Lentera Islam - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.

Kitab Witir


Kitab Witir



Bab Ke-1: Keterangan-Keterangan Mengenai Shalat Witir

526. Nafi' mengatakan bahwa Abdullah bin Umar shalat antara serakaat dan dua rakaat dalam shalat witir. Sehingga, ia memerintahkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dihajatkan olehnya.

527. Al-Qasim berkata, "Kamu melihat orang banyak sejak saat kami dewasa, semuanya mengerjakan shalat witir tiga rakaat, dan sesungguhnya masing-masing[1] leluasa dikerjakan. Aku berharap tidak ada suatu kesalahan pun."

528. Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah selalu shalat sebelas rakaat. Itulah shalat beliau, maksudnya di malam hari. Lalu beliau sujud selama sekitar salah seorang di antaramu membaca lima puluh ayat sebelum beliau mengangkat kepala. Beliau shalat dua rakaat sebelum shalat subuh. Beliau berbaring pada lambung yang sebelah kanan sehingga muadzin datang untuk (iqamah) shalat (subuh).


Bab Ke-2: Waktu-Waktu Melakukan Witir
 
Abu Hurairah berkata, "Nabi saw berpesan kepadaku supaya melakukan shalat witir sebelum tidur."[2]
 
529. Anas bin Sirin berkata, "Aku bertanya kepada Ibnu Umar, 'Apakah yang Anda ketahui mengenai shalat sunnah dua rakaat sebelum mengerjakan shalat subuh, apakah aku boleh memperpanjang bacaan padanya?' Ibnu Umar menjawab, 'Nabi shalat di waktu malam dua rakaat dua rakaat dan melakukan witir satu rakaat. Lalu, shalat dua rakaat sebelum shalat subuh dan seolah-olah azan (yakni iqamah) sudah ada di kedua telinganya." Hammad berkata, "Yakni dilakukan dengan cepat."[3]
 
530. Aisyah berkata, "Setiap malam Rasulullah melakukan witir dan witirnya berakhir sampai waktu sahur."


Bab Ke-3: Nabi Membangunkan Istrinya Supaya Mengerjakan Shalat Witir
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 289 di muka.")

 
Bab Ke-4: Hendaklah Seseorang Menjadikan Shalat Witir Sebagai Akhir Shalatnya (di Waktu Malam)
 
531. Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Jadikanlah akhir shalatmu pada malam hari dengan witir."
 

Bab Ke-5: Mengerjakan Shalat Witir di Atas Kendaraan
 
532. Sa'id bin Yasar berkata, "Pada suatu ketika aku berjalan bersama-sama Abdullah bin Umar di jalan menuju Mekah. Ketika aku merasa khawatir subuh akan datang, aku turun dari kendaraan lalu aku shalat witir, sesudah itu aku susul Abdullah. Abdullah bertanya, 'Ke mana engkau?' Aku menjawab, 'Aku khawatir kedahuluan masuk waktu subuh. Karena itu, aku turun dari kendaraan lalu aku shalat witir.' Abdullah berkata, 'Bukankah pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagimu?' Aku menjawab, 'Sudah tentu, demi Allah.' Abdullah menjawab, 'Sesungguhnya Rasulullah pernah melakukan shalat witir di atas kendaraan.'"[4]
 

Bab Ke-6: Mengerjakan Shalat Witir di Perjalanan
 
533. Ibnu Umar berkata, "Nabi shalat dalam perjalanan di atas kendaraannya. Ke arah mana pun kendaraannya menghadap, maka ke situ pulalah beliau menghadap sambil berisyarat sebagai melaksanakan shalatullail. Ini beliau lakukan selain shalat-shalat yang difardhukan. Beliau juga berwitir di atas kendaraannya."
 

Bab Ke-7: Qunut Sebelum Ruku dan Sesudahnya
 
534. Anas berkata, "Qunut itu pada shalat magrib dan subuh."
 

Catatan Kaki:

[1] Yakni witir satu rakaat dan tiga rakaat. Akan tetapi, witir tiga rakaat dengan dua tasyahhud kemudian salam, terdapat riwayat sahih yang melarangnya. Maka, cara mengerjakan shalat witir tiga rakaat ini boleh jadi dengan satu kali tasyahud, atau dibagi dua dengan melakukan dua rakaat lalu salam, kemudian satu rakaat lagi lantas salam. Penjelasan mengenai masalah ini dapat dilihat di dalam risalah saya Shalatut Tarawih halaman 111-115.

[2] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) di dalam bab yang akan datang pada "19 AT-TAHAJJUD / 33 - BAB", dan di-maushul-kan oleh Ahmad dari beberapa jalan (2/299, 254, 258, 260, 265, 271, 277, 311, 329, 331, 347, 392, 412, 459, 472, 484, 489, 497, 499, 505, 526).

[3] Dalam sebagian naskah disebutkan dengan lafal bi sur'atin 'dengan cepat'. Dan yang dimaksud dengan azan di sini adalah iqamah. Yakni, shalatnya cepat seperti cepatnya orang yang mendengar iqamah untuk shalat (gugup).

[4] Hadits ini ditentang oleh golongan Hanafiah. Mereka berkata, "Tidak boleh mengerjakan shalat witir di atas kendaraan." Akan tetapi, hadits ini menyangkal pendapat mereka. Ath-Thahawi menganggap di dalam Syarhul Ma'ani (1/249) bahwa pendapat itu mansukh, karena tidak ada dalilnya melainkan semata-mata pemikiran.
Share:

Kitab Dua Hari Raya


Kitab Dua Hari Raya



Bab Ke-1: Mengenai Dua Hari Raya dan Mengenakan yang Indah-Indah pada Hari Raya
 
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tercantum pada nomor 475 di muka.")


Bab Ke-2: Bermain dengan Tombak dan Perisai pada Hari Raya
 
508. Aisyah berkata, "Rasulullah masuk padaku, dan di sisiku ada dua anak wanita (dari gadis-gadis Anshar 2/3, dan dalam satu riwayat: dua orang biduanita 4/266) pada hari Mina. Lalu, keduanya memukul rebana (4/161). Mereka menyanyi dengan nyanyian (dalam satu riwayat: dengan apa yang diucapkan oleh wanita-wanita Anshar pada hari) Perang Bu'ats[1] sedang keduanya bukan penyanyi. Beliau berbaring di atas hamparan dan memalingkan wajah beliau. Abu Bakar masuk, sedang Nabi
menutup wajah dengan pakaian beliau (2/11), lalu Abu Bakar menghardik saya (dan dalam satu riwayat: menghardik mereka) dan mengatakan, 'Seruling setan di (dalam satu riwayat: Pantaskah ada seruling setan di rumah) Rasulullah? Dia mengucapkannya dua kali. Lalu, Nabi menghadap Abu Bakar (dalam satu riwayat: lalu Nabi membuka wajahnya) lantas bersabda, 'Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar! Karena tiap-tiap kaum mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita.' Maka, ketika beliau lupa, saya mengisyaratkan kepada kedua anak wanita itu, lalu keduanya keluar."
 
509. "Hari itu adalah hari raya, di mana orang Sudan (dalam satu riwayat: orang-orang Habasyah 1/117) bermain perisai dan tombak di dalam masjid. Barangkali saya yang meminta kepada Nabi atau barangkali beliau sendiri yang mengatakan kepadaku, 'Apakah engkau ingin melihat?' Saya menjawab, 'Ya.' Saya disuruhnya berdiri di belakang beliau di depan pintu kamarku. Beliau melindungiku dengan selendang beliau, sedang aku melihat permainan mereka di dalam masjid. Lalu, Umar[2] menghardik mereka. Kemudian Nabi bersabda, 'Biarkanlah mereka.' (4/162) Maka, saya terus menyaksikan (6/147) sedang pipiku menempel pada pipi beliau, dan beliau berkata, 'Silakan (dan dalam satu riwayat: aman) wahai bani Arfidah!' Sehingga, ketika aku sudah merasa bosan, beliau bertanya, 'Sudah cukup?' Aku menjawab, 'Cukup.' Beliau bersabda, 'Kalau begitu, pergilah.'" (Maka, perkirakanlah sendiri wanita yang masih muda usia, yang senang sekali terhadap permainan. 6/159)
 

Bab Ke-3: Berdoa pada Hari Raya
 

Bab Ke-4: Makan pada Hari Raya Fitri Sebelum Keluar
 
510. Anas berkata, "Rasulullah tidak pergi (ke tempat shalat) pada hari raya Fitri sehingga beliau memakan beberapa buah kurma. (Dan beliau memakannya dalam jumlah ganjil.)"[3]
 

Bab Ke-5: Makan pada Hari Raya Nahar Atau Idul Adha
 
511. Al-Bara' bin Azib r.a. berkata, "Nabi berpidato kepada kami pada hari raya kurban (Idul Adha) setelah shalat. Lalu beliau bersabda." (Dalam satu riwayat al-Bara' berkata, "Pada hari Adha Nabi keluar, lalu mengerjakan shalat Id dua rakaat. Kemudian menghadap kepada kami, seraya bersabda, 'Sesungguhnya kurban kita pada hari ini harus kita mulai dengan mengerjakan shalat Id, kemudian kita pulang, lalu kita sembelih kurban. 2/8) Barangsiapa yang shalat dengan shalat kita dan menyembelih dengan sembelihan kita, maka ia telah benar dalam berkurban (dalam riwayat lain: sesuai dengan Sunnah kami). Barangsiapa yang berkurban sebelum shalat, maka sesungguhnya sembelihan itu (menyembelih biasa) dan tidak ada kurban baginya." (Dalam satu riwayat: maka sesungguhnya yang demikian itu adalah daging yang ia segerakan untuk keluarganya, bukan kurban sedikit pun 2/6). (Dan dalam riwayat lain: barangsiapa yang mengerjakan shalat seperti shalat kita dan menghadap kiblat kita, maka janganlah ia menyembelih kurban sebelum selesai shalat. 6/238). Abu Burdah bin Niyar, paman Bara', berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berkurban dengan kambing saya sebelum shalat dan saya mengetahui bahwa hari raya ini adalah hari makan dan minum. Saya senang kambing saya itu sebagai kambing pertama yang disembelih di rumahku. Karena itu, saya sembelih kambing saya dan saya makan sebelum mendatangi shalat (dan saya beri makan keluargaku dan tetanggaku." 2/10). Dalam riwayat lain, al-Bara' berkata, "Mereka mempunyai tamu di rumahnya, lalu Abu Burdah menyuruh keluarganya menyembelih sebelum ia pulang, agar tamunya dapat makan. Maka, mereka menyembelih kambing sebelum shalat. Kemudian peristiwa itu dilaporkan kepada Nabi, lalu beliau menyuruhnya untuk menyembelih kurban lagi. (7/227). Beliau bersabda, "Kambingmu adalah kambing daging." Ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mempunyai kambing kecil betina, kami mempunyai anak binatang ternak (dalam satu riwayat: anak kambing betina yang jinak 6/237) yang lebih saya sukai daripada dua ekor kambing (dalam satu riwayat: saya mempunyai anak kambing betina, anak kambing penghasil susu, yang lebih baik daripada dua ekor kambing daging. Dalam riwayat lain: daripada seekor kambing yang lebih tua. Dan, dalam riwayat lain lagi: daripada dua ekor kambing yang lebih tua). Apakah itu mencukupi bagi saya?" Beliau menjawab, "Ya, tetapi tidak akan mencukupi bagi seorang pun sesudahmu."


