Lentera Islam - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.

SEMBILAN PESAN PERNIKAHAN



Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Pertama: Pertemuan Karena Allah Swt.
Langkah, rezeki, pertemuan dan maut dalam kuasa Allah Swt. Tapi manusia diberi kuasa untuk memilih dan berbuat yang disebut dengan ikhtiyar. Rasulullah Saw bersabda,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah Swt telah menetapkan takdir  semua makhluk, lima puluh ribu tahun sebelum Ia menciptakan langit dan bumi”. (Hadits riwayat Imam Muslim, dari Abdullah bin ‘Amr). Maka fahamilah bahwa pasangan sebagai pilihan Allah Swt setelah melewati proses ikhtiyar manusia dengan berbagai macam skenarionya, dari mulai dipertemukan teman, sampai salah sambung telepon.
            Tiga orang rakyat jelata diberi sebuah pena dari Tuan Raja. Orang pertama berkata sambil menggerutu, “Raja yang kaya raya cuma memberi sebuah pena!”. Yang kedua berkata, “Lebih baik, daripada tidak ada sama sekali”. Yang ketiga berkata, “Saya tidak melihat penanya, tapi yang saya lihat adalah siapa yang memberikannya”.

Kedua: Menikah Setengah Iman.
Yang paling penting dalam hidup adalah iman. Hanya dengan iman manusia akan selamat di dunia dan akhirat. Iman adalah bekal menghadap Allah Swt. Nikah adalah setengah dari iman itu, sebagaimana sabda Rasulullah Saw bersabda,
مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ اِسْتَكْمَلَ نِصْفَ الإِيْمَانِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْ النِّصْفِ الْبَاقِيْ
Siapa yang menikah, maka ia telah menyempurnakan setengah keimanannya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah Swt pada setengahnya”. (Hadits riwayat Imam at-Thabrani, dari Anas bin Malik. Hadits Hasan). Bekal itu telah terisi setengah, maka sempurnakanlah dengan takwa kepada Allah Swt. Ketika bekal telah sempurna, maka jangan pernah berkurang, karena tidak ada yang tau ntah bila perjalanan akan dilanjutkan.

Ketiga: Menjaga Pandangan dan Kemaluan.
Iman itu tidak terlihat, karena ia masalah yang bersifat batin. Tapi iman diwujudkan dalam perbuatan. Bila setengah iman itu dilaksanakan, maka terwujud dalam bentuk pemeliharaan mata dan kemaluan. Demikian disabdakan Rasulullah Saw,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, siapa diantara kamu yang mampu, maka hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu menjaga pandangan dan kemaluan. Siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu sebagai pemelihara baginya”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud). Sebagian besar penyebab kejahatan manusia adalah mata dan kemaluan. Keduanya dijaga dengan pernikahan.

Keempat: Pasangan Adalah “Ayat”.
Ketika disebut kata ayat, maka yang terbayang di benak kita adalah bagian dari surah dalam al-Qur’an. Ayat dalam surah al-Fatihah, ayat Kursi dan ayat-ayat lainnya. Semua itu adalah ayat yang tersurat, tertulis dalam al-Qur’an. Namun ada ayat-ayat lain, tanda-tanda kebesaran Allah Swt di alam semesta yang disebut sebagai Ayat Kauniyyah, diantara ayat-ayat itu adalah langit dan bumi, aneka ragam bahasa dan warna kulit dan berbagai ayat-ayat lainnya. Satu diantara ayat itu adalah pasangan hidup. Allah Swt berfirman,
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
Dan di antaraayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan-Nya) ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri”. (Qs. ar-Ruum [30]: 21).
 Istri menjadi ayat bagi suami dan suami menjadi ayat bagi istri. Jika setiap pasangan memahami bahwa pasangannya adalah ayat, maka tidak akan ada yang melecehkan ayat, tidak akan ada tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Karena melecehkan pasangan berarti melecehkan ayat, tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.

