uang:
دفع القيمة عندهم: يجوز عند الحنفية أن يعطي عن جميع ذلك القيمة دراهم أو دنانير أو فلوساً أو عروضاً أو ما شاء؛ لأن الواجب في الحقيقة إغناء الفقير، لقوله صلّى الله عليه وسلم : «أغنوهم عن المسألة في مثل هذا اليوم» والإغناء يحصل بالقيمة، بل أتم وأوفر وأيسر؛ لأنها أقرب إلى دفع الحاجة، فيتبين أن النص معلل بالإغناء.
Membayar Zakat fitrah dalam bentuk uang menurut Mazhab Hanafi: boleh hukumnya mengeluarkan zakat fitrah dari semua jenis biji-bijian dan buah-buahan yang telah disebutkan diatas dalam bentuk Dirham, atau Dinar, atau uang, atau barang-barang, atau apa saja. Karena yang wajib sebenarnya adalah memberikan kecukupan kepada orang-orang fakir. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Cukupkanlah mereka dari meminta-meminta pada hari ini (‘Idul Fitri)”. Mencukupkan fakir miskin itu telah terwujud dengan memberikan nilai biji-bijian dan buah-buahan tersebut, bahkan lebih sempurna, lebih memenuhi kebutuhan dan lebih mudah, karena lebih mendekati kepada memenuhi kebutuhan mereka. Maka jelaslah bahwa kandungan nash tersebut adalah mencukupkan kebutuhan para fakir miskin.
(Sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz: 3, halaman: 393).
Share:

Baca Sajadah Shubuh Jum'at?

Hadits Tentang Baca Surat as-Sajadah Pada Shalat Shubuh Hari Jum’at.

Sumber: Shahih Muslim, Kitab: al-Jumu’ah (hari Jum’at), Bab: Ma Yuqra’u fi al-Jumu’ah (apa yang dibaca pada hari Jum’at), juz: 2, halaman: 599, no. 880. Penerbit: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, Beirut.
Ditahqiq oleh: Syekh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi.
Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

65 - ( 880 ) حدثني زهير بن حرب حدثنا وكيع عن سفيان عن سعد بن إبراهيم عن عبدالرحمن الأعرج عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم :
أنه كان يقرأ في الفجر يوم الجمعة الم تنزيل وهل أتى
65 (880) Zuhair bin Harb meriwayatkan kepada saya; Waki’ meriwayatkan kepada kami, dari Sufyan, dari Sa’ad bin Ibrahim, dari Abdurrahman al-A’raj, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. Sesungguhnya Rasulullah Saw membaca pada shalat Shubuh hari Jum’at, surah Alif Lam Mim Tanzil (as-Sajadah) dan surah Hal Ata (al-Insan).

Sumber: Misykat al-Mashabih, karya Imam Muhammad bin Abdillah al-Khathib at-Tibrizi, Penerbit: al-Maktab al-Islamy, Beirut. Cetakan ketiga, tahun 1405H/1985M. Ditahqiq Oleh: Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani.

وعن أبي هريرة قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم يقرأ في الفجر يوم الجمعة ب ( الم تنزيل )
في الركعة الأولى وفي الثانية ( هل أتى على الإنسان )
Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah Saw membaca pada shalat Shubuh hari Jum’at surah Alif Lam Tanzil (As-Sajadah) pada rakaat pertama dan pada rakaat kedua surah Hal Ata ‘Ala al-Insan.
Share:

Shalat Lihat Qur'an

Sumber: Fatawa Mu’ashirah - Kementerian Wakaf Mesir, juz: 1, hal: 6.
Mufti Syekh Ali Jum’ah
Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadmorocco.blogspot.com
somadku@yahoo.com

