Pertanyaan:
Bagaimanakah posisi duduk pada Tasyahhud Akhir? Apakah Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri)? Atau duduk Tawarruk (menempelkan pantat ke lantai)?
Jawaban:
Ulama tidak sepakat dalam masalah ini:
Menurut Mazhab Hanafi:
Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir sama-sama duduk Iftirasy.
Menurut Mazhab Maliki:
Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir sama-sama duduk Tawarruk.
Menurut Mazhab Syafi’i:
Tasyahhud Awal duduk Iftirasy dan Tasyahhud Akhir duduk Tawarruk.
Tasyahhud Akhir pada shalat shubuh juga duduk Tawarruk, karena duduk terakhir.
Mazhab Hanbali:
Tasyahhud Awal duduk Iftirasy dan Tasyahhud Akhir duduk Tawarruk.
Pada shalat hanya dua rakaat, maka Tasyahhud Akhir duduk Iftirasy.
Lengkapnya dapat dilihat dalam keterangan berikut ini:
صفة الجلوس للتشهد الأخير عند الحنفية، كصفة الجلوس بين السجدتين، يكون مفترشاً كما وصفنا، سواء أكان آخر صلاته أم لم يكن، بدليل حديث أبي حميد الساعدي في صفة صلاة رسول الله صلّى الله عليه وسلم «أن النبي صلّى الله عليه وسلم جلس ـ يعني للتشهد ـ فافترش رجله اليسرى، وأقبل بصدر اليمنى على قبلته» (رواه البخاري، وهو حديث صحيح حسن (نيل الأوطار: 2/275) وقال وائل بن حجر: «قدمت المدينة، لأنظرن إلى صلاة رسول ا لله صلّى الله عليه وسلم ، فلما جلس ـ يعني للتشهد ـ افترش رجله اليسرى، ووضع يده اليسرى على فخذه اليسرى، ونصب رجله اليمنى» (أخرجه الترمذي، وقال: حديث حسن صحيح (نصب الراية: 1/419، نيل الأوطار: 2/273)
وقال المالكية: يجلس متوركاً في التشهد الأول والأخير (الشرح الصغير: 1/329 ومابعدها) ، لما روى ابن مسعود «أن النبي صلّى الله عليه وسلم كان يجلس في وسط الصلاة وآخرها متوركاً» (المغني: 1/533) .
وقال الحنابلة والشافعية: يسن التورك في التشهد الأخير، وهو كالافتراش، ولكن يخرج يسراه من جهة يمينه ويلصق وركه بالأرض، بدليل ما جاء في حديث أبي حميد الساعدي: «حتى إذا كانت الركعة التي تنقضي فيها صلاته، أخرَّ رجله اليسرى، وقعد على شقه متوركاً، ثم سلَّم» (رواه الخمسة إلا النسائي، وصححه الترمذي، ورواه البخاري مختصراً (نيل الأوطار: 2/184) والتورك في الصلاة: القعود على الورك اليسرى، والوركان: فوق الفخذين كالكعبين فوق العضدين. لكن قال الحنابلة: لا يتورك في تشهد الصبح؛ لأنه ليس بتشهدٍ ثانٍ، والذي تورك فيه النبي بحديث أبي حميد هو التشهد الثاني للفرق بين التشهدين، وما ليس فيه إلا تشهد واحد لا اشتباه فيه، فلاحاجة إلى الفرق.
والخلاصة: إن التورك في التشهد الثاني سنة عند الجمهور، وليس بسنة عند الحنفية.
Mazhab Hanafi:
Bentuk duduk Tasyahhud Akhir menurut Mazhab Hanafi seperti bentuk duduk antara dua sujud, duduk Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri), apakah pada Tasyahhud Awal atau pun pada Tasyahhud Akhir. Berdasarkan dalil hadits Abu Humaid as-Sa’idi dalam sifat Shalat Rasulullah Saw: “Sesungguhnya Rasulullah Saw duduk –maksudnya duduk Tasyahhud-, Rasulullah Saw duduk di atas telapak kaki kiri, ujung kaki kanan ke arah kiblat”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari, hadits shahih hasan (Nail al-Authar: 2/275). Wa’il bin Hujr berkata: “Saya sampai di Madinah untuk melihat Rasulullah Saw, ketika beliau duduk –maksudnya adalah duduk Tasyahhud- Rasulullah Saw duduk di atas telapak kaki kiri, Rasulullah Saw meletakkan tangan kirinya di atas paha kiri, Rasulullah Saw menegakkan (telapak) kaki kanan”. (Hadits riwayat at-Tirmidzi, ia berkata: “Hadits hasan shahih”. (Nashb ar-Rayah: 1/419) dan Nail al-Authar: 2/273).