Kelima: Ketenangan Jiwa.
Manusia terdiri dari ruh dan jasad. Jasad yang tenang berasal dari ruh yang tenang. Ketenangan ruh itu berasal dari Allah Swt. Ketenangan yang bukan berasal dari Allah Swt adalah ketenangan semu karena palsu. Allah Swt menjelaskan bahwa salah satu penyebab ketenangan itu adalah pasangan hidup yang telah ditetapkan Allah Swt. Firman-Nya,
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
Supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya”. (Qs. ar-Ruum [30]: 21).
            Harta memang bisa memberikan ketenangan. Tapi ketenangan bukan pada harta. Buktinya, banyak orang yang memiliki harta, tapi tidak mendapatkan ketenangan di dalamnya. Suatu ketika sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, apakah harta yang paling berharga?”. Rasulullah Saw menjawab,
لِسَانٌ ذَاكِرٌ وَقَلْبٌ شَاكِرٌ وَزَوْجَةٌ مُؤْمِنَةٌ تُعِينُهُ عَلَى إِيمَانِهِ
Lidah yang senantiasa berzikir, hati yang selalu bersyukur, istri beriman yang menolong keimanan suami”. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi dari Tsauban).

Keenam: Melihat Titik Persamaan.
Dua makhluk yang berbeda, sampai orang barat mengatakan, “Man are from Mars, Women are from Venus”. Semuanya berbeda, dari bentuk fisik, sifat bawaan, selera makanan dan berbagai hal lainnya. Allah Swt merekat perbedaan itu dengan Mawaddah dan Rahmah.
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang”. (Qs. ar-Ruum [30]: 21).
Mawaddah melihat kecantikan fisik, Rahmahmemandang kebaikan akhlak.
Mawaddah memandang kelebihan, Rahmah menutupi kekurangan.
Itulah penyambung yang putus, perekat yang retak.
            Allah Swt menggambarkan pasangan seperti pakaian, saling menutupi dan melindungi,
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”. (Qs. al-Baqarah [2]: 187). Pakaian yang tidak mampu menutupi dan melindungi, maka bukanlah pakaian.

Ketujuh: Patuh Bersyarat.
Laki-laki diberi tanggung jawab di dunia dan akhirat. Maka selama ia menunaikan kewajiban dan amanah, ajakan dan larangannya wajib diikuti. Bahkan Rasulullah Saw bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
Seandainya aku boleh memerintahkan manusia untuk bersujud kepada manusia, pastilah aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya”. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah, hadits Hasan).
Dalam beberapa kasus, melawan suami menyebabkan turunnya laknat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Apabila seorang suami mengajak suaminya berhubungan, tapi perempuan itu menolak, maka ia dilaknat malaikat hingga waktu pagi”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
            Namun ketaatan itu bukan tanpa syarat. Suami ditaati selama ia taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Tidak ada ketaatan kepada makhluk jika ketaatan itu menyebabkan perbuatan maksiat kepada Allah Swt,
فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ عَلَيْهِ وَلَا طَاعَةَ
Jika diperintahkan melakukan perbuatan maksiat, maka tidak perlu didengar dan tidak wajib dipatuhi”. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi, dari Abdullah bin Umar, hadits Hasan Shahih).

Kedelapan: Tulang Rusuk Yang Bengkok.
Rasulullah Saw menggambarkan perumpamaan dengan gambaran yang sangat sempurna,
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
Tinggalkanlah pesan yang baik untuk para perempuan. Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk. Sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika engkau luruskan, maka engkau mematahkannya. Jika engkau biarkan, maka ia akan tetap bengkok. Tinggalkanlah pesan yang baik-baik untuk perempuan”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah). Ia diciptakan bukan dari tulang kaki pria untuk diinjak. Bukan dari tulang kepalanya untuk dijunjung. Tapi dari tulang rusuk agar berada setara di sampingnya. Tapi tulang itu bengkok, jika diikuti akan ikut bengkok. Namun jika diluruskan dengan paksa, ia akan patah.