الموضوع: المسك بالمصحف والقراءة منه أثناء الصلاة.
Judul: Memegang Mushaf al-Qur’an dan Membacanya Ketika Shalat
السؤال:
اطلعنا على الطلب الوارد إلينا عن طريق الإنترنت - المقيد برقم 1794 لسنة 2003 المتضمن :- لي سؤال يتلخص في هل هو صح أم خطأ قيام البعض بالمسك بالمصحف والقراءة منه أثناء الصلاة وهل لهذه القراءة من المصحف في الصلاة فضل أم ماذا ، وان كنت ألاحظ ذلك وافعله شخصيا في رمضان عندما أصلي القيام بالمسجد ونيتي في ذلك هو الانتهاء من ختم المصحف سريعا فهل هذا صحيح وان كان صحيحاً فهل يجوز أن امسك المصحف بيدي واقلب صفحاته أم أن يكون المصحف على حامل أمامي ؟
Pertanyaan:
Kami telah memperhatikan permohonan yang datang kepada kami lewat internet, tercatat no. 1794 tahun 2003, berisi: Saya ada pertanyaan, ringkasnya: apakah benar atau keliru jika seseorang memegang mushaf al-Qur’an dan membacanya ketika shalat. Apakah bacaan dari mushaf al-Qur’an tersebut memiliki keutamaan. Saya memperhatikan hal itu dan saya sendiri pun melakukannya pada bulan Ramadhan ketika saya melaksanakan shalat Qiyamullail di masjid, niat saya melakukan itu agar khatam al-Qur’an dengan cepat. Apakah itu benar? Jika benar, apakah saya boleh memegang mushaf al-Qur’an dengan tangan saya dan membolak-balik lembaran mushaf al-Qur’an? Atau mushaf al-Qur’an diletakkan diatas alat penopang di depan saya?
المفتى : فضيلة الاستاذ الدكتور/ علي جمعة.
الجواب:
يذهب كثير من الفقهاء إلى جواز القراءة من المصحف في صلاة النفل والفريضة ، واستدلوا بما رواه مالك من أن ذكوان مولى السيدة عائشة رضى الله عنها كان يقوم في رمضان من المصحف وأنه ليس هناك دليل على المنع.
وبالنسبة لتقليب أوراق المصحف فلا بأس فيه مع مراعاة أن يكون ذلك في أضيق نطاق حتى لا يخرج المصلي عن خشوعه المطلوب شرعاً في الصلاة وإن كان الأولى والأفضل أن يصلي بالناس الحافظ للقرآن وأن يستمع المأموم لقراءة الإمام حتى لا ينشغل أيا منهما عن الخشوع في الصلاة بتقليب أوراق المصحف وكثرة الحركات الخارجة عن الصلاة.
وبناءً على ما سبق وفي واقعة السؤال :- فقيام بعضهم بإمساك المصحف والقراءة منه أثناء الصلاة وتقليب أوراقه سواءً كان المصحف بيد المصلىِ أو على حامل صحيح شرعاً كما أنه ليس للقراءة من المصحف أثناء الصلاة فضل على قراءة المصلىِ من حفظه بل إن قراءة المصلىِ من حفظه أولى وأقرب إلى الخشوع.
والله سبحانه وتعالى أعلم.

Mufti: Prof. DR. Syekh Ali Jum’ah (Mufti Mesir).
Jawaban:
Sebagian besar ahli Fiqh memperbolehkan membaca al-Qur’an dari mushaf ketika shalat, baik shalat sunnat ataupun shalat wajib. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik bahwa Dzakwan Mawla ‘Aisyah melaksanakan shalat Qiyamullail pada bulan Ramadhan dengan membaca dari mushaf al-Qur’an, dan tidak ada dalil yang melarangnya.
Adapun membalik lembaran al-Qur’an, maka itu dibolehkan, dengan tetap memperhatikan dan meminimalisir gerakan agar orang yang shalat tersebut tidak keluar dari khusyu’ yang mesti menurut syariat. Yang lebih utama sebenarnya agar yang memimpin shalat itu seorang yang hafizh, agar ma’mum dapat mendengarkan bacaan imam sehingga ma’mum dan imam tidak sibuk sehingga tidak khusyu’ dalam shalat dengan membolak-balik lembaran-lembaran mushaf al-Qur’an dan banyak membuat gerakan-gerakan di luar shalat.
Berdasarkan pertanyaan diatas, maka memegang mushaf dan membaca dari mushaf ketika shalat serta membolak-balik lembaran mushaf, apakah dengan tangan atau dengan alat, maka itu dibenarkan menurut syariat. Membaca dari mushaf tidak lebih utama daripada membaca dari hafalan, bahkan orang yang shalat membaca al-Qur’an dari hafalannya, itu lebih utama dan lebih mendekatkan diri kepada kekhusyu’an.
Wallahhu a’lam.
Share:

Sample Text

Copyright © Lentera Islam .NET - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com