Menurut Mazhab Maliki:
Duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Awal dan Akhir. (Asy-Syarh ash-Shaghir: 1/329 dan setelahnya). Berdasarkan riwayat Ibnu Mas’ud: “Sesungguhnya Rasulullah Saw duduk di tengah shalat dan di akhir shalat dengan duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai). (al-Mughni: 1/533).
Menurut Mazhab Hanbali dan Syafi’i:
Disunnatkan duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Akhir, seperti Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri), akan tetapi dengan mengeluarkan kaki kiri ke arah kanan dan pantat menempel ke lantai. Berdasarkan dalil hadits Abu Humaid as-Sa’idi: “Hingga ketika pada rakaat ia menyelesaikan shalatnya, Rasulullah Saw memundurkan kaki kirinya, Rasulullah Saw duduk di atas sisi kirinya dengan pantat menempel ke lantai, kemudian Rasulullah Saw mengucapkan salam”. (diriwayatkan oleh lima Imam kecuali an-Nasa’i. Dinyatakan shahih oleh at-Tirmidzi. Diriwayatkan al-Bukhari secara ringkas. (Nail al-Authar: 2/184). Duduk Tawarruk (menempelkan pantat ke lantai) dalam shalat adalah: duduk dengan sisi pantat kiri menempel ke lantai. Makna al-Warikan adalah: bagian pangkal paha, seperti dua mata kaki di atas dua otot.
Pendapat Mazhab Hanbali:
Akan tetapi tidak duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada duduk Tasyahhud pada shalat Shubuh, karena itu bukan Tasyahhud Kedua. Rasulullah Saw duduk Tawarruk berdasarkan hadits Abu Humaid adalah pada Tasyahhud Kedua, untuk membedakan antara dua Tasyahhud. Adapun shalat yang hanya memiliki satu Tasyahhud, maka tidak ada kesamaran di dalamnya, maka tidak perlu perbedaan.
Kesimpulan: duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Kedua adalah Sunnat menurut jumhur ulama, tidak sunnat menurut Mazhab Hanafi.
(Sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Syekh Wahbah az-Zuhaili: juz.2, hal.44).
فَإِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى ، وَإِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ .
Ketika Rasulullah Saw duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan. Ketika Rasulullah Saw duduk pada rakaat terakhir, beliau memajukan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan, beliau duduk di atas tempat duduknya.
(Hadits riwayat Imam al-Bukhari).
قَوْلُهُ : ( وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَة الْآخِرَة إِلَخْ )
فِي رِوَايَة عَبْد الْحَمِيد " حَتَّى إِذَا كَانَتْ السَّجْدَة الَّتِي يَكُون فِيهَا التَّسْلِيم "
وَفِي رِوَايَته عِنْد اِبْن حِبَّان " الَّتِي تَكُون خَاتِمَة الصَّلَاة أَخْرَجَ رِجْله الْيُسْرَى وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شِقّه الْأَيْسَر "
زَادَ اِبْن إِسْحَاق فِي رِوَايَته " ثُمَّ سَلَّمَ "
وَفِي رِوَايَة عِيسَى عِنْد الطَّحَاوِيّ " فَلَمَّا سَلَّمَ سَلَّمَ عَنْ يَمِينه سَلَام عَلَيْكُمْ وَرَحْمَة اللَّه وَعَنْ شِمَاله كَذَلِكَ "
وَفِي رِوَايَة أَبِي عَاصِم عَنْ عَبْد الْحَمِيد عِنْد أَبِي دَاوُدَ وَغَيْره " قَالُوا - أَيْ الصَّحَابَة الْمَذْكُورُونَ - صَدَقْت ، هَكَذَا كَانَ يُصَلِّي "
وَفِي هَذَا الْحَدِيث حُجَّة قَوِيَّة لِلشَّافِعِيِّ وَمَنْ قَالَ بِقَوْلِهِ فِي أَنَّ هَيْئَة الْجُلُوس فِي التَّشَهُّد الْأَوَّل مُغَايِرَة لِهَيْئَةِ الْجُلُوس فِي الْأَخِير ،
وَخَالَفَ فِي ذَلِكَ الْمَالِكِيَّة وَالْحَنَفِيَّة فَقَالُوا : يُسَوِّي بَيْنهمَا ،
لَكِنْ قَالَ الْمَالِكِيَّة : يَتَوَرَّك فِيهِمَا كَمَا جَاءَ فِي التَّشَهُّد الْأَخِير ، وَعَكَسَهُ الْآخَرُونَ .