Kesembilan: Amal Jariyah.
Allah Swt memberikan ruang dan masa kepada manusia agar manusia beramal. Ketika ruang dan masa itu ditarik oleh Allah Swt, maka berakhirlah amal. Tapi ada amal yang tidak akan pernah terhenti, satu diantaranya anak yang shaleh, sabda Rasulullah Saw,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Apabila manusia itu meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya”. (Hadits riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah). Anak shaleh itu diperoleh lewat pernikahan yang sah. Surga pun dijanjikan bagi mereka yang mampu menjaga amanah anak, sesuai sabda Rasulullah Saw,
مَنْ عَالَ ثَلَاثَ بَنَاتٍ فَأَدَّبَهُنَّ وَزَوَّجَهُنَّ وَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ فَلَهُ الْجَنَّةُ
Siapa yang merawat tiga orang anak perempuan dengan baik, ia beri pendidikan yang baik, ia nikahkan dengan orang-orang yang baik, ia berbuat baik kepada mereka, maka surgalah baginya”. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri).
Share:

PUASA BULAN RAJAB.



عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ
Utsman bin Hakim al-Anshari berkata, “Saya bertanya kepada Sa’id bin Jubair tentang puasa di bulan Rajab, kami pada saat itu berada di bulan Rajab”. Ia menjawab, “Saya telah mendengar Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw melaksanakan puasa hingga kami mengatakan ia tidak berbuka, dan Rasulullah Saw berbuka hingga kami mengatakan Rasulullah Saw tidak puasa”. (Hadits riwayat Imam Muslim).
Penjelasan hadits ini menurut Imam an-Nawawi:
الظاهر أن مراد سعيد بن جبير بهذا الاستدلال أنه لا نهى عنه ولا ندب فيه لعينه بل له حكم باقي الشهور ولم يثبت في صوم رجب نهى ولا ندب لعينه ولكن أصل الصوم مندوب إليه وفي سنن أبي داود أن رسول الله صلى الله عليه و سلم ندب إلى الصوم من الأشهر الحرم ورجب أحدها والله أعلم
Pada zahirnya, maksud Sa’id bin Jubair berdalil dengan hadits ini bahwa tidak ada larangan dan tidak ada anjuran puasa di bulan Rajab. Hukum puasa di bulan Rajab sama seperti puasa di bulan-bulan lain. Tidak ada hadits tentang puasa bulan Rajab, hadits melarang atau pun menganjurkan. Akan tetapi hukum asal berpuasa itu dianjurkan, dalam kitab Sunan Abi Daud Rasulullah Saw menganjurkan puasa di bulan-bulan haram/mulia, bulan Rajab adalah salah satu dari bulan haram/mulia. Wallahu a’lam.
( Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, juz.VIII, hal.39).
Hadits dalam Sunan Abi Daud yang dimaksud Imam an-Nawawi:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ سَعِيدٍ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ أَبِي السَّلِيلِ عَنْ مُجِيبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَا تَعْرِفُنِي قَالَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا الْبَاهِلِيُّ الَّذِي جِئْتُكَ عَامَ الْأَوَّلِ قَالَ فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ قَالَ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلَّا بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ ثُمَّ قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ زِدْنِي فَإِنَّ بِي قُوَّةً قَالَ صُمْ يَوْمَيْنِ قَالَ زِدْنِي قَالَ صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ قَالَ زِدْنِي قَالَ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلَاثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا
Hadits Rasulullah Saw memerintahkan laki-laki dari al-Bahilah melaksanakan puasa di bulan-bulan haram/mulia (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab):
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا إسماعيل ثنا الجريري عن أبي السليل قال حدثتني مجيبة عجوز من باهلة عن أبيها أو عن عمها قال : أتيت رسول الله صلى الله عليه و سلم لحاجة مرة فقال من أنت قال أو ما تعرفني قال ومن أنت قال أنا الباهلي الذي أتيتك عام أول قال فإنك أتيتني وجسمك ولونك وهيئتك حسنة فما بلغ بك ما أرى فقال اني والله ما أفطرت بعدك الا ليلا قال من أمرك أن تعذب نفسك من أمرك أن تعذب نفسك من أمرك أن تعذب نفسك ثلاث مرات صم شهر الصبر رمضان قلت اني أجد قوة وأني أحب أن تزيدني فقال فصم يوما من الشهر قلت اني أجد قوة وأني أحب أن تزيدني قال فيومين من الشهر قلت اني أجد قوة وأني أحب أن تزيدني قال وما تبغى عن شهر الصبر ويومين في الشهر قال قلت اني أجد قوة وأني أحب أن تزيدني قال فثلاثة أيام من الشهر قال والحم عند الثالثة فما كاد قلت اني أجد قوة وأني أحب ان تزيدني قال فمن الحرم وافطر
Hadits ini terdapat dalam Musnad Ahmad. Menurut Syekh Syu’aib al-Arna’uth, status hadits ini: Hasan li ghairihi.
                Berdasarkan keterangan di atas maka tidak ada dalil khusus melaksanakan puasa khusus di hari khusus, dengan jumlah bilangan khusus, dengan cara khusus, dengan balasan khusus di bulan Rajab. Tapi jika ada yang puasa di bulan Rajab secara umum, maka itu baik, karena ada hadits umum tentang itu. Wallahu a’lam bi as-shawab.
Share:

SYI'AH KAFIR?



Siapakah ulama yang mengkafirkan Syi’ah?

Jawaban:
PENDAPAT IMAM MALIK:
روى الخلال عن أبي بكر المروذي قال: سمعت أبا عبد الله يقول: قال الإمام مالك: الذي يشتم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ليس لهم اسم - أو قال -: نصيب في الإسلام
[الخلال/ السنة: 2/557، قال محقق الرسالة: إسناده صحيح.].
Al-Khallal meriwayatkan dari Abu Bakr al-Marwazi, ia berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah berkata, ia berkata, Imam Malik berkata:
“Orang yang mencaci maki shahabat nabi, mereka tidak punya bagian dalam Islam/KAFIR”.

IMAM SYAFI’I.
وأخرج الهروي عن يوسف بن يحيي البويطي قال ( سألت الشافعي أأصلي خلف الرافضي ؟ قال : لا تصل خلف الرافضي ولا القدري ولا المرجئ . قلت : صفهم لنا , قال : من قال : الإيمان قول فهو مرجئ , ومن قال : إن أبابكر وعمر ليسا بإمامين فهو رافضي , ومن جعل المشيئة إلى نفسه فهو قدري
Al-Harawi meriwayatkan dari Yusuf bin Yahya al-Buwaithi, ia berkata, “Saya bertanya kepada Imam Syafi’i, ‘Apakah saya shalat di belakang syi’ah Rafidhah?”.
Imam Syafi’i menjawab, “Janganlah engkau shalat di belakang syi’ah rafidhah, qadariyah dan murji’ah”.
Al-Buwaithi: “Sebutkanlah ciri-ciri mereka”.
Imam Syafi’i: “Siapa yang mengatakan bahwa iman itu cukup ucapan saja, berarti dia murji’ah. Siapa yang mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar bukan khalifah, maka ia syi’ah rafidhah. Siapa yang menyatakan bahwa kehendak itu hanya dirinya sendiri, berarti ia qadari”.
(sumber: Siyar A’lam an-Nubala’, Imam adz-Dzahabi, juz.X, hal.31).

PENDAPAT IMAM HANBALI:
"هم الذين يتبرؤون من أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم ويسبونهم، ويتنقصون ويكفرون الأئمة إلا أربعة: علي، وعمار، والمقداد، وسلمان، وليست الرافضة من الإسلام في شيء" [السنة للإمام أحمد: ص82، تصحيح الشيخ إسماعيل الأنصاري.].
Mereka yang mengkafirkan dan mencaci maki shahabat nabi, mencela dan mengkafirkan para imam, kecuali empat: Ali, Ammar, al-Miqdad dan Salman. Syi’ah Rafhidhah bukan Islam”. (sumber: as-Sunnah, hal.82).

PENDAPAT IMAM ABDURRAHMAN IBNU MAHDI:
قال عبد الرحمن بن مهدي: هما ملتان: الجهمية والرافضية [خلق أفعال العباد للبخاري: ص125
Al-Jahamiyyah dan Syi’ah Rafidhah adalah  dua agama (Bukan Islam).
(Sumber: Khalq Af’al al-’Ibad: hal.125).

