Lentera Islam - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.

Harta dan Kewajibannya.


Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
S1 Al-Azhar, Mesir. S2 Dar Al-Hadith, Maroko.
Anggota Komisi Pengembangan, Badan Amil Zakat (BAZ) Provinsi Riau. Dosen UIN Suska.

Islam dan Harta.
Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah”. (Qs. Al-Munafiqun [63]: 9).
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan”. (Qs. Al-Anfal [8]: 28).
Sekilas kelihatannya Islam mengajarkan umatnya membenci harta, karena harta hanya akan menjadi cobaan dan melalaikan dari Allah Swt. Akan tetapi kita tidak dapat menarik kesimpulan hanya dari satu atau dua ayat. Karena dalam ayat lain diperintahkan untuk mencari karunia Allah Swt setelah melaksanakan ibadah:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah”. (Qs. Al-Jumu’ah [62]: 10).
Bahkan saat melaksanakan ibadah sekalipun dibenarkan mencari harta:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”.  (Qs. Al-Baqarah [2]: 198). Ayat ini bercerita tentang jamaah haji yang membawa barang dagangan ketika musim haji.
Dalam kehidupan kaum muslimin generasi awal dapat kita lihat bahwa mereka tidak meninggalkan usaha mencari harta, oleh sebab itu orang-orang Muhajirin tetap berdagang dan orang-orang Anshar tetap bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan dalah sebuah hadits Rasulullah Saw nyatakan:
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Seorang pedagang yang jujur dan amanah bersama para nabi, orang-orang yang benar dan para syuhada”. (HR. At-Tirmidzi).
                Islam tidak hanya menganjurkan umatnya mencari harta, bahkan harta dijadikan sebagai standar ukuran derajat seorang hamba di hadapan Allah Swt.
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
“Seorang mukmin yang yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).
                Bahkan sebagian ibadah pilihan dalam Islam hanya dapat dilakukan jika seorang mukmin memiliki harta, misalnya ibadah haji yang merupakan puncak rukun Islam membuntuhkan finansial yang besar, biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi, disamping biaya tambahan lainnya.

Harta di Dalam Harta.
Ajaran tolong menolong merupakan anjuran semua agama, akan tetapi konsep ada harta orang miskin di dalam harta orang yang kaya, ini hanya ada dalam agama Islam. Allah Swt berfirman:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (24) لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (25)
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (Qs. al-Ma’arij [70]: 24-25).
Ketika orang yang mampu memberi kepada orang yang tidak mampu, maka ia tidak merasa telah memberi, akan tetapi ia baru saja mengeluarkan harta orang lain dari harta miliknya. Demikian juga sebaliknya, orang miskin yang menerima tidak merasa hina, karena ia baru saja menerima harta miliknya yang dititipkan Allah dalam harta orang lain. Pertanyaan yang mungkin muncul, mengapa Allah Yang Maha Kuasa tidak memberikan langsung? Mengapa mesti lewat perantaraan orang lain? Sesungguhnya disanalah letak kebijaksanaan Allah Swt. Ujian yang diberikan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya untuk menguji keimanan mereka dalam berbagai macam bentuk. Semua ujian itu untuk membentuk manusia menjadi manusia yang sempurna dalam pandangan Allah Swt. Mata diuji dengan perintah menundukkan pandangan dan bangun tengah malah melawan kantuk. Kaki diuji dengan perintah jihad, melangkah ke masjid dan silaturahim. Perut diuji dengan melaksanakan puasa menahan nafsu makan dan minum. Ada saatnya ujian datang pada sikap kecintaan terhadap harta benda, seorang mukmin yang menyerahkan hidupnya hanya kepada Allah mesti menerima keputusan Allah bahwa dalam harta yang ia miliki ada harta orang lain yang mesti ia berikan. Dalam 40 ekor kambing ada satu ekor kambing milik orang lain. Dalam 653 kg hasil panen gandum, ada 10 (tadah hujan) atau 5 persen (dengan irigasi) milik orang lain. Dalam 85 gr emas ada 2,5 persen milik orang lain yang mesti dikeluarkan. Ketika memahami harta sebagai ujian, maka sadarlah seorang mukmin bahwa ia sedang diuji oleh Allah Swt, apakah ia bersyukur atau tidak, syukur tidak hanya dalam ucapan lidah akan tetapi dalam bentuk sikap keikhlasan untuk mengeluarkan milik orang lain yang dititipkan Allah Swt dalam harta benda yang mereka usahakan.

Sanksi Tidak Menunaikan Kewajiban Harta.
Islam tidak hanya mengajarkan Tauhid dan Akhlaq, tapi juga mewajibkan hukuman. Ketika kewajiban tidak ditunaikan, maka hukuman siap menanti untuk dijatuhkan. Berkaitan dengan sikap keengganan menunaikan kewajiban harta, Allah menyebutkan hukuman yang akan diterima kelak di akhirat:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (35)
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (Qs. at-Taubah [9]: 34-35).
                Ketika seseorang tidak mengeluarkan kewajiban hartanya, berarti ia telah memakan harta orang lain yang dititipkan Allah Swt dalam hartanya, maka sesungguhnya ia telah memakan harta yang haram, meskipun pada lahirnya kelihatan halal karena harta itu hasil usahanya, tapi haram dalam pandangan Allah Swt. Dampak dari makanan yang haram itu menghalangi terkabulnya doa yang dipanjatkan kepada Allah Swt.  Dalam sebuah hadits dinyatakan:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Kemudian Rasulullah Saw menyebutkan seseorang dalam perjalanan panjang, rambutnya kusut dan berdebu, ia tengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berucap, “Ya Allah, ya Allah”. Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia diberi makanan yang haram, apakah mungkin doanya akan diperkenankan?!”. (HR. Muslim).
                Kelak semua manusia akan dihadapkan ke hadapan Allah Swt untuk mempertanggungjawabkan semua yang telah ia lakukan, akhir dari pertanggungjawaban itu adalah ditempatkannya manusia di tempat kenikmatan dan azab. Yang merasakan kenikmatan dan azab itu bukanlah ruh semata, akan tetapi fisik manusia ikut merasakannya. Tubuh yang terdiri dari darah dan daging jika ia berasal dari yang haram, maka tidak ada tempat lain kecuali api neraka, demikian pesan Rasulullah Saw kepada Ka’ab bin ‘Ujrah:
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari yang haram, api neraka lebih utama baginya”. (HR. Ahmad).
                 Semoga harta benda yang kita miliki tidak berubah menjadi azab, penghalang doa dan mengharamkan kita untuk masuk ke dalam surga tempat keabadian.







Share:

Jamin 6 Perkara, Surga Sebagai Balasan.


Teks Hadits
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ
 « اضْمَنُوا لِى سِتًّا مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَضْمَنْ لَكُمُ الْجَنَّةَ
 اصْدُقُوا إِذَا حَدَّثْتُمْ
 وَأَوْفُوا إِذَا وَعَدْتُمْ
وَأَدُّوا إِذَا ائْتُمِنْتُمْ
وَاحْفَظُوا فُرُوجَكُمْ
وَغُضُّوا أَبْصَارَكُمْ
وَكُفُّوا أَيْدِيَكُمْ ».
Terjemah:
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda:
“Jaminkan terhadap diri kamu enam perkara, 
maka akan aku jamin surga untuk kamu:
Benarlah, jika bicara.
Penuhi, jika berjanji.
Tunaikan, jika diberi amanah.
Jagalah kemaluan.
Tundukkan pandangan.
Tahan perbuatan tangan”.

(Hadits Riwayat Imam Ahmad bin Hanbal).
Share:

Hadits: Menahan Amarah, Menjaga Lidah dan Memohon Ampunan Allah Swt.

Teks Hadits:
 عن أنس بن مالك يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (من كف غضبه كف الله عنه عذابه، ومن خزن لسانه ستر
  الله عورته، ومن اعتذر إلى الله قبل الله عذره)

 Terjemah:
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang menahan amarahnya, maka Allah akan menahan azab darinya. Siapa yang menjaga lidahnya, maka Allah akan menutupi aibnya. Siapa yang memohon ampun kepada Allah, maka Allah akan menerimanya”. (terdapat perbedaan susunan antara beberapa riwayat).

Sumber:
Musnad Abi Ya’la al-Maushili, Syu’ab al-Iman Imam al-Baihaqi, Ibnu Abi ad-Dunia dalam Dzam al-Ghadhab.

Status Hadits: Hadits Hasan, Shahih Kunuz as-Sunnah.
Share:

HADITS: PENGHUNI SURGA ADA TIGA.

Petikan dari khutbah Rasulullah Saw yang disebutkan dalam Shahih Muslim dan Musnad Ahmad bin Hanbal.

Teks Hadits:
وَأَهْلُ الْجَنَّةِ ثَلاَثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقْسِطٌ مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ
وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ لِكُلِّ ذِى قُرْبَى وَمُسْلِمٍ
وَعَفِيفٌ مُتَعَفِّفٌ ذُو عِيَالٍ

Terjemah:
“Penghuni surga itu ada tiga:
(Pertama) seseorang yang memiliki kuasa; adil, berbagi dan mendapatkan taufiq (sesuai al-Qur’an dan Sunnah).
(Kedua) seseorang yang penyayang, memiliki hati yang lembut kepada semua kerabat dan sesama muslim.
(Ketiga) seseorang yang menjaga kehormatan dirinya, menghindarkan diri dari segala yang syubhat, meskipun ia memiliki tanggungan (sangat membutuhkan).
Share:

HADITS: ZALIM ADA TIGA.

Teks Hadits:
عن أنس ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
« الظلم ثلاثة : فظلم لا يتركه الله ، وظلم يغفر ، وظلم لا يغفر ،
فأما الظلم الذي لا يغفر فالشرك لا يغفره الله ،
وأما الظلم الذي يغفر فظلم العبد فيما بينه وبين ربه ،
وأما الذي لا يترك فقص الله بعضهم من بعض »

Terjemah:
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
“Zalim itu ada tiga: zalim yang tidak dibiarkan Allah, zalim yang diampuni dan zalim yang tidak diampuni.
Adapun yang zalim yang tidak diampuni adalah syirik, Allah tidak mengampuninya.
Adapun zalim yang diampuni adalah zalim antara hamba dan Tuhannya.
Adapun zalim yang tidak dibiarkan, Allah menetapkan hukum balas diantara mereka”.

Sumber:
Musnad ath-Thayalisi.

Status Hadits:
Hadits Hasan.
Share:

SHALAT BERJAMA'AH.

Disusun Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Hukum Shalat Berjamaah Menurut Mazhab:
Mazhab Hanafi dan Maliki: Sunnat Mu’akkad.
Dalil:
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian 27 derajat”. (HR. Al-Bukhari). Ini menunjukkan bahwa shalat berjamaah itu termasuk jenis anjuran, seakan-akan Rasulullah Saw mengatakan, “Shalat berjamaah lebih sempurna daripada shalat sendirian”.
الجماعة من سنن الهدى لا يتخلف عنها الا منافق
“Shalat berjamaah itu termasuk salah satu sunnah hidayah, tidak ada yang terlambat darinya kecuali orang munafiq”.

Mazhab Syafi’i: Fardhu Kifayah.
Dalil:
مَا مِنْ ثَلاَثَةٍ فِى قَرْيَةٍ وَلاَ بَدْوٍ لاَ تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلاَةُ إِلاَّ قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ
“Tidaklah tiga orang berada di suatu kampung atau perkampungan badui, tidak didirikan shalat berjamaah pada mereka, maka mereka dikuasai setan. Hendaklah engkau melaksanakan shalat berjamaah, sesungguhnya srigala hanya memakan kambing yang memisahkan diri dari gerombolannya”. (HR. Abu Daud).


Mazhab Hanbali: Wajib ‘Ain.
Dalil:
 وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka”. (QS. An-Nisa’ [4]: 102).
Jika dalam kondisi perang saja tetap disyariatkan shalat berjamaah, apalagi dalam kondisi aman.
وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)
“Laksanakanlah shalat bersama orang-orang yang shalat”. (Qs. al-Baqarah [2]: 43).
إِنَّ أَثْقَلَ صَلاَةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلاَةُ الْعِشَاءِ وَصَلاَةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيُصَلِّىَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِى بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafiq adalah shalat Isya’ dan shalat Shubuh, andai mereka mengetahui apa yang ada pada kedua shalat itu pastilah mereka akan datang walau pun merangkak. Aku ingin memerintahkan shalat, maka shalat pun dilaksanakan, kemudian aku perintahkan seorang laki-laki melaksanakan shalat berjamaah bersama orang banyak. Kemudian beberapa orang pergi bersamaku, mereka membawa beberapa ikat kayu bakar kepada kaum yang tidak melaksanakan shalat berjamaah, aku akan membakar rumah mereka dengan api”. (HR. Muslim).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ».
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Seorang laki-laki buta datang kepada Rasulullah Saw, ia berkata: ‘Wahai Rasulullah, tidak ada yang membimbing saya ke masjid”. Ia meminta kepada Rasulullah Saw agar diberi keringanan shalat di rumah, lalu Rasulullah Saw memberikan keringanan. Ketika ia akan pergi, Rasulullah Saw memanggilnya seraya bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan adzan?”. Ia menjawab: “Ya”. Rasulullah Saw berkata: “Maka engkau wajib datang”. (HR. Muslim).
Allah Swt tetap mewajibkan shalat berjamaah dalam kondisi menakutkan (perang), memperbolehkan shalat jama’ saat hujan, semua itu bertujuan untuk menjaga shalat berjamaah. Andai shalat berjamaah itu sunnat, pastilah semua itu tidak dibolehkan.
[Lihat: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz.2, hal. 1167-1169].

Ijma’.
 Para shahabat telah Ijma’ tentang disyariatkannya shalat berjamaah setelah hijrah.
 Kalangan Salaf berdukacita tiga hari jika ketinggalan takbiratul ihram shalat jamaah. Berdukacita tujuh hari jika ketinggalan shalat berjamaah.
(al-Fiqh al-Islamy wa Adullatuhu, 2/1165).

‘Udzur Meninggalkan Shalat Berjamaah:
 Sakit kuat. Tidak termasuk sakit kepala dan demam ringan.
 Menimbulkan mudharat.
 Hujan deras.
 Menahan buang air kecil dan besar. Karena dapat mencegah kesempurnaan dan kekhusyu’an shalat.
 Selesai makan makanan yang sangat bau.
 Tertahan di suatu tempat.
(al-fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, 2/1189-1190).

Bacaan Ayat Imam:
 Thiwal al-mufashshal : Qaf/al-Hujurat ke an-Naba’.
 Ausath al-mufashshal : an-Nazi’at ke adh-Dhuha.
 Qishar al-Mufashshal : al-Insyirah ke an-nas.
Shubuh dan Zhuhur : Thiwal al-Mufashshal.
‘Ashar dan Isya’ : Ausath al-Mufashshal.
Maghrib : Qishar al-Mufashshal.
(al-Adzkar, Imam an-Nawawi).

Lama Ruku’ dan Sujud:
قال ابن قدامة في المغني:
قال احمد جاء الحديث عن الحسن البصري أنه قال: التسبيح التام سبع، والوسط خمسة، وأدناه ثلاثة.
Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni:
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Terdapat riwayat dari al-Hasan al-Bashri bahwa ia berkata:
“Tasbih yang sempurna itu tujuh, pertengahan itu lima dan yang paling rendah itu tiga”.

Zikir dan Doa Setelah Shalat:
فِيهِ حَدِيث اِبْن عَبَّاس رَضِيَ اللَّه عَنْهُمَا قَالَ : ( كُنَّا نَعْرِف اِنْقِضَاء صَلَاة رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ ) وَفِي رِوَايَة ( أَنَّ رَفْعَ الصَّوْت بِالذِّكْرِ حِين يَنْصَرِف النَّاس مِنْ الْمَكْتُوبَة كَانَ عَلَى عَهْد النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّهُ قَالَ اِبْن عَبَّاس رَضِيَ اللَّه عَنْهُمَا : كُنْت أَعْلَم إِذَا اِنْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْت ) هَذَا دَلِيل لِمَا قَالَهُ بَعْض السَّلَف أَنَّهُ يُسْتَحَبّ رَفْع الصَّوْت بِالتَّكْبِيرِ وَالذِّكْر عَقِب الْمَكْتُوبَة .
Dalam masalah ini ada hadits riwayat Ibnu Abbas, ia berkata: “Kami mengetahui bahwa shalat Rasulullah Saw telah selesai dengan (mendengar) suara takbir”.
Dalam riwayat lain: “Sesungguhnya men-jahar-kan suara zikir ketika selesai shalat wajib telah ada sejak masa Rasulullah Saw”.
Ibnu abbas berkata: “Saya mengetahui mereka telah selesai shalat ketika saya mendengarnya”.
Ini dalil pendapat sebagian kalangan Salaf bahwa dianjurkan men-jahar-kan suara takbir dan zikir setelah shalat”. (Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi).

وَيُسِرُّ بِدُعَائِهِ وَلَا يَجْهَرُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ إِمَامًا يُرِيدُ تَعْلِيمَ النَّاسِ الدُّعَاءَ ، فَلَا بَأْسَ أَنْ يَجْهَرَ بِهِ (الحاوي الكبير: 2/342).
Doa dibaca sirr, tidak di-jahar-kan, kecuali imam ingin mengajarkan kepada orang banyak, maka boleh men-jahar-kan. (al-Hawi al-Kabir, Imam al-Mawardi: 2/342).
Hikmah Shalat Berjamaah:
1. Lipat Ganda Amal.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: « صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً ».
“Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Shalat berjamaah lebih baik daripada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh tingkatan”. (HR. Muslim).
2. Dijauhkan Dari Syetan.
إِنَّ الشَّيْطَانَ ذِئْبُ الإِنْسَانِ كَذِئْبِ الْغَنَمِ يَأْخُذُ الشَّاةَ الْقَاصِيَةَ وَالنَّاحِيَةَ فَإِيَّاكُمْ وَالشِّعَابَ وَعَلَيْكُمْ بِالْجَماعَةِ وَالْعَامَّةِ والْمَسْجِدِ
“Sesungguhnya setan itu bagi manusia seperti srigala bagi kambing, srigala menangkap kambing yang memisahkan diri dari gerombolannya dan kambing yang menyendiri. Maka janganlah kamu memisahkan diri dari jamaah, hendaklah kamu berjamaah, bersama orang banyak dan senantiasa memakmurkan masjid”. (HR. Ahmad bin Hanbal).
3. Semakin Banyak Balasan Dengan Banyaknya Jumlah Orang Yang Shalat.
وَإِنَّ صَلاَةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ وَحْدَهُ وَصَلاَتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
“Sesungguhnya shalat seseorang dengan satu orang lebih utama daripada shalat sendirian. Shalat seseorang bersama dua orang lebih utama daripada shalatnya bersama satu orang. Jika lebih banyak, maka lebih dicintai Allah Swt”. (HR. Abu Daud).
4. Dijauhkan Dari Nifaq.
مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah Swt selama empat puluh hari berjamaah, ia mendapatkan takbiratul ihram. Maka dituliskan baginya dijauhkan dari dua perkara; dari neraka dan dijauhkan dari kemunafikan”. (HR. At-Tirmidzi).
5. Mendapatkan Perlindungan Allah Swt.
مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِى ذِمَّةِ اللَّهِ
“Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka ia berada dalam lindungan Allah Swt”. (HR. Muslim).
6. Mendapatkan Balasan Pahala Seperti Haji dan ‘Umrah.
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ ».
“Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, kemudian ia duduk berzikir hingga terbit matahari, kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat. Maka ia mendapatkan balasan pahala seperti haji dan umrah”. Kemudian Rasulullah Saw mengatakan, “Sempurna, sempurna, sempurna”. (HR. At-Tirmidzi).
7. Mendapatkan Balasan Pahala Seperti Qiyamullail.
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِى جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
“Siapa yang melaksanakan shalat Isya’ berjamaah, maka seakan-akan ia telah melaksanakan Qiyamullail setengah malam. Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka seakan-akan ia telah melaksanakan Qiyamullail sepanjang malam”. (HR. Muslim).
8. Berkumpul Dengan Para Malaikat.
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ ، وَيَجْتَمِعُونَ فِى صَلاَةِ الْفَجْرِ وَصَلاَةِ الْعَصْرِ ، ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ ، فَيَسْأَلُهُمْ وَهْوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِى فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ ، وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Malaikat malam dan malaikat siang saling bergantian, mereka berkumpul pada shalat Shubuh dan shalat ‘Ashar. Kemudian yang bertugas di waktu malam naik, Allah Swt bertanya kepada mereka, Allah Swt Maha Mengetahui, “Bagaimanakah kamu meninggalkan hamba-hamba-Ku?”. Mereka menjawab, “Kami tinggalkan mereka ketika mereka sedang melaksanakan shalat dan kami datang kepada mereka ketika mereka sedang melaksanakan shalat”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
9. Didoakan Malaikat.
 لاَ يَزَالُ الْعَبْدُ فِى صَلاَةٍ مَا كَانَ فِى مُصَلاَّهُ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ وَتَقُولُ الْمَلاَئِكَةُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ. حَتَّى يَنْصَرِفَ أَوْ يُحْدِثَ
“Seorang hamba yang melaksanakan shalat, kemudian ia tetap berada di tempat shalatnya menantikan pelaksanaan shalat, maka malaikat berkata: “Ya Allah, ampunilah ia, curahkanlah rahmat-Mu kepadanya”. Hingga ia beranjak atau berhadas. (HR. Muslim).
10. Serentak Dengan ‘Amin’ Malaikat.
إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فَأَمِّنُوا فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Apabila imam mengucapkan ‘Amin’, maka ucapkanlah ‘Amin’. Sesungguhnya siapa yang ucapannya sesuai dengan ucapan ‘Amin’ yang diucapkan malaikat, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu”.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Akan Datang Walaupun Merangkak.
وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Andai mereka mengetahui apa yang ada pada shalat Isya’ dan shalat Shubuh, pastilah mereka akan mendatanginya, walaupun merangkak”.
(HR. Al-Bukhari).
Share:

HADITS: 7 PESAN NABI KEPADA ABU DZAR.

عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ أَمَرَنِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- بِسَبْعٍ:
Dari Abu Dzar, ia berkata: “Orang yang aku kasihi (Rasulullah Saw) memerintahkan aku melakukan tujuh perkara:
أَمَرَنِى بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ
Ia perintahkan aku mencintai dan mendekati orang-orang miskin.
وَأَمَرَنِى أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِى وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِى
Ia perintahkan aku agar melihat ke bawah, tidak melihat keatas.
وَأَمَرَنِى أَنْ أَصِلَ الرَّحِمَ وَإِنْ أدبرت
Ia perintahkan aku agar tetap menjalin silaturahim, meskipun orang tersebut bersikap tidak baik.
وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ أَسْأَلَ أَحَداً شَيْئاً
Ia perintahkan aku agar tidak meminta apa pun kepada orang lain
وَأَمَرَنِى أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا
Ia perintahkan aku agar mengucapkan kebenaran, walaupun pahit.
وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ أَخَافَ فِى اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ
Ia perintahkan aku agar tidak takut kecaman orang-orang yang mengecam dalam mengamalkan agama Allah (Islam)
وَأَمَرَنِى أَنْ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ فَإِنَّهُنَّ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ.
Ia perintahkan aku agar memperbanyak kalimat: La haula wa la quwwata illa billah (tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah). Sesungguhnya kalimat itu dari perbendaharaan di bawah ‘Arsy.
(HR. Riwayat Ahmad)
Share:

KAJIAN HADITS MASJID AKRAMUNNAS UNRI 31 MARET 2012

وعن أبي الدرداء رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال
ثلاثة يحبهم الله ويضحك إليهم ويستبشر بهم
الذي إذا انكشفت فئة قاتل وراءها بنفسه لله عز وجل
فإما أن يقتل وإما أن ينصره الله عز وجل ويكفيه
فيقول انظروا إلى عبدي هذا كيف صبر لي بنفسه ؟
والذي له امرأة حسنة وفراش لين حسن فيقوم من الليل
فيقول يذر شهوته ويذكرني ولو شاء رقد
والذي إذا كان في سفر وكان معه ركب فسهروا ثم هجعوا فقام من السحر في ضراء وسراء
رواه الطبراني في الكبير بإسناد حسن

Diriwayatkan dari Abu ad-Darda’, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:

“Tiga orang yang dicintai Allah, Allah tertawa kepada mereka dan memberikan kabar gembira kepada mereka:
Seseorang yang kelompok pasukannya mengalami kekalahan, akan tetapi ia tetap maju berperang sendirian karena Allah.
Mungkin ia akan terbunuh, mungkin juga Allah akan menolong dan mencukupkannya.
Maka Allah berkata: ‘Lihatlah hamba-Ku ini, bagaimana ia bersabar terhadap dirinya demi untuk Aku’.

Seseorang yang mempunyai istri yang baik, memiliki kasur yang lembut dan bagus, namun ia tetap Qiyamullai.
Allah berkata: ‘Ia tinggalkan syahwatnya dan ia mengingat Aku. Padahal jika ia mau, ia bisa tidur’.

Seseorang yang berada dalam suatu perjalanan, ia bersama para penunggang kuda, mereka tidak tidur malam (karena lelah musafir), kemudian mereka tidur. Lalu ia bangun pada waktu sahur dalam keadaan susah dan senang”.

Diriwayatkan Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir.
Hadits Hasan.
Share:

DOA BERBAHASA INDONESIA DALAM SHALAT.

Pertanyaan:
Apa hukum mengucapkan doa berbahasa Indonesia dalam shalat?

Jawaban:
Imam an-Nawawi berkata:
ولا يجوز ان يخترع دعوة غير مأثورة ويأتى بها العجمية بلا خلاف وتبطل بها الصلاة
“Tidak boleh membuat-buat doa yang tidak ma’tsur (bukan dari al-Qur’an dan Sunnah), kemudian diucapkan dalam bahasa asing (bukan Arab), tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini, shalat menjadi batal disebabkan itu”.
Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz. 16, hal. 212.
Share:

TALAK DIWAKILKAN DAN LEWAT SURAT

Pertanyaan:
Apakah sah talak yang diwakilkan dan lewat surat?

Jawaban:
حكم التوكيل في الطلاق:
Hukum Mewakilkan Thalaq
Diterjemahkan dari Kitab Mausu’ah al-Fiqh al-Islamy
Ensiklopaedia Fiqh Islam.
الرجل كما يملك الطلاق بنفسه يملك إنابة غيره فيه، ويقع الطلاق من غير الزوج بإذنه إما بالتوكيل، أو التفويض، أو الرسالة.
فالتوكيل: إنابة الزوج غيره في طلاق زوجته كأن يقول لغيره: وكّلتك في طلاق زوجتي، فإذا قَبِل الوكيل الوكالة، ثم قال لزوجة موكِّله: أنت طالق، فقد وقع الطلاق، وكل من صح طلاقه صح توكيله، والوكيل في الطلاق مقيد بالعمل برأي الموكِّل، فإذا تجاوزه لم ينفذ تصرفه إلا بإجازة الموكِّل، وللموكِّل أن يعزل الوكيل متى شاء.
وإذا وكل الزوج زوجته في طلاق نفسها صح توكيلها، وطلاقها لنفسها؛ لأنه يصح توكيلها في طلاق غيرها، فكذا في طلاق نفسها.
Sebagaimana seorang laki-laki memiliki hak thalaq pada dirinya sendiri, maka ia juga memiliki hak untuk mewakilkan thalaq kepada orang lain. Thalaq tetap dianggap jatuh meskipun tidak dijatuhkan suami (secara langsung), akan tetapi dijatuhkan oleh orang lain dengan izin suami, apakah dengan cara diwakilkan kepada orang lain, pelimpahan kuasa atau dengan surat. Makna mewakilkan adalah: suami mewakilkan kepada orang lain untuk menceraikan istrinya, misalnya ia mengatakan kepada orang lain: “Saya wakilkan kepada engkau dalam hal menceraikan istri saya”. Jika si wakil menerimanya, kemudian mengatakan kepada istri orang yang mewakilkan: “Engkau telah diceraikan”. Maka talaqnya jatuh. Semua orang yang sah thalaqnya, maka sah pula jika ia mewakilkan kepada orang lain. Orang yang menjadi wakil dalam masalah thalaq terikat dengan pendapat orang yang mewakilkan. Jika orang yang menjadi wakil itu melampaui batas, maka perbuatannya tidak sah, kecuali dengan izin orang yang mewakilkan. Orang yang mewakilkan dapat menggugurkan hak wakil kapan saja ia berkehendak. Jika seorang suami mewakilkan kepada istrinya untuk menceraikan dirinya sendiri, maka perwakilan itu sah dan thalaqnya juga sah. Karena sah hukumnya jika suami mewakilkan kepada istrinya untuk menceraikan orang lain, maka sah pula hukumnya untuk menceraikan dirinya sendiri.



.حكم الطلاق بالرسالة:
الطلاق بالرسالة له صورتان:
الأولى: أن يكتب الزوج رسالة بالطلاق إلى زوجته، ويرسلها محررة إليها، كأن يكتب لها حرفياً أنت طالق، أو مطلقة ونحو ذلك مما يفيد الطلاق، فإذا استلمتها صارت طالقاً.
الثانية: أن يرسل إليها رسالة شفوية بالطلاق، كأن يقول الزوج لرجل: اذهب إلى فلانة زوجتي وقل لها: إن زوجك يقول لك أنت طالق.
فإذا ذهب الرسول إليها، وبلّغها الرسالة على وجهها، وقع الطلاق، والرسول ناقل لا مطلق.
Hukum thalaq dengan surat.
Thalaq dengan surat itu ada dua bentuk:
Pertama, suami menulis surat cerai kepada istrinya, ia kirimkan ia tujukan kepada istrinya, ia tulis secara harfiah: “Engkau telah dithalaq”, atau “Engkau diceraikan”, atau kalimat seperti itu yang mengandung makna thalaq. Ketika si istri menerima surat itu, maka thalaq jatuh pada dirinya.
Kedua, suami mengirim pesan lisan, misalnya seorang suami berkata kepada seseorang, “Pergilah engkau kepada si anu istri saya, katakana kepadanya, “Sesungguhnya suamimu telah berkata kepada bahwa engkau telah diceraikan”. Jika utusan itu pergi kepada istri yang bersangkutan dan menyampaikan pesan lisan itu, maka thalaq pun jatuh. Utusan itu hanya membawa pesan, bukan orang yang menjatuhkan thalaq.
Share:

Hadits: Yang Menolong Akan Ditolong.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ ».

Sumber:
Shahih Muslim. Kitab: adz-Dzikr wa ad-Du’a’ wa at-Taubah, Bab: Fadhl al-Ijtima’ ‘ala Tilawati al-Qur’an wa ‘ala adz-Dzikr (Keutamaan berkumpul untuk membaca al-Qur’an dan berzikir).

Terjemah:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
“Siapa yang melepaskan satu kesulitan dari beberapa kesulitan dunia pada seorang mukmin, maka Allah akan melepaskannya dari satu kesulitan diantara beberapa kesulitan pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Siapa yang melewati suatu jalan, ia mencari ilmu di jalan itu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Sekelompok orang berkumpul di rumah Allah, membaca kitab Allah, mengkaji isinya diantara mereka, maka pasti turun ketenangan kepada mereka, rahmat meliputi mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut mereka kepada para malaikat yang ada di sisi-Nya. Siapa yang lamban amalnya, maka nasabnya tidak membuatnya cepat (seseorang dinilai dari amalnya, bukan nasabnya)”.
Share:

Hadits: Mu’min Yang Kuat Lebih Dicintai Allah.

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Sumber:
Shahih Muslim, Kitab: al-Qadr, Bab: fi al-Amr bi al-Quwwah wa Tark al-‘Ajz wa al-Isti’anah billah wa Tafwidh al-Maqadir lillah (Perintah agar kuat, meninggalkan sikap lemah, meminta tolong kepada Allah dan menyerahkan takdir kepada Allah Swt).

Terjemah:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dalam semuanya ada kebaikan. Bersemangatlah untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa lemah. Jika sesuatu menimpamu, jangan engkau katakan, ‘Andai saya melakukan anu dan anu’. Akan tetapi katakanlah, ‘Takdir Allah, apa yang Ia kehendaki, Ia lakukan’. Karena kalau-kalau itu membuka perbuatan setan”.
Share:

TANYA – JAWAB SHALAT SUNNAT TASBIH

Disusun Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
(S1 Al-Azhar, Mesir. S2 Darulhadis, Maroko. Dosen UIN Suska).

Pertanyaan: Apakah dalil shalat sunnat Tasbih?
Jawaban: Dalil pelaksanaan shalat sunnat Tasbih berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ « يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعْطِيكَ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحْبُوكَ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ سِرَّهُ وَعَلاَنِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّىَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِى أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِى سَاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِى كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى عُمُرِكَ مَرَّةً ».
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw berkata kepada al-‘Abbas bin Abdul Muththalib: “Wahai ‘Abbas, wahai paman, maukah engkau aku berikan, sudikah engkau aku lakukan sesuatu terhadapmu 10 perkara jika engkau mau melakukannya; Allah mengampuni dosamu, yang pertama dan yang terakhir, yang dahulu dan yang baru, yang tersilap dan sengaja, yang kecil dan yang besar, yang rahasia dan yang nyata, 10 perkara. Engkau laksanakan shalat empat rakaat, engkau baca dalam setiap rakaat al-Fatihah dan surat. Ketika selesai membaca itu, ketika engkau tegak, engkau ucapkan: ‘Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar, sebanyak 15 kali. Kemudian engkau ruku’, engkau ucapkan 10 Tasbih. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, engkau ucapkan 10 kali, kemudian engkau sujud, engkau ucapkan 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, engkau ucapkan 10 kali. Kemudian engkau sujud (kedua), engkau ucapkan 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, engkau ucapkan 10 kali. Maka itulah 75 kali tasbih. Engkau lakukan itu sebanyak 4 rakaat. Jika engkau mampu melaksanakannya satu kali sehari, maka laksakanlah. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah seminggu sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah satu bulan sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah setahun sekali. Jika engkau tidak mampu, maka seumur hidup sekali”.



Pertanyaan: Ada sebagian orang yang mengatakan dalil shalat sunnat Tasbih itu tidak kuat karena haditsnya Dha’if? Benarkah demikian?
Jawaban: Beberapa ulama terkemuka memberikan jawaban tentang kualitas hadits tentang shalat sunnat Tasbih:
فإن حديث صلاة التسابيح لا ينزل عن درجة الحسن ، لكثرة طرقه ، وتنوع مصادر تخريجه. وقد أفرد جمع من الأئمة هذا الحديث بتأليف جمع فيه طرقه ، كما نقل ذلك الحافظ ابن حجر في أجوبته المشهورة على أسئلة عن أحاديث رميت بالوضع ، اشتمل عليها كتاب المصابيح للإمام البغوي. قال الحافظ في تلك الأجوبة: "وقد أخرج حديثها (يعني صلاة التسابيح) أئمة الإسلام ، وحفاظه: أبو داود في السنن ، والترمذي في الجامع ، وابن خزيمة في صحيحه ، لكن قال: إن ثبت الخبر ، والحاكم في المستدرك ، وقال صحيح الإسناد ، والدارقطني أفردها بجميع طرقها في جزء. ثم فعل ذلك الخطيب ، ثم جمع طرقها الحافظ أبو موسى المديني في جزء سماه تصحيح صلاة التسابيح ..." وختم ابن حجر جوابه بقوله: "والحق أنه في درجة الحسن لكثرة طرقه التي تقوى بها الطريق الأولى".

Sesungguhnya hadits tentang shalat Tasbih tidak turun dari derajat hadits hasan, karena jalur periwayatannya banyak, demikian juga dengan sumber-sumber takhrijnya. Beberapa imam menyusun kitab khusus berkaitan dengan hadits-hadits shalat Tasbih dengan menggabungkan jalur-jalur periwayatannya, sebagaimana yang dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam jawaban beliau terhadap beberapa pertanyaan seputar hadits-hadits yang dituduh sebagai hadits palsu, terangkum dalam kitab al-Mashabih karya Imam al-Baghawi. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam jawabannya tersebut: “Para ulama telah meriwayatkan tentang hadits shalat Tasbih, diantaranya adalah Imam Abu Daud dalam as-Sunan, at-Tirmidzi dalam al-Jami’, Ibnu Khuzaimah dalam as-Shahih, akan tetapi beliau mengatakan: “Jika khabar ini kuat”. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, ia berkata: “Sanadnya shahih”. Ad-Daraquthni menyusun satu kitab khusus tentang hadits shalat Tasbih dengan berbagai jalur periwayatannya. Demikian juga dengan imam al-Khathib. Al-Hafizh Abu Musa al-Madini menyusun satu kitab berjudul Tashih Shalat at-Tasbih. Al-Hafizh Ibnu Hajar menutup jawabannya dengan menyatakan: “Sebenarnya hadits-hadits tentang shalat Tasbih sampai derajat hadits Hasan karena jalur-jalur periwayatannya yang banyak yang menguatkan jaluar riwayat yang pertama”. (Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyyah, juz. 3, hal: 483).
Nashiruddin al-Albani menyatakan dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: “Hadits Shahih li Ghairihi”. (Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: juz. 1, hal. 165).






Pertanyaan: Bagaimanakah tata cara pelaksanaan shalat sunnat Tasbih?
Jawaban: Cara melaksanakan shalat sunnat Tasbih sebagai berikut:

صلاة التسابيح اربع ركعات في كل ركعة خمس وسبعون تسبيحة ، توزع هذه التسبيحات ـــ وهي : سبحان الله ، والحمد لله ، ولا اله الا الله ، والله اكبر ـــ على جميع اركان الصلاة وسننها على النحو التالي :
ــ ان يقولها بعد سورة الفاتحة وما تيسر من القرآن الكريم خمس عشرة مرة
ــ ان يقولها بعد اذكار الركوع عشر مرات
ــ ان يقولها بعد التسميع والتحميد عشر مرات
ــ ان يقولها بعد اذكار السجدة الاولى عشر مرات
ــ ان يقولها بعد اذكار ما بين السجدتين عشر مرات
ــ ان يقولها بعد اذكار السجدة الثانية عشر مرات
ــ ان يقولها في جلسة الاستراحة بعد تكبير القيام من السجدة الثانية عشر مرات
ويفعل هذا في كل ركعة ويقولها عشرا بعد التشهد الاول ، وعشرا بعد التشهد الاخير قبل السلام .

Shalat Tasbih terdiri dari empat rakaat, dalam satu rakaat terdapat 75 kali Tasbih:
سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Ucapan Tasbih ini tersebar dalam rukun dan sunnat shalat Tasbih, rinciannya sebagai berikut:
- 15 kali Tasbih setelah membaca al-Fatihah dan Surat.
- 10 kali Tasbih setelah doa pada ruku’.
- 10 kali Tasbih setelah Tasmi’ dan Tahmid, tegak dari Ruku’.
- 10 kali Tasbih setelah doa pada Sujud.
- 10 kali Tasbih setelah doa diantara dua Sujud.
- 10 kali Tasbih setelah doa pada Sujud kedua.
- 10 kali Tasbih pada duduk istirahat setelah Sujud sebelum tegak.
- Khusus pada Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir, dibaca 10 kali setelah Tasyahhud.

Ini tata cara yang umum dilakukan kaum muslimin, akan tetapi ada versi lain berdasarkan riwayat lain:
إنه يسبح ويحمد ويهلل ويكبر خمس عشرة مرة قبل القراءة وعشرا بعدها وعشرا في الركوع وفي الرفع منه وفي السجدتين وفي الجلوس بينهما ـ فيكون المجموع في كل ركعة خمسا وسبعين مرة، وهذا هو المروي عن ابن المبارك
15 tasbih sebelum membaca al-Fatihah.
10 tasbih setelah membaca ayat.
10 tasbih ketika ruku’.
10 tasbih ketika bangun dari ruku’.
10 tasbih ketika sujud pertama.
10 tasbih ketika duduk diantara dua sujud.
10 tasbih ketika sujud kedua.
Ini riwayat dari Ibnu al-Mubarak.
Demikian juga tentang membaca tasbih pada Tasyahhud, apakah sebelum atau setelah Tasyahhud, diatas disebutkan setelah Tasyahhud, namun ada versi lain menyebut sebelum Tasyahhud:
القليوبي: العشرة المذكورة بعد السجود الثاني قبل القيام في جلسة الاستراحة، أو قبل التشهد. انتهى.
Al-Qalyubi berkata: “10 Tasbih setelah sujud kedua dibaca pada duduk istirahat sebelum tegak, atau sebelum Tasyahhud”.

Pertanyaan: Bagaimanakah cara menghitung jumlah tasbih tersebut?
Jawaban:

ان كثرة التسبيحات ، وحد الشرع العدد ، ولم تكن وسيلة لضبطها الا بعقد الاصابع فهي حينئذ من المعفوات ان شاء الله
Jumlah Tasbih yang banyak ditetapkan oleh syariat Islam, cara menghitungnya hanya dengan jari jemari, maka ini termasuk hal yang dimaafkan insya Allah.


Pertanyaan: Apakah ada bacaan surat-surat tertentu?
Jawaban:

لم يرد تقييد سورة معينة تقرأ في صلاة التسابيح ، والنصوص الواردة في صلاة التسابيح نجد جلها تذكر فاتحة الكتاب وسورة ، دون تقييد بسورة معينة ، ولا بعدد معين .

Tidak terdapat riwayat yang menyebutkan bacaan surat tertentu dibaca dalam shalat Tasbih. Riwayat-riwayat tentang shalat Tasbih sebagian besarnya hanya menyebutkan al-Fatihah dan membaca surat, tanpa menyebutkan surat tertentu dan jumlah tertentu.

Pertanyaan: Apakah 4 rakaat itu dilaksanakan bersambung dengan satu kali salam? atau setiap dua rakaat satu salam?
Jawaban:

ظاهر الاحاديث الواردة انها تصلى بتسليمة واحة ليلا كان او نهارا
Zahir hadits-hadits tentang shalat Tasbih menyebutkan bahwa shalat Tasbih dengan satu salam, baik dilaksanakan di waktu siang maupun di waktu malam.







Pertanyaan: Shalat sunnat Tasbih dilaksanakan dengan suara Sirr atau Jahr?

Jawaban:

السنة الاسرار في التسبيحات سواء صليت في الليل او النهار ، اما قراءتها ففي النهار الاسرار ، وفي الليل كسائر التطوعات ، يتوسط فيها بين الجهر والاسرار
Menurut Sunnah, kalimat Tasbih dibaca secara sirr, baik shalat malam maupun siang. Sedangkan bacaan al-Fatihah dan surat, jika dilaksanakan pada waktu siang, maka dibaca Sirr. Jika dilaksanakan pada waktu malam, maka sama seperti shalat sunnat yang lain, dibaca pertengahan antara Jahr dan Sirr.

Pertanyaan: Shalat Sunnat Tasbih dilaksanakan sendirian atau berjamaah?
Jawaban: Dilihat dari kalimat yang digunakan Rasulullah Saw kepada al-‘Abbas:
يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعْطِيكَ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحْبُوكَ
“Wahai ‘Abbas, wahai Paman, maukah engkau, sudikah engkau aku berikan…”. Ini menunjukkan makna bahwa shalat tersebut dilaksanakan sendirian.
Akan tetapi jika dilaksanakan secara berjamaah, maka shalat tersebut tetap sah, berdasarkan pendapat Imam an-Nawawi:
(الشرح) قال أصحابنا تطوع الصلاة ضربان (ضرب) تسن فيه الجماعة وهو العيد والكسوف والاستسقاء وكذا التراويح علي الاصح (وضرب) لا تسن له الجماعة لكن لو فعل جماعة صح
(Penjelasan) para ulama Mazhab Syafi’i berkata: shalat sunnat itu terbagi dua: satu bagian shalat yang disunnatkan dilaksanakan secara berjamaah, yaitu shalat ‘Ied, shalat gerhana matahari, shalat Istisqa’ (minta turun hujan) dan shalat Tarawih menurut pendapat al-Ashahh. Satu bagian shalat yang tidak dianjurkan dilaksanakan secara berjamaah, akan tetapi jika dilaksanakan secara berjamaah, maka shalat tersebut tetap sah. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz. 4, hal. 4).
Menurut pendapat Ibnu Taimiah:
صَلَاةُ التَّطَوُّعِ فِي جَمَاعَةٍ نَوْعَانِ :
أَحَدُهُمَا : مَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ كَالْكُسُوفِ وَالِاسْتِسْقَاءِ وَقِيَامِ رَمَضَانَ فَهَذَا يُفْعَلُ فِي الْجَمَاعَةِ دَائِمًا كَمَا مَضَتْ بِهِ السُّنَّةُ .
الثَّانِي : مَا لَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ : كَقِيَامِ اللَّيْلِ وَالسُّنَنِ الرَّوَاتِبِ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ وَنَحْوِ ذَلِكَ .
فَهَذَا إذَا فُعِلَ جَمَاعَةً أَحْيَانًا جَازَ .
Shalat sunnat dilaksanakan secara berjamaah ada dua jenis:
Pertama: shalat sunnat yang disunnatkan dilaksanakan secara berjamaah terus menerus seperti shalat Kusuf (gerhana matahari), Istisqa’ (minta hujan), Qiyamullail Ramadhan, ini jenis shalat yang dilaksanakan berjamaah terus menerus sebagaimana yang disebutkan Sunnah.
Kedua: shalat sunnat yang tidak disunnatkan untuk dilaksanakan secara berjamaah secara terus menerus, seperti Qiyamullail, shalat-shalat sunnat Rawatib, shalat Dhuha, shalat Tahyatulmasjid, dan sejenisnya. Shalat-shalat sunnat seperti ini jika dilaksanakan secara berjamaah jarang-jarang/sekali-sekali (tidak terus menerus). (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiah: juz. 5, hal. 381).

Pertanyaan: Bilakah Waktu Pelaksanaan Shalat Sunnat Tasbih?
Jawaban:

صلاة التسابيح نوع من صلاة النفل المطلق تفعل على صورة مخصوصة ، تقدم ذكرها ، ويكره اداؤها في اوقات الكراهة على الراجح .

shalat Sunnat Tasbih adalah jenis shalat sunnat mutlaq (tidak terikat waktu) yang dilaksanakan dengan cara khusus –sebagaimana yang telah disebutkan di atas-. Makruh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang melaksanakan shalat (setelah ‘Ashar, setelah Shubuh dan menjelang Zawal/tergelincir matahari), demikian menurut pendapat yang kuat.

Pertanyaan: Apakah keutamaan melaksanakan shalat sunnat Tasbih?
Jawaban: Di awal hadits, Rasulullah Saw menyatakan:
يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعْطِيكَ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحْبُوكَ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ سِرَّهُ وَعَلاَنِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ
“Wahai ‘Abbas, wahai paman, maukah engkau aku berikan, sudikah engkau aku lakukan sesuatu terhadapmu 10 perkara jika engkau mau melakukannya; Allah mengampuni dosamu, yang pertama dan yang terakhir, yang dahulu dan yang baru, yang tersilap dan sengaja, yang kecil dan yang besar, yang rahasia dan yang nyata, 10 perkara”.
Di akhir hadits Rasulullah Saw nyatakan:
إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِى كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى عُمُرِكَ مَرَّةً ».
“Jika engkau mampu melaksanakannya satu kali sehari, maka laksakanlah. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah seminggu sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah satu bulan sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah setahun sekali. Jika engkau tidak mampu, maka seumur hidup sekali”. Menunjukkan betapa pentingnya shalat sunnat Tasbih.

ومن الاجور في هذه الصلاة كثرة ذكر الله عز وجل فيها ، ففي كل ركعة يقول المصلي : سبحان الله ، والحمد لله ، ولا اله الا الله ، والله اكبر ( هذه الاربع تسبيحات واحدة ) خمسا وسبعين مرة ، وفي الاربع ركعات يقولها ثلاث مئة مرة ، وان فرقنا التسبيحات ( وهن اربع كلمات ) يكون مجموعها في الركعات الاربع الفا ومئتين ، وهذا في اللفظ والعدد .
والحسنة بعشر امثالها فيكن في الاجر اثني عشر الفا ( والله يضاعف لمن يشاء
Diantara balasan dalam shalat sunnat Tasbih adalah banyaknya zikir dalam shalat tersebut. Dalam satu rakaat diucapkan:
سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Sebanyak 75 kali, 4 rakaat berarti 300 kali. Jika kalimat Tasbih ini dipecah menjadi empat, berarti 1200 kali. Setiap satu kebaikan diberi balasan 10 kebaikan, maka berarti 12.000 kali. Dan Allah melipatgandakan lebih banyak daripada itu, kepada orang-orang yang Ia kehendaki.

Catatan: Sebagian dikutip dari muqaddimah Syekh Masyhur Hasan terhadap kitab Dzikr Shalat at-Tasbih wa al-Ahadits allati Ruwiyat ‘an an-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam wa Ikhtilaf Alfazh an-Naqilin laha karya Imam al-Khathib al-Baghdadi.
Telah dimuat di blog: www.somadmorocco.blogspot.com
Share:

AURAT PEREMPUAN MENURUT EMPAT MAZHAB.

Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.
والقول بأن الوجه والكفين ليسا بعورة هو قول عائشة وابن عباس وابن عمر رضي الله عنهم.
وهذا القول هو المحفوظ عن الفقهاء، ولذا قال ابن عبد البر في التمهيد: اختلف العلماء في تأويل قول الله عز وجل ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها فروى عن ابن عباس وابن عمر إلا ما ظهر منها الوجه والكفان وروى عن ابن مسعود (ما ظهر منها) الثياب قال لا يبدين قرطاً ولا قلادة ولا سواراً ولا خلخالا إلا ما ظهر من الثياب، واختلف التابعون فيها أيضاً على هذين القولين وعلى قول ابن عباس وابن عمر الفقهاء. انتهى.
Pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat adalah pendapat Aisyah, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
Pendapat ini yang didapat dari para ahli fiqh. Oleh sebab itu Ibnu ‘Abdilbarr berkata dalam at-Tamhid:
“Para ulama berbeda pendapat tentang ta’wil firman Allah: ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar: “Kecuali yang biasa tampak, yaitu wajah dan kedua telapak tangan”. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud: “Yang tampak terlihat diatas pakaian, tidak boleh memperlihatkan anting-anting, rantai, gelang tangan dan gelang kaki, kecuali yang tampak diatas pakaian”. Para tabi’in berbeda pendapat berdasarkan dua pendapat ini. para ahli Fiqh juga berbeda pendapat berdasarkan ini.

MAZHAB HANAFI:
قال الإمام الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في بدائع الصنائع: فلا يجوز النظر من الأجنبي إلى الأجنبية الحرة إلى سائر بدنها إلا الوجه والكفين، لقوله تعالى: قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ [النــور: 30].
Imam al-Kasani al-Hanafi berkata dalam Bada’I’ ash-Shana’I’: “Laki-laki asing (tidak mahram) tidak boleh melihat perempuan yang tidak mahram yang merdeka (bukan hamba sahaya), tidak boleh melihat seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, berdasarkan firman Allah surat an-Nur ayat 30.
إلا أن النظر إلى مواضع الزينة الظاهرة وهي: الوجه والكفان رخص بقوله تعالى: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا [النــور: 31].
Hanya saja pengecualian boleh melihat tempat-tempat perhiasan yang tampak, yaitu wajah dan telapak tangan, ini dispensasi dari ayat 31 surat an-Nur.
والمراد من الزينة مواضعها، ومواضع الزينة الظاهرة: الوجه والكفان، ولأنها تحتاج إلى البيع والشراء، والأخذ والعطاء، ولا يُمْكنها ذلك عادةً إلا بكشف الوجه والكفين، فيحل لها الكشف. وهذا قول أبي حنيفة رضي الله عنه. انتهى.
Yang dimaksud dengan perhiasan adalah tempat perhiasan tersebut. Tempat perhiasan yang tampak nyata adalah wajah dan telapak tangan, karena dibutuhkan pada transaksi jual beli, mengambil dan memberi. Menurut kebiasan, semua itu tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan memperlihatkan wajah dan telapak tangan, maka boleh diperlihatkan. Ini pendapat Imam Hanafi radhiallahu’anhu.
MAZHAB MALIKI:
وقال الدردير المالكي كما في: أقرب المسالك : وعورة المرأة مع رجل أجنبي عنها جميع البدن غير الوجه والكفين. انتهى.
وقال محمد بن أحمد المعروف بعليش في (منح الجليل شرح مختصر خليل) قال: وهي أي العورة من حرة مع رجل أجنبي مسلم جميع جسدها غير الوجه والكفين ظهراً وبطناً، فالوجه والكفان ليسا عورة فيجوز لها كشفهما للأجنبي. انتهى.
Imam ad-Dardir al-Maliki berkata sebagaimana yang disebutkan dalam Aqrab al-Masalik: “Aurat perempuan terhadap laki-laki yang tidak mahram adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan. Muhammad bin Ahmad yang dikenal denganm nama ‘Alisy berkata dalam Manh al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil: “Aurat perempuan merdeka terhadap laki-laki tidak mahram yang muslim adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, bagian atas dan bawah. Wajah dan telapak tangan bukan aurat, boleh dibuka terhadap laki-laki yang bukan mahram.


MAZHAB SYAFI’I:
وقال شيخ الإسلام زكريا الأنصاري الشافعي في أسني المطالب: وعورة الحرة في الصلاة وعند الأجنبي ولو خارجها جميع بدنها إلا الوجه والكفين ظهراً وبطناً إلى الكوعين. انتهى.
وقال ابن قدامة الحنبلي في المغني: فصل: ولا خلاف بين أهل العلم في إباحة النظر أي للخاطب إلى وجهها وذلك لأنه ليس بعورة وهو مجمع المحاسن، وموضع النظر ولا يباح له النظر إلى ما لا يظهر عادة. انتهى.
Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari asy-Syafi’i berkata dalam Asna al-Mathalib: “Aurat perempuan dalam shalat dan terhadap laki-laki yang bukan mahram meskipun di luar shalat adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, bagian luar dan bagian dalam, hingga pergelangan tangan.
وقال الرحيباني في شرح الغاية: فستر رأسها كله أولى لكونه أي: الرأس عورة في الصلاة وخارجها ولا يختص ستره بإحرام وكشف الوجه بخلافه. انتهى.
Ar-Rahibani berkata dalam Syarh al-Ghayah: “Menutup seluruh kepala lebih utama, karena kepala itu aurat baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Tidak hanya ketika ihram. Berbeda dengan memperlihatkan wajah.
MAZHAB HANBALI:
وأما القول بأنهما عورة فهو قول بعض الحنابلة كما سبق قال ابن قدامة رحمه الله تعالى في المغني: وقال بعض أصحابنا: المرأة كلها عورة، لأنه قد روي في حديث عن النبي صلى الله عليه وسلم: المرأة عورة. رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح. ولكن رخص لها في كشف وجهها وكفيها، لما في تغطيته من المشقة، وأبيح النظر إليه لأجل الخطبة، لأنه مجمع المحاسن. انتهى.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan adalah aurat, ini adalah pendapat sebagian mazhab Hanbali. Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni: “Sebagian ulama mazhab Hanbali berkata, ‘Sesungguhnya perempuan itu seluruh tubuhnya adalah aurat. Karena diriwayatkan dalam hadits dari Rasulullah Saw, “Perempuan itu aurat”. Hadits riwayat at-Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits hasan shahih”. Akan tetapi diberi dispensasi untuk memperlihatkan wajah dan telapak tangan, karena menutupinya menimbulkan kesulitan, dank arena boleh melihat wajah dan telapak tangan ketika proses pertunangan, karena tempat berkumpulnya kebaikan.
Share:

MENGGERAKKAN TELUNJUK KETIKA TASYAHUD.

وننبهك إلى أن الفقهاء اتفقوا على أن العمل الكثير يبطل الصلاة، واختلفوا في تحديد الكثرة، ولم يصح حديث عن النبي صلى الله عليه وسلم بأن ثلاث حركات تبطل الصلاة، وإنما هو تحديد من بعض الفقهاء.
وعليه فلا يصح الإنكار على من حرك أصبعه في الصلاة،
Kami ingatkan kepada Anda bahwa para ahli Fiqh sepakat bahwa perbuatan banyak membatalkan shalat. Mereka berbeda pendapat tentang batasan banyak. Tidak shahih hadits dari Rasulullah Saw bahwa tiga gerakan membatalkan shalat. Batasan itu dari sebagian ahli fiqh. Oleh sebab itu tidak dibenarkan mengingkari orang yang menggerakkan jarinya dalam shalat.
فقد ذهب إلى ذلك أئمة ومنهم المالكية رحمهم الله فإنهم يرون تحريك الأصبع في التشهد كله ويكون تحريكها يمينا وشمالا لا فوق وتحت،
والحنابلة يرون الإشارة بها عند ذكر لفظ الجلالة (الله) والحنفية يرون أنه يشار بها عند قول (لا إله) وضمها عند قول (إلا الله)
والشافعية يرون الإشارة بها عند قول (إلا الله) إلى بقية التشهد دون تحريك
Menurut Mazhab Maliki: menggerakkan jari telunjuk dari awal hingga akhir tasyahhud. Digerakkan ke kanan dan ke kiri, bukan ke atas dan ke bawah.
Menurut Mazhab Hanbali: mengangkat telunjuk ketika pada lafaz Allah (إلا الله).
Menurut Mazhab Hanafi: mengangkat telunjuk pada lafaz: La Ilaha (لا إله). Kemudian kembali menurunkan telunjuk pada lafaz: Illa Allah (إلا الله).
Menurut Mazhab Syafi’I: mengangkat telunjuk pada lafaz: Illallah (إلا الله), hingga akhir Tasyahhud berakhir, tanpa menggerakkan telunjuk.
لما رواه أحمد والنسائي وأبو داود وغيرهم عن وائل بن حجر رضي الله عنه، أنه قال في صفة صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم: ثم قعد فافترش رجله اليسرى ووضع كفه اليسرى على فخذه وركبته اليسرى، وجعل حد مرفقه الأيمن على فخذه اليمنى، ثم قبض ثنتين من أصابعه وحلق حلقة ثم رفع إصبعه فرأيته يحركها يدعو بها.
Berdasarkan riwayat Imam Ahmad, an-Nasa’i, Abu Daud dan lainnya, dari Wa’il bin Hajar, ia berkata tentang sifat shalat nabi: “Kemudian Rasulullah Saw duduk iftirasy; menduduki kaki kiri, meletakkan telapak tangan kiri diatas paha dan lutut kiri. Meletakkan siku kanan diatas paha kanan. Kemudian menggenggam kedua jari tangannya dan membuat lingkaran, kemudian mengangkat salah satu jemarinya, saya melihatnya menggerakkannya sambil berdoa.
قال الإمام البيهقي رحمه الله: يحتمل أن يكون مراده بالتحريك الإشارة بها لا تكرار تحريكها، حتى لا يعارض حديث ابن الزبير عند أحمد وأبي داود والنسائي وابن حبان في صحيحه بلفظ: "كان يشير بالسبابة ولا يحركها، ولا يجاوز بصره إشارته". قال الحافظ في التلخيص الحبير: وهذا الحديث أصله في مسلم دون قوله: ولا يجاوز بصره إشارته.
Imam al-Baihaqi berkata: “Ada kemungkinan mengandung makna bahwa yang dimaksud dengan kalimat ‘menggerakkan’, maksudnya adalah menunjuk, bukan menggerakkannya berkali-kali, agar tidak bertentangan dengan hadits riwayat Ibnu az-Zubair dalam riwayat ahmad, Abu Daud, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban dengan lafaz: “Rasulullah Saw menunjuk dengan jari telunjuk, tidak menggerakkannya. Pandangan matanya tidak melewati telunjuknya”.
Al-Hafizh berkata dalam at-Talkhish al-Habir: “Asal hadits ini dalam Shahih Muslim, tanpa kalimat: “Pandangan matanya tidak melewati telunjuknya”.
والحاصل أن المسألة من مسائل الخلاف بين أهل العلم، ولكل رأيه، ولا ينبغي للمسلم أن يضيق صدره ذرعا بالخلاف فيها، فإن اتفاق العلماء حجة قاطعة واختلافهم رحمة واسعة.
والله أعلم.
Kesimpulannya, masalah ini adalah masalah khilafiyah diantara para ulama, setiap ulama punya pendapat masing-masing, tidak selayaknya seorang muslim merasa bersempit dada terhadap ikhtilaf dalam masalah ini. Karena kesepakatan ulama itu hujjah yang kuat, sedangkan ikhtilaf ulama itu rahmat yang luas. Wallahu a’lam.
diterjemahkan dari islamweb.com
Share:

Sample Text

Copyright © Lentera Islam .NET - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com