وَقَدْ قِيلَ فِي حِكْمَة الْمُغَايَرَة بَيْنهمَا أَنَّهُ أَقْرَب إِلَى عَدَم اِشْتِبَاه عَدَد الرَّكَعَات ،
وَلِأَنَّ الْأَوَّل تَعْقُبهُ حَرَكَة بِخِلَافِ الثَّانِي ، وَلِأَنَّ الْمَسْبُوق إِذَا رَآهُ عَلِمَ قَدْر مَا سُبِقَ بِهِ ،
وَاسْتَدَلَّ بِهِ الشَّافِعِيّ أَيْضًا عَلَى أَنَّ تَشَهُّد الصُّبْح كَالتَّشَهُّدِ الْأَخِير مِنْ غَيْره لِعُمُومِ قَوْلُهُ " فِي الرَّكْعَة الْأَخِيرَة " ،
وَاخْتَلَفَ فِيهِ قَوْل أَحْمَد ، وَالْمَشْهُور عَنْهُ اِخْتِصَاص التَّوَرُّك بِالصَّلَاةِ الَّتِي فِيهَا تَشَهُّدَانِ .
“Ketika Rasulullah Saw duduk pada rakaat terakhir ... dan seterusnya”.
Dalam riwayat ‘Abd al-Hamid: “Hingga ketika pada sujud yang padanya ada salam (sujud terakhir)”.
Dalam riwayat Ibn Hibban: “Yang pada penutup shalat, Rasulullah Saw mengeluarkan kaki kirinya, Rasulullah Saw duduk Tawarruk (menempelkan pantat ke lantai) pada sisi kiri”.
Ibnu Ishaq menambahkan pada riwayatnya: “Kemudian Rasulullah Saw mengucapkan salam”.
Dalam riwayat Isa pada ath-Thahawi: “Ketika Rasulullah Saw mengucapkan salam, pada salam ke kanan beliau mengucapkan: ‘Assalamu’alaikum wa rahmatullah’. Demikian juga ketika salam ke kiri.
Dalam riwayat Abu ‘Ashim dari ‘Abd al-Hamid pada riwayat Abu Daud dan lainnya: “Mereka –para shahabat yang disebutkan dalam riwayat- berkata: “Engkau benar, demikianlah Rasulullah Saw melaksanakan shalat”.
Dalam hadits ini terdapat dalil kuat bagi Imam Syafi’i dan ulama yang sependapat dengannya bahwa bentuk duduk pada Tasyahhud Awal berbeda dengan bentuk duduk Tasyahhud Akhir.
Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi berbeda dengan ini, menurut mereka: Tidak ada perbedaan antara Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir.
Akan tetapi Mazhab Maliki berkata: Duduk Tawarruk pada Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir,
Mazhab lain berbeda dengan ini.
Ada yang berpendapat bahwa hikmah adanya perbedaan cara duduk pada Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir agar tidak terjadi kesamaran pada jumlah rakaat.
Juga karena Tasyahhud Awal diiringi gerakan berikutnya, berbeda dengan Tasyahhud Akhir.
Juga karena orang yang masbuq apabila ia melihat cara duduk tersebut, ia mengetahui berapa rakaat yang tertinggal.
Mazhab Syafi’i juga berdalil bahwa duduk Tasyahhud pada shalat Shubuh seperti duduk Tasyahhud Akhir pada shalat yang lain karena lafaz yang bersifat umum: [فِي الرَّكْعَة الْأَخِيرَة ] pada rakaat terakhir.
Berbeda dengan pendapat Imam Ahmad, pendapat yang masyhur darinya bahwa duduk Tawarruk hanya khusus pada shalat yang memiliki dua Tasyahhud (Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir).
(Sumber: Fath al-Bari, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani).