Mungkin bahasanya bukan “wanita melamar pria”. Karena dalam Islam, wanita itu mempunyai wali, maka ketika ia akan menikah, walinya lah yang menerima pinangan.
Jadi redaksinya, bolehkah wali menawarkan wanita yang ia walikan kepada seseorang yang shaleh?
Untuk menjawab boleh atau tidak boleh, tentulah kita kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 27 disebutkan:
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِين
“Berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang baik”.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa nabi Syu’aib menawarkan anak gadisnya kepada Nabi Musa.
Imam al-Qurthubi mengomentari kisah ini:
فيه عرض الولي بنته على الرجل وهذه سنة قائمة عرض صالح مدين ابنته على صالح بني اسرائيل وعرض عمر ا بن الخطاب ابنته حفصة على أبي بكر وعثمان رضي الله عنهم أجمعين وعرضت الموهوبة نفسها على النبي - صلى الله عليه وسلم - فمن الحسن عرض الرجل وليته والمرأة نفسها على الرجل الصالح اقتداء بالسلف الصالح
Dalam kisah ini terkandung makna bahwa wali boleh menawarkan perempuan yang ia walikan kepada seorang laki-laki. Ini adalah tradisi yang terus dilaksanakan; seorang yang shaleh dari suku Madyan menawarkan putrinya kepada orang yang shaleh dari Bani Israil. Umar menawarkan Hafshah putrinya kepada Abu Bakar dan Utsman, dan wanita itu sendiri menawarkan dirinya kepada Rasulullah Saw. Merupakan perbuatan baik seorang wali menawarkan perempuan yang ia walikan atau perempuan itu sendiri menawarkan dirinya kepada laki-laki yang shaleh mengikuti ash-Shalafu ash-Shaleh (Tafsir al-Qurthubi, juz.13, halaman: 271 Maktabah Syamilah).
Bahkan Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya menulis satu Bab: Seseorang menawarkan puterinya atau saudari perempuannya kepada orang yang baik.
Kemudian dalam bab ini Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما حدَّث :( أن عمر بن الخطاب حين تأيمت حفصة بنت عمر من خنيس بن حذافة السهمي ، وكان من أصحاب رسول الله - صلى الله عليه وسلم - فتوفي في المدينة ، فقال عمر بن الخطاب : أتيت عثمان بن عفان فعرضت عليه حفصة فقال : سأنظر في أمري ، فلبثت ليالي ثم لقيني فقال : قد بدا لي أن لا أتزوج يومي هذا ، قال عمر : فلقيت أبا بكر الصديق فقلت : إن شئت زوجتك
حفصة بنت عمر ، فصمت أبو بكر فلم يرجع إلي شيئاً ، وكنت أوجد عليه مني على عثمان . فلبثت ليالي ثم خطبها رسول الله - صلى الله عليه وسلم - فأنكحتها إياه ، فلقيني أبو بكر فقال : لقد وجدت عليَّ حين عرضت عليّ حفصة فلم أرجع إليك شيئاً . قال عمر : قلت : نعم ، قال : أبوبكر : فإنه لم يمنعني أن أرجع إليك فيما عرضت عليّ إلا أنني كنت علمت أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قد ذكرها ، فلم أكن لأفشي سر رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، ولو تركها رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قبلتها ) .
Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Umar bin al-Khaththab, ketika Hafshah menjadi janda karena Khunais bin Hudzafah as-Sahmi meninggal, ia salah seorang shahabat yang meninggal di Madinah. Maka Umar berkata, “Aku datang kepada Utsman, aku tawarkan Hafshah kepadanya, ia menjawab, “Aku akan memperhatikan keadaanku”. Berlalu beberapa malam, kemudian ia menemuiku dan berkata, “Telah terlihat jelas bagiku bahwa aku tidak menikah saat ini”. Maka aku menemui Abu Bakar, aku katakan, “Jika engkau mau, aku nikahkan engkau dengan puteriku Hafshah”. Abu Bakar diam, ia tidak menjawab apa-apa. Aku lebih berharap kepadanya daripada Utsman.
Berlalu beberapa malam. Kemudian Rasulullah Saw meminangnya, maka aku pun menikahkannya dengan Rasulullah Saw. Lalu Abu Bakar datang seraya berkata, “Ketika engkau menawarkannya kepadaku engkau berharap kepadaku, akan tetapi aku tidak membalas”. Umar menjawab, “Ya”. Abu Bakar berkata, “Tidak ada yang mencegahku untuk kembali kepadamu (memberikan jawaban), hanya saja aku mengetahui bahwa Rasulullah Saw pernah menyebut tentang Hafshah. Aku tidak mungkin membukakan rahasia Rasulullah Saw. Andai Rasulullah Saw meninggalkannya, pastilah aku menerima Hafshah”. (HR. Al-Bukhari).
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengomentari hadits ini:
وفيه - أي الحديث - عرض الانسان بنته وغيرها من مولياته على من يعتقد خيره وصلاحه لما فيه من النفع العائد على المعروضة عليه وأنه لا استحياء في ذلك
Dalam hadits ini terkandung makna: seseorang boleh menawarkan puterinya atau orang lain yang ia walikan kepada orang yang ia yakini kebaikannya karena mengandung manfaat yang dapat diperoleh oleh orang yang ditawarkan tersebut dan tidak perlu malu dalam masalah ini. (Kitab Fath al-Bari, juz. 11, halaman: 82).
Imam al-Bukhari juga memuat satu bab dalam kitab Shahihnya:
باب عرض المرأة نفسها على الرجل الصالح
Bab: seorang perempuan menawarkan dirinya kepada orang yang shaleh.
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengomentari hadits-hadits yang ada dalam bab ini:
وفي الحديثين جواز عرض المرأة نفسها على الرجل وتعريفه رغبتها فيه وأن لا غضاضة عليها في ذلك وأن الذي تعرض المرأة نفسها عليه بالاختيار لكن لا ينبغي أن يصرح لها بالرد بل يكفي السكوت
Dalam dua hadits ini mengandung makna: boleh bagi perempuan menawarkan dirinya kepada seorang laki-laki yang ia kenal dan ia inginkan, tidak perlu merasa sungkan baginya dalam masalah ini. Dan orang yang ditawari tersebut memiliki pilihan (untuk menerima atau menolak), akan tetapi tidak selayaknya ia tolak dengan jelas, cukup dengan diam. (Kitab Fath al-Bari, juz. 11, halaman: 80).
Dari beberapa dalil diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa menawarkan saudari, anak perempuan atau orang yang kita walikan kepada orang yang shaleh adalah sunnah. Terkadang seorang wali lebih rela membiarkan anak gadisnya dibawa pergi malam minggu oleh orang-orang yang tidak jelas, daripada menawarkan kepada orang yang shaleh. Itulah salah satu sebab banyaknya kemungkaran saat ini. Akan tetapi dalam hal ini perlu juga diperhatikan sifat amanah, agar jangan sampai menjadi bahan ejekan dan gunjingan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.