PENDAPAT IMAM AL-BUKHARI:
قال - رحمه الله -: ما أبالي صليت خلف الجهمي والرافض، أم صليت خلف اليهود والنصارى، ولا يسلم عليهم ولا يعادون ولا يناكحون ولا يشهدون ولا تؤكل ذبائحهم [الإمام البخاري/ خلق أفعال العباد: ص125.].
Imam al-Bukhari berkata:
“Saya tidak peduli apakah saya shalat di belakang penganut mazhab Jahamiyah atau Syi’ah Rafidhah, di belakang Yahudi dan Nasrani (Mereka KAFIR). Tidak boleh mengucapkan salam kepada mereka, tidak boleh dijenguk, tidak boleh dinikahi, tidak boleh bersaksi, tidak dimakan sembelihan mereka”.
(Sumber: Khalq Af’al al-’Ibad, hal.125).


IMAM AL-GHAZALI:
فلو صرح مصرح بكفر أبي بكر وعمر - رضي الله عنهما - فقد خالف الإجماع وخرقه، ورد ما جاء في حقهم من الوعد بالجنة والثناء عليهم والحكم بصحة دينهم وثبات يقينهم وتقدمهم على سائر الخلق في أخبار كثيرة.. ثم قال: "فقائل ذلك إن بلغته الأخبار واعتقد مع ذلك كفرهم فهو كافر.. بتكذيبه رسول الله صلى الله عليه وسلم، فمن كذبه بكلمة من أقاويله فهو كافر بالإجماع
“Jika seseorang secara jelas mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, maka ia telah bertentangan dengan Ijma’ dan merusaknya. Menolak hak shahabat yaitu janji mendapat surga, pujian, kebenaran agama, kokoh keyakinan, didahulukan dari selua makhluk. Orang yang mengingkari semua itu, jika hadits telah sampai kepadanya, namun ia tetap kafir, MAKA IA KAFIR, karena ia telah mendustakan Rasulullah Saw. Siapa yang mendustakan Rasulullah Saw dengan satu kalimat, maka ia KAFIR menurut Ijma’”
(Sumber: Fadha’ih al-Bathiniyyah, 149).

PENDAPAT IMAM ABDUL QAHIR AL-BAGHDADI:
"وأما أهل الأهواء الجارودية الهاشمية والجهمية، والإمامية الذين أكفروا خيار الصحابة.. فإنا نكفرهم، ولا تجوز الصلاة عليهم عندنا ولا الصلاة خلفهم" [الفرق بين الفرق: ص357.].
“Adapun ahli hawa seperti kelompok al-Jarudiyah, al-Hasyimiyah, al-Jahamiyah dan Syi’ah Imamiyah yang telah mengkafirkan para shahabat, maka kami MENGKAFIRKAN mereka. Mereka tidak boleh dishalatkan dan tidak boleh shalat di belakang mereka”.
(Sumber: al-Farq Bain al-Firaq: hal.357).

PENDAPAT IMAM IBNU HAZM:
وأما قولهم (يعني النصارى) في دعوى الروافض تبديل القرآن فإن الروافض ليسوا من المسلمين [يعني فلا حاجة في كلامهم على المسلمين، ولا على كتابهم.]، إنما هي فرقة حدث أولها بعد موت رسول الله صلى الله عليه وسلم بخمس وعشرين سنة. وهي طائفة تجري مجرى اليهود والنصارى في الكذب والكفر [الفصل: 2/213.].
“adapun pendapat mereka (Nasrani) sama seperti pendapat Syi’ah Rafidhah tentang pertukaran al-Qur’an. Sesungguhnya Syi’ah Rafidhah itu bukan kaum muslimin. Mereka adalah kelompok yang muncul setelah 25 tahun kematian Rasulullah Saw. Kelompok ini sama seperti Yahudi dan Nasrani dalam hal dusta dan KEKAFIRAN”.
(Sumber: al-Fishal, juz.II, hal.213).

PENDAPAT IMAM FAKHRUDIN AR-RAZI:
         الأشاعرة يكفرون الروافض من ثلاثة وجوه:
         أولها: أنهم كفروا سادات المسلمين، وكل من كفر مسلماً فهو كافر لقوله عليه السلام: "من قال لأخيه: يا كافر فقد باء بها أحدهما" [سيأتي تخريجه.] فإذن يجب تكفيرهم.
         وثانيها: أنهم كفروا قوماً نص الرسول عليه السلام بالثناء عليهم وتعظيم شأنهم، فيكون تكفيرهم تكذيباً للرسول عليه السلام.
         وثالثها: إجماع الأمة على تكفير من كفر سادات الصحابة [الرازي/ نهاية العقول، الورقة 212 (مخطوط).].
Ulama mazhab Asy’ari mengkafirkan Syi’ah Rafidhah
Dari tiga aspek:
Pertama, mereka mengkafirkan kaum muslimin. Siapa yang mengkafirkan kaum muslimin, maka ia kafir. Berdasarkan hadits. Maka mereka WAJIB DIKAFIRKAN.
Kedua, mereka mengkafirkan orang-orang yang dipuji nabi, berarti mereka mendustakan nabi.
Ketiga, Ijma’ untuk MENGKAFIRKAN orang yang telah mengkafirkan para shahabat nabi”.
(Sumber: Nihayat al-’Uqul: kertas: 212).

Apakah Syi’ah di Indonesia itu syi’ah rafidhah? Hingga fatwa-fatwa di atas berlaku bagi mereka?
Ya, karena mereka mencaci maki shahabat.

Apa buktinya?
Fakta, mereka menyatakan:
      Abu Bakar Munafiq
      Umar arogan.
      Utsman hedonis.
      Abu Bakar dan Umar adalah Iblis.
Dalam buku “KECUALI ALI”.
Penerbit al-Huda, Jakarta.
Cetakan Pertama: Juli 2009.

Mereka nyatakan:
      Aisyah biang fitnah.
      Aisyah licik dan pembohong.
      Abu Hurairah pemalsu hadits.
      Abu Hurairah Yahudi pura-pura masuk Islam.
Buku “ANTOLOGI ISLAM”.
Penerbit al-Huda Jakarta.
Cetakan pertama Januari 2005.

Mereka nyatakan:
      Laknat Syi’ah terhadap Abu Bakar
      Abu Bakar dan Umar pelaku bid’ah.
Buku “THE SHI’A”.
Penerbit Lentera Jakarta.
Cetakan pertama Maret 2008

Mereka nyatakan:
      Laknat Syi’ah terhadap Abu Bakar
      Abu Bakar dan Umar pelaku bid’ah.
Buku “40 MASALAH SYI’AH”.
Penulis :Emilia Renita.
Editor: Jalaluddin Rakhmat
Penerbit IJABI (Ikatan Jamaah Ahli Bait Indonesia)
Hal.194: Abu Bakr la
(laknatullah ‘alaihi: Allah melaknatnya).

Mereka nyatakan:
      Aisyah berdusta
      Manipulasi nama tempat dalam hadits.
Buku  : Al-Mustafa Pengantar Studi Kritis Tarikh Nabi Saw.
Penulis: Jalaluddin Rakhmat.
Penerbit: Muthahhari Press
Cetakan Pertama Juni 2002

إذا ظهرت البدعُ فى أمتى وشُتِمَ أصحابى فليُظْهِر العالمُ علمَه فإنْ لم يفعلْ فعليه لعنةُ اللهِ (الديلمى عن معاذ)
Apabila telah muncul bid’ah-bid’ah di tengah ummatku, para shahabatku dicaci maki, maka hendaklah orang yang mengetahui menunjukkan pengetahuannya.
Jika ia tidak melakukan itu, maka laknat Allah baginya”.
(HR. ad-Dailami dari Mu’adz. Hadits dha’if. Bisa dipakai untuk at-Targhib wa at-Tarhib).

من سكت عن الحق فهو شيطان اخرس
“Siapa yang diam tidak menyuarakan kebenaran, maka ia adalah SETAN BISU”.
(Ucapan Imam Abu ‘Ali ad-Daqqaq dikutip oleh Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim).
Share:

Sample Text

Copyright © Lentera Islam .NET - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com