Bab Ke-6: Keluar ke Tempat Shalat Tanpa Mimbar
 
512. Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Rasulullah keluar pada hari raya Fitri dan hari raya Adha ke mushalla.[4] Yang pertama-tama beliau lakukan adalah shalat. Kemudian beliau berdiri dan menghadap manusia, dan manusia duduk di shaf-shaf mereka masing-masing. Beliau memberi nasihat, wasiat, dan perintah kepada mereka. Jika beliau mau menetapkan utusan, maka beliau mengutusnya; atau menyuruh sesuatu, maka beliau menyuruhnya, kemudian beliau pergi." Abu Sa'id berkata, "Orang-orang senantiasa berbuat demikan itu. Sehingga, saya keluar bersama Marwan, Gubernur Madinah, pada hari raya Adha atau Fitri. Ketika kami sampai di Mushalla, ternyata di sana ada mimbar yang dibuat oleh Katsir bin Shalt. Tiba-tiba Marwan mau naik mimbar sebelum shalat, maka saya menarik pakaiannya. Tetapi, ia menarikku, lantas ia naik dan berkhutbah sebelum shalat. Maka, saya katakan kepadanya, 'Demi Allah kamu telah mengubah.' Ia berkata, 'Wahai Abu Sa'id, apa yang kamu ketahui telah ketinggalan (usang).' Saya berkata kepadanya, 'Demi Allah, apa yang saya ketahui lebih baik daripada apa yang tidak saya ketahui.' Lalu ia (Marwan) melanjutkan perkataannya, 'Sesungguhnya orang-orang tidak lagi mau duduk bersama-sama kita sesudah shalat, maka saya jadikan khutbah itu sebelum shalat.'"
 

Bab Ke-7: Berjalan dan Berkendaraan ke Tempat Shalat Hari Raya serta Bab Tidak Adanya Azan dan Iqamah
 
513. Atha' mengatakan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas berkirim surat kepada Ibnu Zubair pada hari pertama ia dibai'at (yang isi suratnya), "Sesungguhnya shalat Idul Fitri itu tidak diazani sebagaimana shalat fardhu,[5] dan sesungguhnya khutbah Id itu dilakukan sesudah shalat."

514. Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah berkata, 'Tidak diadakan azan pada shalat hari raya Idul Fitri dan tidak pula pada Idul Adha."[6]
 
515. Jabir bin Abdullah berkata, "Sesungguhnya Nabi berdiri (dan dalam satu riwayat: keluar pada hari Idul Fitri), lalu memulai shalat. Kemudian berkhutbah di muka orang banyak sesudah shalat itu. Setelah Nabi selesai khutbah, beliau turun.[7] Kemudian mendatangi para wanita, memberi nasihat kepada mereka dan pada waktu itu beliau bersandar pada tangan Bilal. Bilal menggelar bajunya dan di baju itulah para wanita itu meletakkan sedekah mereka." Aku (perawi) bertanya kepada Atha', "Zakat pada hari raya Fitri?" Dia menjawab, 'Tidak, tetapi sedekah biasa yang mereka berikan pada waktu itu. Mereka lepas cincin mereka dan mereka lemparkan (ke baju bilal)." Saya bertanya (2/9), "Apakah Anda berpendapat bahwa di zaman kita sekarang ini imam boleh mendatangi kaum wanita, lalu memberi nasihat kepada mereka jika telah selesai shalat dan berkhutbah?" Atha' berkata, "Yang demikian itu sebenarnya adalah hak baginya. Kalau tidak boleh, maka apakah sebabnya tidak boleh mengerjakan demikian?"


Bab Ke-8: Berkhotbah Sesudah Shalat Hari Raya
 
516. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar biasa mengerjakan shalat hari raya sebelum khutbah."
 

Bab Ke-9: Dimakruhkan Membawa Senjata pada Hari Raya dan ketika Berada di Tanah Suci
 
Al-Hasan berkata, "Manusia dilarang membawa senjata pada hari raya, kecuali jika mereka dalam keadaan takut kepada musuh."[8]
 
517. Sa'id bin Jubair berkata, "Aku bersama Ibnu Umar ketika ia tertusuk oleh ujung tombak yang tajam di tapak kakinya bagian dalam, maka menempellah tapak kakinya itu pada sanggurdi. Lalu aku turun dan mencopotnya. Peristiwa itu terjadi di Mina. Hal itu didengar oleh Hajjaj, kemudian ia menjenguknya. Hajjaj berkata, 'Bagaimana keadaannya?' Jawab Ibnu Umar, 'Baik.' Hajjaj berkata, "Alangkah baiknya kalau kita mengetahui siapa orang yang menyebabkan Anda terkena bencana itu.' Ibnu Umar berkata, 'Andalah yang telah menimpakan bencana kepadaku.' Hajjaj menimpali, 'Bagaimana hal itu bisa terjadi?' Ibnu Umar menjawab, 'Anda membawa senjata pada hari yang tidak diperbolehkan membawa senjata, dan Anda memasukkan senjata ke tanah suci, padahal senjata itu tidak boleh dimasukkan ke tanah suci.'"
 

Bab Ke-10: Bersegera Mengerjakan Shalat Hari Raya
 
Abdullah bin Busr berkata, "Sesungguhnya kami selesai melakukannya pada saat ini, yaitu ketika bertasbih."
 
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits al-Barra' pada nomor 511 di muka.')
 

Bab Ke- 11: Keutamaan Beramal pada Hari-Hari Tasyrik[9]
 
Ibnu Abbas berkata, "'Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan (al-Hajj: 28),' ialah sepuluh hari (yang pertama dalam bulan Dzulhijjah); dan 'beberapa hari yang berbilang'[10] (al-Baqarah: 203) ialah hari-hari tasyrik."[11]
 
Ibnu Umar dan Abu Hurairah biasa pergi ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah sambil bertakbir, dan orang-orang yang di belakangnya turut bertakbir mengikuti takbirnya.[12]
 
Muhammad bin Ali bertakbir di belakang kafilah.[13]
 
518. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Tidak ada amalan pada hari-hari lain yang lebih utama daripada sepuluh hari ini?" Mereka menjawab, "Tidakkah jihad (lebih utama)?" Beliau bersabda, "Bukan pula jihad, kecuali orang yang keluar dengan mempertaruhkan jiwa dan hartanya, lalu ia tidak kembali dengan sesuatu pun."


Bab Ke-12: Bertakbir Pada Hari-Hari Mina dan Ketika Pergi Ke Arafah
 
Umar r.a. biasa bertakbir di kubahnya di Mina. Lalu, terdengar oleh orang-orang yang di masjid, kemudian mereka bertakbir (mengikutinya). Bertakbir pula orang-orang yang di pasar-pasar, sehingga Mina gemuruh dengan takbir.[14]
 
Ibnu Umar biasa bertakbir di Mina pada hari-hari itu, ketika selesai shalat-shalat wajib, di tempat tidur, di tendanya, di majelisnya, dan di jalan, pada semua hari itu.[15]
 
Maimunah biasa bertakbir pada hari nahar (10 Dzulhijjah).[16]
 
Orang-orang wanita biasa bertakbir di belakang Aban bin Utsman, dan Umar bin Abdul Aziz, pada malam-malam hari tasyrik bersama kaum laki-laki di masjid.[17]
 
519. Muhammad bin Abu Bakar ats-Tsaqafi berkata, "Saya bertanya kepada Anas bin Malik ketika kami bersama-sama pergi dari Mina ke Arafah, tentang talbiah, 'Bagaimana Anda melakukan bersama Nabi?' Ia menjawab, 'Seseorang membaca talbiah tidak diingkari (oleh Nabi), dan seseorang bertakbir juga tidak diingkari (oleh Nabi).'"

 
Bab Ke-13: Shalat dengan Menggunakan Tombak (Sebagai Sutrah) Pada Hari Raya
 
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian hadits Ibnu Umar yang tertera pada nomor 279 yang lalu.")


Bab Ke-14: Membawa Tombak Kecil atau Tombak Biasa di Muka Imam pada Hari Raya
 
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian lain dari hadits Ibnu Umar yang diisyaratkan di atas.")
 

Bab Ke-15: Keluarnya Kaum Wanita dan Orang-Orang yang Sedang Haid ke Tempat Shalat
 
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dan hadits Ummu Athiyah yang tertera pada nomor 180.")


Bab Ke-16: Keluarnya Anak-Anak ke Tempat Shalat
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang disebutkan sesudah bab ini nanti.")


Bab Ke-17: Imam Menghadap Makmum ketika Khutbah Hari Raya
 
Abu Said berkata, "Nabi berdiri menghadap manusia (yakni ketika berkhutbah)"[18]
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits al-Barra' yang tertera pada nomor 511 di muka.")
 

Bab Ke-18: Bendera yang Berada di Tempat Shalat
 
520. Abdurrahman bin Abis berkata, "Aku mendengar Ibnu Abbas ditanya, 'Apakah Anda pernah menghadiri shalat hari raya bersama Nabi? Ia menjawab, 'Ya, tetapi andaikata bukan sebab dekatnya kedudukanku kepada Nabi, tentulah aku tidak menghadirinya, sebab aku masih kecil. Aku menyaksikan Nabi (1/33) keluar pada hari raya Fitri (2/5) bersama Bilal (1/33) hingga beliau tiba pada bendera yang diletakkan di tempat Katsir bin Shalt. Lalu, beliau shalat dua rakaat, tanpa melakukan shalat sebelumnya dan sesudahnya. Kemudian beliau berkhotbah (dan tidak menyebut-nyebut azan dan iqamah 2/162). Selasai berkhotbah, beliau mendatangi kaum wanita (dan dalam riwayat lain: maka Ibnu Abbas melihat bahwa beliau tidak memperdengarkan kepada kaum wanita, lalu beliau datang kepada mereka 2/122) bersama Bilal yang membentangkan kainnya. Nabi memberikan nasihat dan peringatan kepada mereka, dan menyuruh mereka agar mengeluarkan sedekah. Lalu beliau menyuruh Bilal darang kepada mereka. Maka, aku melihat kaum wanita itu mengulurkan tangan mereka ke telinga dan leher mereka. Lalu, mereka melemparkannya (dan dalam satu riwayat: maka orang-orang wanita itu melemparkan gelang dan anting-anting emas 2/118, dan dalam riwayat lain: anting-anting emas dan kalungnya. Ayyub mengisyaratkan kepada telinganya dan lehernya) pada kain Bilal. Kemudian beliau pulang ke rumahnya bersama Bilal."


Bab Ke-19: Imam Memberikan Nasihat kepada Kaum Wanita pada Hari Raya
 
521. Ibnu Abbas berkata, "Aku menghadiri shalat Idul Fitri bersama Nabi, Abu Bakar, Umar, dan Utsman, semuanya mengerjakan shalat sebelum berkhotbah. Nabi keluar (lalu turun 6/62) seakan-akan aku masih melihat beliau ketika menyuruh orang banyak duduk dengan mengisyaratkan tangannya. Kemudian menghadapi mereka dan membelah barisan kaum lelaki (dan ini dilakukan sehabis berkhotbah). Sehingga, beliau mendatangi kaum wanita bersama Bilal, lalu beliau mengucapkan, 'Yaa ayyuhan nabiyyu idzaa jaa-akal mu'minaatu yubbaayi'naka ['alaa an laa yusyrikna billaahi syaian wa laa yasriqna wa laa yazniina wa laa yaqtulna aulaadahunna wa laa ya'tiina bi buhtaanin yaftariinahu baina aidiihinna wa arjulihinna]' 'Hai Nabi, jika kamu didatangi oleh kaum wanita hendak mengadakan bai'at atau berjanji setia kepadamu (untuk tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, dan tidak membuat-buat tuduhan perzinaan kepada orang lain dengan tuduhan palsu.' Hingga selesai 6/62) membaca ayat itu semuanya. Kemudian beliau bersabda setelah membaca ayat tersebut, 'Hai kaum wanita, apakah Anda sekalian seperti itu?' Seorang wanita di kalangan mereka menjawab, dan tiada seorang pun dari kaum wanita itu yang menjawab selainnya. Ia berkata, 'Benar wahai Rasulullah.' Al-Hasan (yang meriwayatkan hadits itu) tidak mengetahui siapa wanita yang menjawab itu. Nabi bersabda lagi, 'Kalau begitu, maka bersedekahlah kalian!' Kemudian Bilal membeberkan pakaiannya, lalu dia berkata, 'Marilah, Anda sekalian adalah penebus ayahku dan ibuku.' Kemudian orang-orang wanita itu meletakkan cincin besar-besar dari emas (yang biasa dipakai pada zaman jahiliah dulu), juga meletakkan cincin ukuran biasa di atas pakaian Bilal itu."[19]
Abdur Razzaq berkata, "Al Fatakh ialah cincin-cincin besar yang biasa dipakai pada zaman jahiliah."
 

Bab Ke-20: Jika Seorang Wanita Tidak Mempunyai Baju Kurung pada Hari Raya
 
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ummu Athiyah yang baru saja diisyaratkan di muka.")

 
Bab Ke-21: Menyendirinya Wanita yang Sedang Haid dan Menjauh Sedikit dari Tempat Shalat

(Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ummu Athiyah yang disebutkan di muka.)


Bab Ke-22: Menyembelih (Dzabah dan Nahar) pada Hari Raya Kurban di Tempat Shalat
 
522. Ibnu Umar r.a mengatakan bahwa Nabi saw biasa menyembelih (binatang kurban) di mushalla (tanah lapang tempat shalat Id).
 

Bab Ke-23: Pembicaraan Imam dan Orang Banyak dalam Khotbah Hari Raya dan Jika Imam Ditanya Mengenai Sesuatu, dan Ia Sedang Berkhotbah

523. Anas bin Malik berkata, "Sesungguhnya Rasulullah melakukan shalat pada hari raya kurban, kemudian berkhotbah. Lalu, menyuruh orang yang menyembelih kurban sebelum shalat, supaya mengulangi penyembelihannya (menyembelih kurban lagi). Kemudian ada seorang lelaki dari kaum Anshar, berkata, 'Wahai Rasulullah, (hari ini adalah hari yang orang menyukai daging 2/3), aku mempunyai beberapa orang tetangga-mungkin dia berkata-yang sangat membutuhkan'. Mungkin dia berkata, 'Mereka itu dalam keadaan fakir' (lalu Nabi saw. membenarkannya). 'Sebenarnya aku telah menyembelih sebelum shalat hari raya, dan aku mempunyai seekor kambing yang umurnya kurang dari setahun (dan dalam satu riwayat: masih muda). Tetapi, lebih aku sukai daripada daging dua ekor kambing biasa.' Nabi kemudian memberikan kelonggaran kepadanya dengan menyembelih kambing yang umurnya belum setahun dan disembelih sebelum shalat hari raya dilakukan. Tetapi saya tidak mengetahui apakah kelonggaran itu sampai kepada orang lain atau tidak."

524. Jundub berkata, "Nabi melakukan shalat Idul Adha, kemudian beliau berkhothah. Sesudah itu beliau menyembelih kurban, lalu bersabda, 'Barangsiapa yang menyembelih kurban sebelum shalat, hendaklah menyembelih lagi yang lain (sesudah shalat) sebagai gantinya. Dan, barangsiapa yang belum menyembelih, hendaklah menyembelih dengan nama Allah.'"
 

Bab Ke-24: Orang yang Berbeda Jalan Ketika Pulang pada Hari Raya dari Tempat Shalat
 
525. Jabir r.a. berkata, "Nabi apabila hari raya, beliau menyelisihi jalan (yakni menempuh jalan yang berbeda ketika pergi dan ketika pulang dari menunaikan shalat Id- penj.)."
 

Bab Ke-25: Apabila Terluput dari Shalat Hari Raya dengan Berjamaah, Bolehlah Shalat Dua Rakaat, Begitu Pula Kaum Wanita, Orang yang Ada di Rumah dan di Desa, Mengingat sabda Nabi saw., "Ini adalah hari raya kita umat Islam."[20]
 
Anas bin Malik memerintahkan mantan budaknya dan sahabatnya Ibnu Abi Utbah yang ada di pelosok supaya mengumpulkan keluarganya dan anak anaknya, dan melakukan shalat hari raya sebagaimana orang kota serta bertakbir seperti mereka.[21]
 
Ikrimah berkata, "Orang-orang pelosok berkumpul pada hari raya menunaikan shalat dua rakaat sebagaimana yang dilakukan imam."[22]
 
Atha' berkata, "Apabila seseorang terluput menunaikan shalat Id (dengan berjamaah), maka hendaklah ia menunaikannya dua rakaat."[23]
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tersebut pada nomor 508 di muka.")


Bab Ke-26: Shalat Sunnah Sebelum dan Sesudah Shalat Hari Raya
 
Abul Mu'alla berkata, "Saya mendengar Said dari Ibnu Abbas membenci shalat Sunnah sebelum shalat Id."[24]
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tertera pada nomor 520 di muka.")


Catatan Kaki:

[1] Demikian lafat bu'ats dibaca sebagai isim munsharif (dengan tanwin kasrah; isim munsharif atau isim munawwan adalah isim yang dapat diberi tanda tanwin dan dapat diberi harkat kasrah) dan sebagai isim ghairu munsharif (tidak bertanwin dan tidak dapat diberi harkat kasrah, dan alamat jar-nya dengan fat-hah, kecuali kalau kemasukan alif lam yakni al-... atau dalam kedudukan sebagai mudhaf-penj.). Bu'ats adalah nama sebuah benteng yang di sisinya terjadi peperangan antara suku Aus dan Khazraj tiga tahun sebelum hijrah.

[2] Demikianlah dalam riwayat Karimah yang menyebutkan nama pelakunya (Umar) secara jelas. Demikian pula di dalam riwayat Imam Ahmad (2/540) dan Nasa'i (1/236) dari hadits Abu Hurairah dengan sanad sahih.
 
[3] Demikian tambahan dari penyusun secara mu'allaq, dan di-maushul-kan oleh Ibnu Khuzaimah dan al-Ismaili dan lain-lainnya.
 
[4] Mushalla ini adalah suatu tempat yang terkenal di Madinah, yang jarak antaranya dengan Masjid Nabawi seribu hasta sebagaimana dikutip al-Hafizh Ibnu Hajar dari al-Kanani, sahabat Imam Malik.

[5] Abdur Razzaq menambahkan di dalam al Mushannaj (2/77/5628) dari jalan periwayatan Imam Bukhari dengan tambahan, "Maka tidak diazani untuknya." Kata Atha', "Ibnu Zubair tidak mengadakan azan pada hari itu. Ibnu Abbas berkirim surat kepadanya yang isinya, 'Sesungguhnya khutbah itu dilakukan setelah shalat Id.' Ibnu Zubair pun melaksanakannya." Kata Atha', "Maka, Ibnu Zubair shalat Id sebelum khutbah. Kemudian Ibnu Shafwan dan sahabat-sahabatnya bertanya kepadanya, mereka berkata, "Mengapa engkau tidak berazan untuk kami? Kemudian datanglah waktu shalat kepada mereka pada hari itu. Maka, ketika hubungan antara dia dan Ibnu Abbas memburuk, Ibnu Zubair tidak berani melanggar perintah Ibnu Abbas." Saya (al-Albani) katakan, "Zahir perkataan Ibnu Abbas kepada Ibnu Zubair, 'Maka, janganlah engkau berazan untuk shalat Id', adalah karena Ibnu Zubair biasa mengadakan azan sebelum itu, maka ini berarti Ibnu Abbas melarangnya dari perbuatan itu. Hal ini diperkuat dengan perkataan Atha' pada akhir perkataannya, 'Ketika hubungannya memburuk, maka Ibnu Zubair tidak berani melanggar perintah Ibnu Abbas.' Riwayat yang lebih kuat dari itu menerangkan bahwa Shafwan dan sahabat-sahabatnya ketinggalan (terluput) melakukan shalat Id, dan hal itu disebabkan-wallahu a'lam-mereka tidak mendengar azan yang biasa mereka dengarkan sebelumnya. Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa orang yang pertama kali mengadakan azan dalam shalat Id. Ada yang mengatakan bahwa yang mula-mula mengadakannya adalah Muawiyah, dan terdapat riwayat yang sahih bahwa dia melakukan hal itu, dan masih ada pendapat-pendapat lain lagi. Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Abu Qilabah, katanya, "Orang yang mula-mula mengadakannya adalah Ibnu Zubair." Saya (al-Albani) katakan, "Kalau riwayat ini sahih dari Ibnu Zubair, maka dia adalah orang pertama yang mengadakannya di Hijaz, sedang Muawiyah adalah orang yang pertama kali mengadakannya di Syam. Wallahu a'lam." Mengenai hal ini terdapat ungkapan yang bagus untuk dipegangi, yaitu bahwa apabila terdapat sunnah yang sahih, maka tidak boleh bertaklid kepada orang yang menyelisihinya, meskipun dia seorang sahabat. Maka, Muawiyah dan Ibnu Zubair-mudah-mudahan Allah meridhai keduanya-telah mengadakan azan shalat Id yang tidak pernah terjadi pada zaman Nabi saw., barangkali dari segi ini, maka orang-orang yang shalat di belakang Ibnu Zubair membaca amin dengan keras sehingga riuh rendah suaranya di masjid, sebagaimana diriwayatkan secara mu'allaq di muka (1/193). Di antaranya lagi ialah shalat gerhana yang dilakukan Ibnu Zubair dengan cara seperti melakukan shalat subuh. Maka, saudara Zubair yang bernama Urwah ketika ditanya tentang hal itu, dia menjawab, "Menyalahi Sunnah", sebagaimana akan disebutkan pada kitab al-Kusuf bab keempat. Di antara tindakannya lagi ialah mengusap dengan tangannya pada tiang-tiang Baitullah yang empat, sedangkan menurut Sunnah ialah mengusap dua rukun Yamani saja, sebagaimana akan disebutkan pada "25 - AL-HAJJ / 59 - BAB".
 
[6] Hadits Ibnu Abbas akan disebutkan sebentar lagi pada nomor 520, karena itu di sini tidak saya beri nomor tersendiri.
 
[7] Nabi saw. tidak pernah khutbah Id di atas mimbar sebagaimana ditunjuki hadits Abu Sa'id di muka tadi. Kemungkinan beliau berada di tempat yang tinggi, kemudian turun. Wallahu a'lam.

[8] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mendapatinya maushul, tetapi terdapat riwayat seperti ini secara marfu dan muqayyad 'dengan ada persyaratan' serta ada yang tidak muqayyad. Kemudian disebutkannya yang muqayyad dari riwayat Ibnu Majah dengan isnad yang dhaif dari Ibnu Abbas, dan yang lain disebutkan dari riwayat Abdur Razzaq dengan isnad yang mursal.

[9] Sudah populer bahwa hari-hari tasyrik sesudah hari nahar (tangga110 Dzulhijjah) itu diperselisihkan, apakah dua hari atau tiga hari. Akan tetapi, beberapa atsar memberikan kesaksian bahwa hari Idul Adha itu termasuk hari tasyrik, dan pendapat ini dikuatkan oleh Abu Ubaid berdasarkan apa yang dikutip dan ditahqiq oleh al-Hafizh dalam al-Fath.
 
[10] Bunyi teks bacaannya ialah "Wayadzkurullaaha fii ayaamin ma'luumaat" atau "Wadzkurullaaha fii ayyaamin ma'duudaat". Yang dimaksudkan oleh Ibnu Abbas bukan bacaannya, tetapi penafsiran kata "ma'duudaat" dan "ma'luumaat".
 
[11] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid dari Amr bin Dinar dari Ibnu Abbas.
 
[12] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mendapatinya secara maushul dari mereka."
 
[13] Muhammad bin Ali adalah Abu Ja'far al-Baqir, dan di-maushul-kan oleh ad-Daruquthni darinya dalam al-Mu'talif.

[14] Di-maushul-kan oleh Abu Ubaid, dan di-maushul-kan pula dari jalannya oleh al-Baihaqi (3/312) dari Umar, dan di-maushul-kan oleh Said bin Manshur dari jalan lain darinya.

[15] Di-maushul-kan oleh Ibnul Mundzir dan al-Fakihi dalam Akhbaaru Makkah dengan sanad sahih dari Ibnu Umar.

[16] AI-Hafizh berkata, "Saya tidak mendapatinya secara maushul."
 
[17] Di-maushul-kan oleh Abu Bakar Ibnu Abid Dun-ya dalam Kitab al-Idain. Al-Hafizh berkata, "Hadits Ummu Athiyah dalam bab ini mendahului mereka dalam hal itu."

[18] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada nomor 512 di muka..
 
[19] Kisah ini telah disebutkan dari jalan lain dari Ibnu Abbas secara ringkas. Maka, kemungkinan cerita ini dua macam, dan mungkin juga hanya satu, dan sebagian perawi meringkasnya. Wallahu a'lam.

[20] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mengetahuinya demikian. Sesungguhnya bagian pertamanya terdapat di dalarn hadits Aisyah tentang kisah dua wanita yang menyanyi -yakni hadits yang baru disebutkan di muka (2-BAB). Adapun sisanya, kemungkinan diambil dari hadits Uqbah bin Amir secara marfu, 'Hari Mina adalah hari raya kita umat Islam'", yang mana hadits ini diriwayatkan dalam As-Sunan dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah.
 
[21] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (2/183) yang seperti itu.
 
[22] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (2/191) yang sama dengannya dengan sanad sahih.
 
[23] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Faryabi dengan sanad sahih.
 
[24] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak menjumpainya yang maushul." Saya (Al-Albani) berkata, "Abdur Razzaq meriwayatkannya (5624) dengan sanad sahih dari maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, ia berkata, 'Tidak boleh mengerjakan shalat sunnah sebelum dan sesudahnya.'"
Share:

Kitab Khauf


Kitab Khauf



Bab Ke-1: Shalat Khauf dan Firman Allah, "Apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat besertamu) dan menyandang senjata. Kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu untuk meletakkan senjata-senjata kamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyiapkan azab yang menghinakan bagi orang-orang yang kafir itu." (an-Nisaa': 101-102)
 
504. Syu'aib (meriwayatkan) dari az-Zuhri, katanya, "Aku bertanya kepadanya, 'Apakah Nabi melakukan shalat khauf?' Dia menjawab, 'Salim memberitahukan kepadaku bahwa Abdullah bin Umar berkata, 'Saya berperang bersama Rasulullah di arah Najd, kami bertemu musuh. Lalu, kami membuat shaf dan Rasulullah berdiri mengimami shalat kami. Sekelompok berdiri bersama beliau dan sekelompok menghadap ke arah musuh. Rasulullah ruku dengan orang yang bersama beliau, dan sujud dua kali. Kemudian mereka pergi ke tempat sekelompok yang belum shalat. Mereka datang, lalu Rasulullah shalat bersama mereka satu rakaat dan sujud dua kali, kemudian membaca salam. Lalu masing-masing dari mereka shalat sendiri satu rakaat dan sujud dua kali.'"

 
Bab Ke-2: Shalat Khauf dengan Berjalan dan Menaiki Kendaraan, yang Berjalan dengan Berdiri
 
505. Dari Nafi' dari Ibnu Umar sebagaimana dikeluarkan oleh Mujahid, ia berkata, "Apabila mereka telah bercampur (yakni peperangan berkecamuk dengan dahsyat), maka shalat itu dikerjakan dengan berdiri."[1] Ibnu Umar menambahkan dari Nabi saw., "Jika mereka lebih banyak daripada itu, maka hendak lah mereka shalat dengan berdiri dan berkendaraan."
 

Bab Ke-3: Sebagian Mereka Menjaga Sebagian yang Lain dalam Shalat Khauf

506. Ibnu Abbas berkata, "Nabi berdiri (dan dalam satu riwayat: Ibnu Abbas berkata, "Nabi shalat khauf di Dzi Qarad 5/51),[2] dan orang banyak berdiri di belakang beliau. Nabi membaca takbir dan orang-orang pun ikut takbir pula. Kemudian Nabi ruku, maka sebagian mereka ruku pula. Kemudian sujud, lalu yang sebagian tadi sujud pula bersama beliau. Sesudah itu Nabi berdiri untuk rakaat yang kedua, maka berdiri pula makmum yang telah sujud tadi, dan mereka menjaga kawan-kawan mereka (yang belum ruku dan sujud). Bagian yang kedua ini mendekat, lalu mereka ruku dan sujud bersama Nabi. Mereka semua sedang shalat, tetapi mereka saling menjaga."


Bab Ke-4: Shalat Ketika Beradu Senjata dan Berpapasan dengan Musuh
 
Al-Auza'i berkata, "Jika kemenangan sudah di ambang pintu dan mereka belum melakukan shalat, maka hendaklah mereka shalat dengan berisyarat. Masing-masing orang melakukannya sendiri-sendiri. Jika mereka tidak dapat melakukannya dengan berisyarat, maka hendaklah mereka menunda shalatnya hingga pertempuran reda, atau keadaan aman. Lalu, mereka kerjakan shalat dua rakaat. Kalau tidak dapat, hendaklah mereka lakukan shalat satu rakaat dengan dua sujud. Kalau ini pun tidak dapat mereka kerjakan, maka tidaklah cukup menunaikan shalat dengan takbir saja, dan hendaklah mereka menundanya hingga situasinya aman."[3]
 
Makhul juga berpendapat demikian.[4]
 
Anas berkata, "Saya datang pada waktu fajar cemerlang dan ketika itu perang sedang berkecamuk. Maka, mereka tidak dapat mengerjakan shalat. Oleh karena itu, kami tidak mengerjakan shalat kecuali setelah hari agak siang. Kami mengerjakan shalat itu bersama Abu Musa, kemudian kami diberi kemenangan. Shalat itu lebih menggembirakan aku daripada dunia seisinya."[5]
 
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir bin Abdullah yang tercantum pada nomor 222 di muka.")
 

Bab Ke-5: Shalatnya Orang yang Mencari atau yang Dicari Musuh, Boleh dengan Berkendaraan dan Memberi Isyarat
 
Al-Walid berkata, "Saya menyebutkan kepada al-Auza'i tentang shalat Syurahbil bin as-Simth dan teman-temannya di atas punggung kendaraan, lalu dia menjawab, 'Begitulah yang kami lakukan apabila takut kehabisan waktu.'"[6]
Al-Walid berargumentasi dengan sabda Nabi saw., "Jangan sekali-kali seseorang mengerjakan shalat Ashar kecuali di perkampungan bani Quraizhah."[7]
 

Bab Ke-6:
 
507. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda kepada kami ketika pulang dari (Perang) Ahzab, 'Janganlah sekali-kali seseorang shalat Ashar kecuali di bani Quraizhah.' Sebagian dari mereka melaksanakan shalat Ashar di jalan, dan sebagian lagi berkata, 'Kami tidak shalat sehingga sampai di sana.' Sebagian dari mereka berkata, 'Bahkan, kami shalat, karena bukan itu yang dimaksudkan terhadap kami.'[8] Lalu, mereka menyebutkan (hal itu 5/50) kepada Nabi, maka beliau tidak memaki salah seorang pun dari mereka."


Bab Ke-7: Shalat Lebih Awal dan Subuh Masih Gelap dan Shalat Ketika Terjadi Penyerbuan dan Peperangan Berkecamuk
 
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Anas yang akan disebutkan pada '55 - ALWASHAYA / 26 - BAB'.")
 

Catatan Kaki:

[1] Al-Hafizh menganalisis bahwa perkataan "qiyaaman" di sini adalah perubahan dari kata "fa innamaa", dan al-Ismaili meriwayatkannya dari jalan lain dengan menjelaskan perkataan Mujahid, katanya, "Apabila mereka telah bertemu, maka sesungguhnya shalat itu dilakukan dengan takbir dan isyarat kepala." Saya katakan, "Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (3/255) dari jalan al-Ismaili, dan darinya pulalah disusulkan tambahan ini."

[2] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun, dan di-maushul-kan oleh Nasai, Thabrani, dan Baihaqi (3/262) dengan sanad sahih.
 
[3] Disebutkan oleh al-Walid bin Muslim dari al-Auza'i dalam kitab as-Sirah.

[4] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid dari Makhul dari jalan selain al-Auza'i dengan lafal, "Apabila suatu kaum tidak dapat mengerjakan shalat di atas tanah, maka hendaklah mereka shalat di atas kendaraan dua rakaat. Kalau tidak dapat, maka satu rakaat saja dengan dua sujud. Kalau tidak dapat dengan cara begini, maka hendaklah mereka menunda shalatnya hingga kondisinya aman dan mereka kerjakan shalat di atas tanah."

[5]Di-mauhsul-kan oleh Ibnu Sa'ad dan Ibnu Abi Syaibah dari jalan Qatadah dari Anas.
 
[6] Al-Hafizh tidak mentakhrijnya.
 
[7] Di-maushul-kan oleh penyusun pada bab berikutnya.
 
[8] Menurut mereka, yang dimaksud dengan sabda Nabi saw., "Jangan sekali-kali seseorang shalat Ashar kecuali di bani Quraizhah" adalah kelazimannya, yakni agar cepat-cepat berangkat ke perkampungan bani Quraizhah, bukan meninggalkan shalat dengan sebenarnya. Seakan-akan beliau bersabda, "Shalatlah kamu di perkampungan bani Quraizhah, kecuali jika kamu kehabisan waktunya sebelum sampai di sana." Maka, mereka mengkompromikan dalil-dalil tentang wajibnya shalat dan wajibnya cepat-cepat berangkat. Kemudian mereka kerjakan shalat sambil naik kendaraan.
Share:

Kitab Shalat Jumat


Kitab Shalat Jumat



Bab Ke-1: Fardhunya Shalat Jumat Berdasarkan Firman Allah, "Apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (al Jumu'ah: 9)
 
467. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Kami adalah orang-orang kemudian yang mendahului pada hari kiamat. Hanya saja mereka (dan dalam satu riwayat: hanya saja setiap umat 4/153) diberi kitab sebelum kita (dan kita diberinya sesudah mereka 1/216). Kemudian hari mereka ini yang telah difardhukan oleh Allah telah diperselisihkan mereka. Maka, Allah memberi petunjuk kepada kita. Lantas orang-orang mengikuti kita mengenai hari itu, orang-orang Yahudi besoknya (hari Sabtu), dan orang-orang Nasrani besok lusa (hari Ahad)." (Lalu beliau diam, kemudian bersabda, "Karena Allah ta'ala[1], wajib atas setiap muslim mandi sekali dalam seminggu, dengan mencuci kepalanya dan seluruh tubuhnya." 1/216).
 

Bab Ke-2: Keutamaan Mandi Pada Hari Jumat, dan Apakah Anak-Anak atau Wanita Wajib Menghadiri Shalat Jumat?
 
468. Abdullah bin Umar r.a. berkata (dan dari jalan lain darinya, berkata, "Saya mendengar 1/215) Rasulullah (berkhutbah di atas mimbar, lalu 1/220) bersabda, "Jika seseorang dari kamu mendatangi shalat Jumat, maka hendaklah ia mandi."
 
469. Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Umar ibnul-Khaththab ketika sedang berdiri khutbah Jumat tiba-tiba masuklah seorang laki-laki dari golongan kaum Muhajirin Awwalin[2] (yakni orang-orang yang ikut berpindah dari Mekah ke Madinah dan yang terdahulu masuk Islam) dari sahabat Nabi saw.. Lalu, Umar berseru kepadanya, "Saat apakah ini?" Orang itu menjawab, "Aku disibukkan oleh suatu hal, maka tiada kesempatan bagiku untuk pulang kepada keluargaku, sehingga aku mendengar suara azan. Oleh sebab itu, aku tidak dapat berbuat lebih dari pada berwudhu saja." Umar berkata, "Juga hanya berwudhu saja, padahal Anda tentu mengetahui bahwa Rasulullah menyuruh mandi?"


Bab Ke-3 : Mengenakan Wangi-wangian untuk Mendatangi Shalat Jumat
 
470. Amr bin Sulaim al-Anshari berkata, "Aku bersaksi kepada Abu Sa'id, ia berkata, 'Saya bersaksi atas Rasulullah, beliau bersabda, 'Mandi pada hari Jumat itu wajib atas setiap orang yang sudah balig (dewasa),[3] menggosok gigi, dan memakai minyak wangi jika ada.'" Amr berkata, "Adapun mandi, maka saya bersaksi bahwa ia adalah wajib. Sedangkan, menggosok gigi dan mengenakan wewangian, maka Allah lebih tahu apakah ia wajib atau tidak. Akan tetapi, demikianlah di dalam hadits."


Bab Ke-4: Keutamaan Shalat Jumat
 
471. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang mandi Jumat seperti mandi junub kemudian berangkat (ke masjid), maka seolah-olah ia berkurban unta. Barangsiapa yang berangkat pada saat yang kedua, maka seolah-olah ia berkurban lembu. Barangsiapa yang berangkat pada saat ketiga, maka seolah-olah ia berkurban kibas yang bertanduk. Barangsiapa yang berangkat pada saat yang keempat, maka seolah-olah ia berkurban ayam. Dan, barangsiapa yang berangkat pada saat kelima, maka seolah-olah ia berkurban telur. Apabila imam keluar (naik mimbar), maka para malaikat mendengarkan khutbah."


Bab Ke-5
 
472. Abu Hurairah mengatakan bahwa ketika Umar berkhutbah pada hari Jumat, tiba-tiba ada seorang laki-laki[4] masuk masjid. Lalu, Umar berkata, "Mengapa Anda tertahan (yakni tidak datang pada awal waktu shalat Jumat)?" Orang itu menjawab, "Aku ini tidak lain mendengarkan seruan azan, lalu aku berwudhu." Umar berkata, "Apakah Anda tidak mendengar Nabi bersabda, 'Jika seorang dari kamu hendak berangkat ke shalat Jumat, maka hendaklah ia mandi?'"


Bab Ke-6: Memakai Minyak Wangi untuk Mendatangi Shalat Jumat
 
473. Salman al Farisi berkata, "Rasulullah bersabda, 'Seseorang yang mandi pada hari Jumat, bersuci menurut kemampuannya, memakai minyak rambutnya atau memakai minyak harum keluarganya, kemudian keluar (dalam satu riwayat pergi 1/218) serta tidak memisahkan antara dua orang yang duduk, lantas ia shalat sebanyak yang dapat ia kerjakan, kemudian diam apabila imam berkhutbah; sungguh ia diampuni dosanya antara Jumat yang satu dan Jumat yang lain.'"


Bab Ke-7: Mengenakan Sebagus-bagus Pakaian yang Ditemukan atau yang Dimiliki

474. Thawus berkata, "Aku berkata kepada Ibnu Abbas, 'Orang-orang menceritakan bahwa Nabi bersabda, 'Mandilah pada hari Jumat dan cucilah kepalamu, meskipun kamu tidak junub, dan pakailah minyak wangi.' Ibnu Abbas berkata, 'Adapun mandi memang ya, sedang minyak wangi saya tidak tahu. (Dan dalam satu nwayat: "Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah seseorang harus memakai wangi-wangian jika terdapat wewangian pada keluarganya?' Ia menjawab, 'Saya tidak tahu.')

475. Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Umar ibnul-Khaththab melihat pakaian dari sutra (dan dari jalan lain: jubah dari sutra [pada seseorang 3/142] yang dijual di pasar 2/2) di sebelah pintu masjid. (Yahya bin Abu Ishaq berkata, "Salaim bin Abdullah bertanya kepadaku, 'Apakah istibraq itu?' Saya jawab, 'Sutra tebal, termasuk juga yang kasar.' 7/92). Lalu, Umar mengambilnya dan membawanya kepada Rasulullah. Kemudian ia berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau beli kain ini lalu engkau kenakan pada hari Jumat dan apabila ada dua utusan datang kepada engkau." (Dalam riwayat lain: "Belilah ini, untuk engkau berhias dengannya pada hari raya dan ketika menghadapi utusan apabila mereka datang kepadamu.") Beliau bersabda, "Yang mengenakan pakaian ini hanyalah orang yang tidak mendapatkan bagian di akhirat." Lalu Umar terdiam beberapa lama. Kemudian datanglah kepada Rasulullah yang sebagian pakaian darinya, kemudian beliau memberikan (dalam satu riwayat: mengirimkan kepada 4/32) Umar ibnul Khaththab r.a. sehelai pakaian (dari sutra 7/46). (Dan dalam riwayat lain: jubah sutra). Lalu Umar berkata, "Wahai Rasulullah, (apakah 3/140) engkau mau mengenakannya kepadaku padahal engkau telah bersabda tentang pakaian utharid 'kain sutra' sebagaimana yang telah engkau sabdakan?" Rasulullah bersabda, "Aku memberikan kepadamu bukan untuk kamu pakai. Aku kirimkan pakaian itu kepadamu agar engkau menikmatinya, yakni engkau jual (3/16-17) atau engkau pergunakan untuk memenuhi kebutuhanmu." Lalu Umar memakaikan kain itu kepada saudaranya di Mekah, seorang musyrik. (Dan dalam satu riwayat: lalu Umar mengirimkannya kepada saudaranya di Mekah sebelum dia masuk Islam. 3/142)." Maka Ibnu Umar tidak menyukai pakaian yang glamour karena hadits ini.


Bab Ke-8: Bersiwak Pada Hari Jumat
 
Abu Sa'id berkata tentang Nabi saw., "Beliau menggosok gigi."[6]
 
476. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Seandainya tidak akan memberatkan umatku atau manusia, niscaya kuperintahkan mereka memakai siwak (menggosok gigi) pada setiap kali hendak melakukan shalat."
 
477. Anas berkata, "Rasulullah bersabda, 'Aku banyak berpesan kepadamu supaya bersiwak.'"


Bab Ke-9: Orang yang Bersiwak dengan Menggunakan Siwak Orang Lain
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Aisyah yang tercantum pada akhir '64 - AL-MAGHAZI'.")


Bab Ke-10: Yang Dibaca Sesudah Al-Faatihah dalam Shalat Subuh Pada Hari Jumat
 
478. Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah selalu membaca Alif Lam Mim Tanzil as-Sajdah dan Hal Ataa 'alal Insan pada (shalat) subuh pada hari Jumat."


Bab Ke-11: Shalat Jumat di Desa atau di Kota

479. Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya pertama-tama shalat Jumat yang dilakukan sesudah di masjid Rasulullah ialah di masjid milik kabilah Abdul Qais di desa Juwatsa yang termasuk kawasan Bahrain."

Yunus berkata, "Zuraiq bin Hukaim menulis surat kepada Ibnu Syihab dan pada hari itu saya bersamanya di Wadil Qura. (Isi suratnya ialah), 'Bagaimanakah pendapat Anda seandainya saya melaksanakan shalat Jumat, sedangkan Zuraiq tetap bekerja di ladang yang digarapnya bersama sejumlah orang berkulit hitam dan lainnya?' Pada waktu itu Zuraiq berada di Ailah (bukit di antara Mekah dan Madinah). Lalu Ibnu Syihab menulis surat balasan. Saya mendengar dia menyuruhnya melaksanakan shalat Jumat seraya memberitahukan kepadanya bahwa Salim memberitahukan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar berkata, 'Saya mendengar Rasulullah bersabda, 'Masing-masing dari kamu adalah pemimpin dan masing-masing dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Imam itu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban akan kepemimpinannya. Seorang laki-laki pemimpin terhadap keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban akan kepemimpinannya. Wanita itu pemimpin dalam rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban akan kepemimpinannya. Pelayan itu pemimpin dalam harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Ia (Ibnu Umar) berkata, 'Saya menduga bahwa beliau juga bersabda, "Seorang laki-laki (anak) adalah pemimpin dalam harta ayahnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Masing-masing dari kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungiawaban atas kepemimpinannya.'"
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Umar ini pada 'AL-ISTIQRADH / 20 - BAB'.")


Bab Ke-12: Apakah Orang yang Tidak Menghadiri Shalat Jumat, Yaitu dari Golongan Orang Wanita, Anak Anak, dan Lainnya Juga Harus Mandi?
 
Ibnu Umar berkata, "Sesungguhnya mandi itu hanya diwajibkan bagi orang yang wajib menunaikan shalat Jumat."[7]
 
480. Ibnu Umar berkata, "Istri Umar menghadiri shalat subuh dan isya dengan berjamaah di masjid. Kemudian kepada istri Umar itu ditanyakan, 'Mengapa Anda keluar, sedangkan Anda mengetahui bahwa Umar tidak menyukai hal itu dan suka cemburu.' Istri Umar menjawab, 'Kalau begitu, apakah yang menghalanginya untuk mencegahku?' Orang itu berkata, 'Yang menghalangi Umar ialah sabda Rasulullah, 'Janganlah kamu semua mencegah hamba-hamba wanita Allah untuk mendatangi masjid-masjid Allah."'
 

Bab Ke-13: Keringanan Tidak Menghadiri Jumat Pada Waktu Hujan Turun
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang tersebut pada nomor 342 di muka.")
 

Bab Ke-14: Dari Mana Jumat Itu Didatangi Dan Atas Siapa Diwajibkan, Mengingat Firman Allah, "Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah."

Atha' berkata, "Apabila engkau berada di kampung yang ramai, lalu dikumandangkan azan untuk shalat Jumat, maka wajib atasmu mendatanginya, baik kamu dengar azan maupun tidak."[8]
 
Anas r.a. di villanya kadang-kadang melakukan shalat Jumat[9] dan kadang-kadang tidak. Villanya itu berada di Zawiyah (suatu tempat di luar Bashrah) sejauh dua farsakh.[10]
 

Bab Ke-15: Waktu Masuknya Shalat Jumat Ialah Apabila Matahari Telah Tergelincir
 
Hal ini diriwayakan dari Umar, Ali, Nu'man Ibnu Basyir, Amar, dan Ibnu Huraits radhiyallahu 'anhum.[11]
 
481. Yahya bin Said mengatakan bahwa dia bertanya kepada Amrah tentang mandi pada hari Jumat, lalu ia berkata, "Aisyah berkata, 'Manusia adalah pelayan diri mereka. Apabila mereka berangkat menunaikan shalat Jumat, maka mereka berangkat dalam keadaannya begitu saja. (Dan, mereka biasa pergi dengan begitu). Lalu dikatakan kepada mereka, 'Alangkah baiknya seandainya kamu sekalian telah mandi.'"

Dari jalan lain dari Aisyah, istri Nabi saw itu berkata, "Pada hari Jumat orang-orang datang dari rumah-rumah dan kampung-kampung di sebelah timur Madinah. Mereka datang dengan berdebu dan berkeringat. Lalu salah seorang dari mereka datang kepada Rasulullah sedangkan aku berada di sisi beliau. Lalu, Nabi saw bersabda, 'Alangkah baik nya kalau kamu mandi pada hari ini.'"

482. Anas bin Malik mengatakan bahwa Rasulullah biasa shalat Jumat ketika matahari condong (ke barat).[12]
 
483. Anas bin Malik berkata, "Kami suka menyegerakan shalat Jumat, (yakni mengerjakannya pada awal waktunya), lalu kami tidur siang setelah shalat Jumat itu."[13]
 

Bab Ke-16: Apabila Udara Sangat Panas Pada Hari Jumat
 
484. Anas bin Malik mengatakan bahwa Nabi saw. apabila sangat dingin, maka beliau menyegerakan shalat. Apabila sangat panas, maka beliau menjalankan shalat yakni shalat Jumat apabila sudah agak dingin."

Bisyr bin Tsabit berkata,[14] "Abu Khaldah bercerita kepada kami, ia berkata, 'Amir shalat dengan kita (yakni shalat Jumat), kemudian ia bertanya kepada Anas, 'Bagaimanakah Nabi mengerjakan shalat zhuhur?' (Lalu Anas menjawab sebagaimana hadits di atas, yakni kalau udara dingin segera melakukannya dan kalau panas menantikan sebentar sampai agak dingin).'"


Bab Ke-17: Berjalan ke Shalat Jumat, dan Firman Allah, "Maka bersegeralah kepada mengingat Allah"; dan Orang yang Berpendapat Bahwa Lafal as-Sa'yu Itu Berarti Beramal dan Pergi Mengingat Firman Allah, "Dan dia berusaha untuk mendapatkannya."
 
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Haram berjual beli pada waktu itu."[15]
 
Atha' berkata, "Haram melakukan semua aktivitas."[16]
 
485. Ibrahim bin Sa'd berkata dari az-Zuhri, "Apabila muadzin telah mengumandangkan azan pada hari Jumat, padahal seseorang sedang bepergian, maka hendaklah ia menghadiri shalat Jumat itu."[17]
 
486. Abayah bin Rifa'ah, berkata, "Abu Absin (yaitu Abdur Rahman bin Jabr 3/207) menemuiku ketika aku sedang pergi shalat Jumat, ia berkata, 'Saya mendengar Nabi bersabda, 'Barangsiapa yang kedua telapak kakinya berdebu di jalan Allah, maka Allah mengharamkan dia atas neraka.''"
 

Bab Ke-18: Jangan Memisahkan[18] Antara Dua Orang Pada Hari Jumat
 
Lihat hadits nomor 473.

 
Bab Ke-19: Janganlah Seseorang Menyuruh Saudaranya Berdiri atau Berpindah Tempat Lalu Ia Duduk di Tempatnya
 
487. Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia mendengar Nafi' berkata, "Saya mendengar Ibnu Umar berkata, "Nabi melarang seseorang menyuruh saudaranya berdiri dari tempat duduknya, lantas dia duduk di tempat itu.'" (Dalam satu riwayat: "Menyuruh seseorang berdiri lalu ditempati oleh orang lain. Akan tetapi, berlonggar-longgarlah dan berlapang lapanglah." Ibnu Umar tidak menyukai seseorang menyuruh orang lain berdiri dari tempat duduknya kemudian tempat itu didudukinya.) Ibnu Juraij bertanya kepada Nafi', "Apakah dalam shalat Jumat?" Dia menjawab, "Shalat Jumat dan lainnya."[19]

 
Bab Ke-20: Azan Pada Hari Jumat
 
488. Saib bin Yazid berkata, "Adalah azan pada hari Jumat, permulaannya adalah apabila imam duduk di atas mimbar, yakni pada masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar. Pada masa Utsman dan orang-orang (dalam satu riwayat: penduduk Madinah) sudah banyak, ia menambahkan (dalam satu riwayat memerintahkan 1/220) azan yang ketiga[20] (dalam satu riwayat: kedua) lalu dilakukanlah azan itu di Zaura'. (Maka, menjadi ketetapanlah hal itu 1/220). Nabi tidak mempunyai muadzin kecuali satu orang. Azan Jumat itu dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar."


Bab Ke-21: Juru Azan Hanya Seorang Saja Pada Hari Jumat
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya potongan dari hadits Saib di atas.")


Bab Ke-22: Imam Menjawab Azan dari Atas Mimbar
 
489. Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif berkata, "Saya mendengar Muawiyah bin Abu Sufyan ketika ia duduk di atas mimbar pada hari Jumat, ketika muadzin berazan dan mengucapkan, 'Allahu Akbar Allahu Akbar' (Allah Mahabesar 2x), Muawiyah mengucapkan, 'Allahu Akbar Allahu Akbar'. Muadzin mengucapkan, 'Asyhadu alla-ilaha illallah' (saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah), Muawiyah mengucapkan, 'Dan saya.' Muadzin mengucapkan, 'Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah' (saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Muawiyah mengatakan, 'Dan saya juga.' [Ketika muadzin mengucapkan, 'Hayya 'alash shalah', Muawiyah mengucapkan, 'Laa haula wa laa quwwata illaa billaah."1/152]. Ketika azan itu selesai, ia berkata, "Wahai manusia! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah di tempat duduk ini ketika seorang muadzin azan, beliau mengucapkan apa yang kamu dengar dari ucapanku tadi.'"


Bab Ke-23: Duduk di Atas Mimbar Ketika Diserukan Azan

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Saib yang disebutkan sebelum hadits di atas.")


Bab Ke-24: Azan Ketika Hendak Berkhutbah
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Saib di muka.")
 

Bab Ke-25: Berkhutbah di Atas Mimbar

Anas berkata, "Nabi berkhutbah di atas mimbar."[21]
 
490. Abu Hazim bin Dinar mengatakan bahwa ada beberapa orang yang mendatangi Sahl bin Sa'd as-Saidi. Ketika itu orang-orang sedang berbantah-bantahan perihal mimbar, dari apa tiangnya itu dibuat? Maka, mereka menanyakan kepadanya mengenai hal itu. Kemudian Sahl menjawab, "(Tidak ada orang yang lebih mengetahui daripada aku 1/100). Demi Allah, aku ini orang yang paling tahu dari apa tiang mimbar itu. Aku betul-betul melihatnya pada hari pertama mimbar itu diletakkan dan pertama kalinya Rasulullah duduk di atasnya. Rasulullah mengirim utusan kepada Fulanah, seorang wanita (Muhajirin 3/129)-dan Sahl menyebutkan namanya-dengan perintah, 'Suruhlah anakmu tukang kayu itu agar membuatkan beberapa tiang yang aku dapat duduk di atasnya apabila aku berbicara kepada orang banyak.' Lalu wanita itu menyuruh anaknya. Kemudian si anak membuatnya dari kayu yang diambil dari hutan di dataran tinggi Madinah menuju ke arah Syam. (Dan dalam satu riwayat: lalu ia pergi memotong kayu, dan membuat mimbar untuk beliau). Kemudian anak itu membawanya kepada ibunya. Lalu, si ibu mengirim utusan untuk menyampaikan kepada Rasulullah bahwa anaknya telah selesai membuat mimbar itu. Rasulullah bersabda, 'Kirimkanlah kepadaku.' Kemudian mereka membawanya kepada beliau. Beliau memegangnya, lalu menyuruh orang meletakkannya di sini. Kemudian beliau duduk di atasnya. Saya lihat Rasulullah shalat di atasnya, dan beliau menghadap kiblat. Beliau bertakbir di atasnya dan orang-orang pun berdiri di belakang beliau. Kemudian beliau membaca. Lalu ruku di alas mimbar itu, dan orang-orang pun ruku di belakang beliau. Beliau mengangkat kepala, lalu turun dan sujud di dasar mimbar. Kemudian kembali ke mimbar, membaca, ruku, dan mengangkat kepala lagi, sehingga sujud di atas tanah. Setelah selesai, beliau menghadap kepada orang banyak seraya bersabda, 'Hai manusia, sesungguhnya aku melakukan hal ini adalah agar kamu dapat mengikuti aku dan mempelajari cara shalatku.'"
Abu Abdillah berkata, "Ali bin Abdullah berkata, 'Ahmad bin Hanbal 'rahimahullah' bertanya kepadaku tentang hadits ini. Dia berkata, 'Aku maksudkan bahwa Nabi lebih tinggi daripada orang-orang (makmum), maka tidak mengapalah posisi imam lebih tinggi daripada makmum berdasarkan hadits ini.' Ali bin Abdullah berkata, 'Aku berkata, "Sesungguhnya Sufyan bin Uyainah sering ditanya tentang masalah ini, apakah Anda tidak mendengar darinya?' Dia menjawab, 'Tidak.'" (1/100).
 

Bab Ke-26: Berkhuthah dengan Berdiri
 
Anas berkata, "Nabi selalu berkhutbah dengan berdiri."[22]
 
491. Ibnu Umar berkata, "Nabi selalu berkhutbah dengan berdiri, lalu duduk. Kemudian berdiri lagi sebagaimana yang kamu lakukan sekarang."
 

Bab Ke-27: Imam Menghadap kepada Makmum dan Makmum Menghadap kepada Imam Pada Waktu Berkhuthah
 
Ibnu Umar dan Anas r.a. biasa menghadap kepada imam.[23]
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian pertama hadits Abu Sa'id al-Khudri yang akan disebutkan pada '24 - AZ-ZAKAT / 17 - BAB'.")

 
Bab Ke-28: Orang yang Mengucapkan "Amma Ba'du" Sesudah Mengucapkan Puji-pujian kepada Allah
 
Ikrimah meriwayatkannya dari Ibnu Abbas dari Nabi saw.[24]
 
492. Amr bin Taghlib mengatakan bahwa Rasulullah diberi harta atau tawanan, lalu beliau membaginya. Beliau memberi kepada beberapa orang dan tidak memberi kepada beberapa orang. Lalu sampailah kepada beliau, bahwa orang-orang yang tidak diberi menjadi marah. Beliau memuji Allah dan bersabda, "Amma ba'du (adapun selanjutnya), demi Allah, aku memberi kepada seseorang dan tidak memberi kepada yang lain. Orang yang aku tinggalkan itu adalah yang lebih aku cinta daripada orang-orang yang aku beri. Akan tetapi, aku memberikan kepada beberapa orang karena aku mengetahui dalam hati mereka terdapat ketidaksabaran dan kegelisahan. (Dalam satu riwayat: aku khawatir kebengkokan hati mereka dan kegelisahan mereka), dan aku lewatkan beberapa orang karena Allah telah menjadikan kekayaan dan kebaikan dalam hati mereka, di antara mereka adalah Amr bin Taghlib." "Maka demi Allah," kata Amar, "aku tidak senang bahwa satu lembah berisi unta yang merah menjadi milikku karena kata-kata Rasulullah itu."

493. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Nabi naik ke mimbar (pada waktu beliau sakit yang membawa kematian beliau 4/184) dan itu merupakan majelis yang terakhir bagi beliau, dengan mengenakan selendang kain besar di kedua bahu. Beliau mengikat kepala beliau dengan ikat hitam, lalu memuji Allah. Kemudian bersabda, 'Hai manusia, kemarilah!' Maka, mereka berlompatan mendekati beliau. Kemudian beliau bersabda, 'Amma ba'du, wahai manusia, sesungguhnya perkampungan ini adalah dari orang-orang Anshar, mereka sedikit (sehingga bagaikan garam dalam makanan 4/221), dan orang-orang lain banyak. Barangsiapa di antara kamu yang mengurusi suatu urusan dari umat Muhammad dan ia mampu untuk berbuat madharat atau manfaat terhadap seseorang, maka hendaklah ia menerima dari orang yang baik dari mereka, dan memaafkan orang-orang yang buruk dari mereka.'"


Bab Ke-29: Duduk di Antara Dua Khutbah Pada Hari Jumat
 
494. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Nabi berkhutbah dua kali, dan beliau duduk di antara kedua khutbah itu."


Bab Ke-30: Mendengarkan Khutbah Pada Hari Jumat
 
495. Abu Hurairah berkata, "Nabi bersabda, 'Apabila hari Jumat, maka para malaikat berdiri di pintu masjid sambil mencatat orang yang datang dahulu, lalu yang dahulu (sesudah itu). Perumpamaan orang-orang yang datang pada waktu yang paling awal adalah seperti orang yang berkurban seekor unta, berkurban sapi, berkurban kambing kibas, berkurban seekor ayam, lalu berkurban sebutir telur. Kemudian apabila imam sudah keluar (dalam satu riwayat: duduk 4/79), para malaikat itu melipat buku-buku catatannya dan mendengarkan zikir (khutbah)."


Bab Ke-31: Jika Imam Melihat Orang Datang dan Ia Sedang Berkhutbah, Maka Imam Memerintahkannya Supaya Shalat Dua Rakaat
 
496. Jabir bin Abdullah berkata, "Seorang laki-laki datang dan Nabi sedang berkhutbah kepada para manusia pada hari Jumat. Lalu beliau bertanya, 'Apakah kamu sudah shalat, hai Fulan?' Ia menjawab, 'Belum.' Beliau bersabda, 'Berdirilah dan shalatlah dua rakaat.'"

(Dan dalam satu riwayat: Rasulullah bersabda ketika sedang berkhutbah, "Apabila salah seorang dari kamu datang di masjid sedangkan imam tengah berkhutbah atau telah keluar untuk berkhutbah, maka shalatlah dua rakaat.")
 

Bab Ke-32: Orang yang Datang dan Imam Sedang Bekhutbah Supaya Shalat Dua Rakaat yang Ringan

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Jabir tadi.")


Bab Ke-33: Mengangkat Kedua Tangan dalam Berkhutbah[25]
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Anas di bawah ini.")


Bab Ke-34: Mohon Turunnya Hujan Waktu Berkhutbah Pada Hari Jumat
 
497. Anas bin Malik berkata, "Masyarakat ditimpa tahun paceklik pada masa Nabi. Ketika Nabi sedang berkhutbah (di atas mimbar 2/22) dengan berdiri pada hari Jumat, seorang kampung (dari suku Badui 2/21) berdiri (dalam satu riwayat: masuk 2/16) dari pintu yang menghadap mimbar ke arah Darul Qadha', dan Rasulullah sedang berdiri. Kemudian dia menghadap Rasulullah (sambil berdiri 2/17), lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, harta benda binasa dan keluarga kelaparan (dalam satu riwayat: binasa, kuda-kuda binasa, dan kambing-kambing binasa, ternak-ternak binasa dan jalan-jalan terputus), maka berdoalah kepada Allah untuk kami agar Dia menurunkan hujan.' Lalu beliau mengangkat kedua tangan beliau untuk berdoa sehingga saya lihat putih ketiaknya,[26] 'Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami.' Orang-orang pun mengangkat tangan mereka berdoa bersama beliau.[27] (Anas tidak menyebutkan bahwa Rasulullah membalik selendangnya dan tidak menyebutkan bahwa beliau menghadap ke arah kiblat 2/18). Demi Allah, kami tidak melihat segumpal awan pun di langit. Juga tidak melihat sesuatu pun, padahal antara kami dengan pohon tidak terdapat rumah atau bangunan yang tinggi]. (Dalam satu riwayat Anas berkata, "Dan sungguh langit seperti kaca.") Lalu dari baliknya muncul awan seperti perisai. Ketika sampai ke tengah-tengah langit, lalu awan itu mengembang, kemudian turun hujan. Demi Zat yang jiwa saya di tangan-Nya (di bawah kekuasan-Nya), beliau tidak meletakkan kedua tangan beliau sehingga awan bergerak seperti gunung. Kemudian beliau tidak turun dari mimbar sehingga saya melihat air hujan mengalir pada jenggot beliau. (Dan dalam satu riwayat: maka bertiuplah angin dengan membawa awan. Kemudian awan itu berkumpul, lalu langit mengembangkan awan yang tidak membawa hujan. Nabi turun dari mimbar, lalu mengerjakan shalat 2/19). Lalu kami keluar sambil mencebur ke air hingga kami tiba di rumah. (Dalam satu riwayat: sehingga hampir-hampir seseorang tidak dapat sampai ke rumahnya 7/154). Maka, kami dituruni hujan pada hari itu, esoknya, esok lusa, dan hari hari berikut nya sampai hari Jumat yang lain tanpa henti. Sehingga, aliran-aliran kota Madinah penuh dialiri air. (Dan dalam satu riwayat: Maka demi Allah, kami tidak melihat matahari selama enam hari). Orang kampung itu atau lainnya berdiri (dalam satu riwayat: masuklah seorang laki laki dari pintu itu pada hari Jumat berikutnya. Ketika itu Rasulullah sedang berdiri berkhutbah, lalu orang itu menghadap beliau sambil berdiri), kemudian dia berkata, 'Wahai Rasulullah, bangunan-bangunan roboh (dalam satu riwayat: rumah-rumah roboh, jalan-jalan terputus, dan binatang-binatang ternak binasa, para musafir tidak dapat bepergian, jalan terhalang) dan harta benda terbenam, maka berdoalah kepada Allah agar menahan hujan itu untuk kami.' Lalu beliau tersenyum, kemudian mengangkat kedua tangan beliau dan berdoa, 'Ya Allah, (hujanilah) sekeliling kami, namun jangan atas kami. Ya Allah, turunkanlah hujan di atas puncak-puncak gunung dan dataran tinggi, di perut-perut lembah dan tempat-tempat turnbuhnya tumbuh-tumbuhan.' Beliau tidak menunjukkan kedua tangan beliau ke suatu awan kecuali terbelah seperti lubang bulat yang luas. (Dalam satu riwayat: Saya lihat awan menyingkir di sekitar Madinah ke kanan dan ke kiri seperti kumpulan kambing). (Dan dalam riwayat lain: lalu awan terbelah dari Madinah seperti terbelahnya kain). Diturunkan hujan di sekeliling kami, tetapi tidak diturunkan sedikit pun di dalam kota Madinah. Sehingga, kami dapat keluar dan berjalan di bawah sinar matahari. Allah menampakkan kepada mereka karamah Nabi-Nya saw. dan mengabulkan doanya. Lembah Qanah mengalir selama sebulan. Tidak ada seorang pun dari suatu daerah kecuali ia menceritakan hujan lebat."


Bab Ke-35: Mendengarkan Khutbah Pada Hari Jumat Ketika Imam Sedang Berkhutbah, dan Berkata kepada Sahabatnya, "Diamlah!" (Pada Waktu Itu), Maka yang Berbicara Itu Telah Berbuat Sia-Sia
 
Salman mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Hendaklah seseorang diam apabila imam berbicara (berkhutbah)."[28]
 
498. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila kamu mengatakan kepada temanmu, 'Diamlah', padahal imam sedang berkhutbah, maka kamu telah berbuat sia-sia (pahala kamu menjadi sia-sia)."


Bab Ke-36: Saat yang Dikabulkan (Doa) Pada Hari Jumat
 
499. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah menyebut-nyebut hari Jumat, lalu beliau bersabda, "Pada hari itu terdapat suatu saat yang apabila tepat pada waktu itu seorang muslim berdiri shalat, memohon sesuatu (dalam satu riwayat: kebaikan 6/175) kepada Allah ta'ala, niscaya Allah akan memberinya." Beliau mengisyaratkan dengan tangan beliau menunjukkan sedikitnya kesempatan itu.


Bab Ke-37: Apabila Orang-Orang Lari Meninggalkan Imam Sewaktu Shalat Jumat, Maka Imam Boleh Melangsungkan Shalat Itu. Shalatnya dengan Orang yang Masih Tinggal Itu Adalah Sah Hukumnya
 
500. Jabir bin Abdullah berkata, "Ketika kami sedang shalat (Jumat 3/7) bersama Nabi, tiba-tiba datanglah suatu kafilah yang membawa makanan. Lalu, mereka menuju (dalam satu riwayat: lalu orang-orang berhamburan 6/63) kepadanya hingga yang tinggal bersama Nabi hanya dua belas orang laki-laki. Maka, turunlah ayat ini, 'Waidzaa ra-au tijaraatan au lahwan infadhdhu ilaihaa wa tarakuuka qaaima' 'Apabila mereka melihat barang dagangan atau permainan mereka berlari kepadanya dan meninggalkan kamu yang sedang berdiri'."

 
Bab Ke-38: Shalat Sesudah Shalat Jumat dan Sebelumnya
 
501. Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah selalu melakukan shalat (dalam satu riwayat: saya hafal dari Nabi saw. sepuluh rakaat 2/54) dua rakaat sebelum shalat zhuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah magrib di rumah beliau, dan dua rakaat sesudah shalat isya. (Dalam satu riwayat: adapun ba'diyah magrib dan isya beliau lakukan di rumah beliau. Dalam riwayat lain: sesudah isya di rumah istri beliau 2/53). Beliau tidak shalat sesudah shalat Jumat sehingga beliau pergi (pulang), lalu beliau shalat dua rakaat.

502. Saudara wanitaku, Hafshah, bercerita kepadaku bahwa Nabi biasa melakukan shalat dua rakaat yang ringan setelah terbit fajar, dan waktu itu adalah waktu yang aku tidak biasa menemui Nabi.
 

Bab Ke-39: Firman Allah Ta'ala, "Apabila Telah Ditunaikan Shalat, Maka Bertebaranlah Kamu di Muka Bumi, dan Carilah Karunia Allah."
 
503. Sahl bin Sa'ad berkata, "Kami senang kalau hari Jumat" (3/73). Aku bertanya kepada Sahl, "Mengapa?" Dia menjawab (7/131), "Di kalangan kami ada seorang wanita (tua 6/203) yang menanam silq (sejenis ubi) di tepi parit kebunnya. (Dalam satu riwayat: biasa mengirim kurma ke Budh'ah di Madinah). Bila hari Jumat, dicabutnya batang silq itu dan direbusnya dalam periuk. Dicampurnya dengan segenggam tepung gandum, lalu digilingnya. (Dalam satu rivvayat: dan ditumbuknya beberapa biji gandum). Maka, batang silq itu menjadi seperti daging (tetapi tidak ada lemaknya). Apabila kami kembali dari shalat Jumat, kami datang mengucapkan salam padanya. Lalu, dihidangkannya makanan tadi kepada kami dan kami mengambil nya dengan sendok. Kami ingin supaya hari Jumat cepat datang, karena hidangan wanita itu." [Ia berkata, "Kami tidak tidur dan makan siang kecuali sesudah shalat Jumat."] (Dalam satu riwayat dari Sahl, ia berkata, "Kami biasa menunaikan shalat Jumat bersama Nabi, kemudian setelah itu baru tidur siang.")


Bab Ke-40: Tidur Siang Sesudah Shalat Jumat

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas bin Malik yang tertera pada nomor 482 di muka.")
 

Catatan Kaki:

[1] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun, tetapi di-maushul-kan oleh ath-Thahawi dan al-Baihaqi.

[2] Orang ini adalah Utsman bin Affan r.a. sebagaimana yang akan dijelaskan pada catatan kaki pada hadits nomor 472.
 
[3] Disebutkannya perkataan balig dengan menggunakan lafal muhtalim yang berarti orang yang bermimpi mengeluarkan sperma, adalah karena biasanya orang yang sudah balig (dewasa) itu sudah pernah mengeluarkan sperma.

[4] Dia adalah Utsman bin Affan sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim (3/3). Ini diperkuat oleh hadits Ibnu Umar pada nomor 469 di muka yang menerangkan bahwa dia termasuk Muhajirin angkatan pertama.

[5] Namanya Utsman bin Hakim. Dia adalah saudara seibu bagi Umar. Ibu mereka bernama Khaitsamah binti Hisyam ibnull-Mughirah, sebagaimana dijelaskan dalam Fathul Bari.

[6] Ini adalah bagian dari haditsnya yang sudah disebutkan secara maushul pada nomor 470 di muka.

[7] Di-maushul-kan dari Ibnu Umar oleh al-Baihaqi di dalam Sunan-nya (3/175) dengan sanad hasan, dan disahkan oleh al-Hafizh dalam Al-Fath. Kemudian diriwayatkan oleh al-Baihaqi (3/188) dari jalan lain darinya secara marfu dengan lafal, "Barangsiapa yang mendatangi shalat Jumat, baik laki-laki maupun wanita, maka hendaklah ia mandi; dan barangsiapa yang tidak mendatangi shalat Jumat, maka tidak wajib atasnya mandi, baik laki-laki maupun wanita." Akan tetapi, di dalam isnadnya terdapat kelemahan, dan di dalam matannya terdapat sesuatu yang diingkari, sebagaimana sudah saya jelaskan di dalam al-Ahaditsudh Dha'ifah (3958).

[8] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam al Mushannaf (3/168/5179) dengan sanad sahih darinya.

[9] Bersama orang lain, atau menghadiri shalat Jumat di masjid Bashrah.

[10] Di-maushul-kan oleh Musaddad di dalam al Musnad al Kabir-nya dari Abu Awanah dari Humaid.

[11] Di-maushul-kan dari keempat orang tersebut dengan isnad-isnad yang sahih oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam al Mushannaf. Diriwayatkan juga dari selain mereka riwayat yang menunjukkan bolehnya menunaikan shalat Jumat sebelum matahari tergelincir sebagaimana mazhab Imam Ahmad. Silakan baca risalah saya al-Ajwibatun Nafi'ah (hlm. 17-21).

[12] Dalam bab ini terdapat hadits Salamah bin al-Akwa', dan akan disebutkan haditsnya pada "64 - AL-MAGHAZI/ 37 -BAB".

[13] Ibnu Hibban menambahkan, "Bersama Nabi saw.", dan sanadnya hasan.

[14] Di-maushul-kan oleh al-Baihaqi (3/192) dengan sanadnya dari Bisyr bin Tsabit dengan lafal, "Adalah Rasulullah apabila udara dingin, beliau segera melaksanakan shalat; dan apabila udara panas, maka beliau menunda barang sebentar." Isnadnya bagus, tetapi tanpa menyebut "Amir".

[15] Al-Hafizh berkata, "Ibnu Hazm menyebutkan dari jalan Ikrimah, dari Ibnu Abbas dengan lafal, "Tidak baik berjual-beli pada hari Jumat ketika azan sudah dikumandangkan. Apabila shalat Jumat sudah selesai dilaksanakan, maka berjual-belilah." Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari jalan lain dari Ibnu Abbas secara marfu'.

[16] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid di dalam tafsirnya.

[17] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mengetahuinya dari riwayat Ibrahim." Kemudian dia mengatakan bahwa mengenai riwayat dari az-Zuhri ini diperselisihkan." Silakan periksa.

[18] Huruf lam alif di sini adalah nahiyah 'untuk melarang', dan fi'il tafriq di sini mabni fa'il atau mabni maf'ul. Dan tafriq atau memisahkan antara dua orang itu bisa dengan melangkahi pundak mereka atau dengan duduk di antara mereka setelah memisahkan mereka dari tempatnya. Maka, larangan ini merupakan perintah untuk berangkat shalat Jumat lebih awal (sehingga bisa mendapatkan tempat di depan dan tidak memisahkan orang-orang yang sudah berbaris dengan rapi), sebagaimana disebutkan dalam catatan pinggir Ash-Shahih.

[19] Ketiga lafal ini (yakni al-Jumata, al-Jumata, ghairaha) dibaca nashab dengan membuang huruf jar, yakni fil Jumati wa ghairiha. Di dalam riwayat Abu Dzar, ketiga lafal tersebut dibaca rafa 'sebagai' mubtada', sedang khabarnya dibuang. Yakni 'al-Jumu'atu wa ghairuha mutasaawiyaani fin-nahyi' 'anit takhaththaa' 'Shalat Jumat dan lainnya sama-sama dilarang orang melangkahi pundak orang lain'.

[20] Yaitu, azan yang pertama (sebelum masuk waktu shalat), dan jumlah seluruhnya menjadi tiga bersama iqamah. Ia disebut azan karena untuk memberitahukan. Nabi saw. bersabda, "Di antara tiap-tiap dua azan (yakni azan dan iqamah) terdapat shalat sunnah bagi yang ingin mengerjakannya." Azan tambahan ini dianggap sebagai azan ketiga karena sebagai tambahan belakangan. Disebut sebagai azan kedua bila kita melihat azan yang hakiki. Sedang Zaura adalah suatu tempat tinggi yang merupakan pasar di Madinah.

[21] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam beberapa tempat dan ini adalah bagian dari hadits Anas yang disebutkan pada "11-AL-JUM'AH / 24".

[22] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari di tempat yang telah diisyaratkan tadi.
 
[23] Di-maushul-kan dari Ibnu Umar oleh Baihaqi (3/199) dengan sanad hasan, dan di-maushul-kan dari Anas oleh Ibnul Mundzir dan al-Hafizh dengan sanad sahih.
 
[24] Di-maushul-kan oleh penyusun di akhir bab ini.

[25] Mengangkat kedua tangan ini hanya dalam doa khutbah istisqa'. Adapun berdoa secara rutin di dalam khutbah Jumat yang kedua dengan mengangkat kedua tangan, maka kami tidak mengetahui dasarnya di dalam sunnah. Silakan periksa al Ajwibatun Nafi'ah halaman 62.
 
[26] Tambahan ini disebutkan secara mu'allaq oleh penyusun, dan di-maushul-kan oleh Abu Nu'aim.

[27] Tambahan ini tidak disebutkan oleh al-Hafizh, tetapi kemudian al-Khathib menisbatkannya (2/503) kepada Nasai saja.

[28] Di-maushul-kan oleh penyusun rahimahullah pada hadits nomor 472 di muka.
Share:

Sample Text

Copyright © Lentera Islam .NET - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com