Pengantar.
Abdul Somad menulis dalam bukunya berjudul: 37 Masalah Populer:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Dari Anas, sesungguhnya seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, di manakah bapakku?”.
Rasulullah Saw menjawab, “Di neraka”.
Ketika laki-laki itu pergi, Rasulullah Saw memanggilnya, “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka”. (HR. Muslim).
Yang dimaksud dengan bapak dalam hadits ini adalah paman Rasulullah Saw, yaitu Abu Thalib. Bukan Abdullah. Karena orang Arab biasa menyebut paman dengan sebutan (أَبِي).
AZ mengomentari ini di salah satu radio di Pekanbaru pada hari Senin 25 November 2014. “Mana ada orang Arab memanggil Abi kepada pamannya. Bahasa Arab mana itu???!!!”. Sambil tertawa melecehkan. Seakan-akan Abdul Somad ngawur, tidak faham bahasa Arab.
Lalu dikomentari oleh murid AZ: “Ternyata lain ya bahasa Arab Mesir dengan bahasa Arab Madinah?!”. Membumbui pelecehan gurunya.
Inilah yang melatarbelakangi Abdul Somad membuat tulisan ini sebagai:
Jawaban:
Allah Swt mengajarkan kepada kita, jika bersilang pendapat dalam suatu masalah, hendaklah kembali kepada al-Qur’an, Sunnah dan fatwa ulama yang benar. Bukan kepada hawa nafsu. Sekarang, mari kita lihat apa kata Allah Swt dalam al-Qur’an tentang penggunaana kata Abu/Abi untuk paman.
DALIL AL-QUR’AN DAN PENDAPAT KALANGAN SALAF.
وقد وجه من حيث اللغة بأن العرب تطلق لفظ الأب على العم إطلاقا شائعا وإن كان مجازا، وفي التنزيل ( أم كنتم شهداء إذ حضر يعقوب الموت إذ قال لبنيه ما تعبدون من بعدي قالوا نعبد آلهك وإله آبائك إبراهيم وإسماعيل وإسحاق) فأطلق على إسماعيل لفظ الأب وهو عم يعقوب كما أطلق على إبراهيم وهو جده.
Menurut bahasa, orang Arab menggunakan kata Abu/Abi untuk paman, penggunaan ini berlaku umum, meskipun maknanya majaz(kiasan). Dalam al-Qur’an disebutkan: “Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu (nenek moyangmu), Ibrahim, Ismail dan Ishaq”. (Qs. al-Baqarah [2]: 133). Digunakan kata Abu (Bapak/Ayah)) terhadap Isma’il, padahal Isma’il itu paman nabi Ya’qub. Ibrahim juga disebut Abu (Bapak/Ayah), padahal Ibrahim itu kakek”. (al-Hawy li al-Fatawa karya Imam as-Suyuthi: 3/318).
Selanjutnya Imam as-Suyuthi menyebutkan beberapa riwayat tentang penggunaan Kata Abu (Bapak/Ayah) untuk paman:
Riwayat Pertama:
أخرج ابن أبي حاتم عن ابن عباس أنه كان يقول الجد أب ويتلو (قالوا نعبد آلهك وإله آبائك الآية)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Kakek pun disebut Abu (Bapak/Ayah)”. Kemudian beliau membacakan ayat: “Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu (nenek moyangmu)”. (Qs. al-Baqarah [2]: 133).
Riwayat Kedua:
وأخرج عن أبي العالية في قوله وإله آبائك إبراهيم وإسماعيل قال سمي العم أبا.
Diriwayatkan dari Abu al-‘Aliyah tentang ayat: “dan Tuhan bapak-bapakmu (nenek moyangmu) Ibrahim, Ismail dan Ishaq”. Paman disebut Abu (Bapak/Ayah). (Qs. al-Baqarah [2]: 133).
وأخرج عن محمد بن كعب القرظي قال الخال والد والعم والد وتلا هذه الآية.
Riwayat Ketiga:
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qarzhi, ia berkata, “Paman dari pihak ibu disebut bapak/ayah, paman dari pihak bapak pun disebut bapak/ayah”. Kemudian beliau membacakan ayat di atas.
Imam as-Suyuthi menutup dengan:
فهذه أقوال السلف من الصحابة والتابعين في ذلك.
Ini adalah pendapat kalangan Salaf dari kalangan shahabat dan tabi’in dalam masalah ini.
PENDAPAT AHLI BAHASA ARAB.
Berikut kita lihat pendapat Imam Muhammad bin Muhammad bin Abdirrazzaq al-Husaini Abu al-Faidh Murtadha az-Zabidi dalam kitabnya Taj al-‘Arus min Jawahir al-Qamus:
قيل : هو اسْمُ عَمِّ إبراهِيمَ عليه وعلى محمّدٍ أفضلُ الصّلاة والسّلام في الآيةِ المذكورة وإنّمَا سُمِّيَ العَمُّ أباً وجَرى عليه القرآنُ العَظيم على عادةِ العربِ في ذلك لأنهم كثيراً ما يُطلِقُون الأبَ على العَمّ وأمّا أبُوه فإنه تارَخُ
Ada pendapat yang mengatakan bahwa Azar adalah nama paman Nabi Ibrahim as yang terdapat dalam ayat. Paman disebut Abu (Bapak/Ayah), demikian menurut al-Qur’an dan tradisi kebiasaan orang-orang Arab tentang penyebutan itu, karena orang-orang Arab sering menggunakan kata Abu/Abi kepada paman. Sedangkan ayah kandungnya adalah Tarakh. (Taj al-‘Arus, hal.2454).
Fatwa Saudi Arabia:
أما إطلاق اسم الأب على العم على سبيل الاحترام والتكريم فجائز، وهو الذي جاء في القرآن، لكنه ليس أبا في النسب
Adapun penggunaan kata Abi untuk paman sebagai bentuk penghormatan dan kemuliaan, maka hukumnya boleh. Demikian terdapat dalam al-Qur’an. Tapi bukan bapak/ayah secara nasab. (al-Lajnah ad-Da’imah li al-Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’: 11/460).
Pendapat Syekh Ibnu Utsaimin Ulama Besar Saudi Arabia.
أنه يجوز إطلاق اسم الأب على العم تغليباً؛ لقوله تعالى: { وإسماعيل }.
Boleh menggunakan kata Abu/Abi untuk paman, karena kebiasaan/umum. Berdasarkan firman Allah: “dan Tuhan bapak-bapakmu (nenek moyangmu) Ibrahim, Ismail dan Ishaq”. Paman disebut Abu (Bapak/Ayah). (Qs. al-Baqarah [2]: 133).
(Tafsir al-‘Allamah Ibn ‘Utsaimin).
وأما إسماعيل فهو عمه لكن أطلق عليه لفظ الآباء من باب التغليب لأن العم صنو الأب كما قال النبي صلى الله عليه وسلم لعمر أما شعرت أن عم الرجل صنو أبيه يعني شريكه في الأصل والجذر والصنو هو عبارة عن النخلتين يكون أصلهما واحدا
Adapun Isma’il, maka dia adalah paman Ya’qub, tapi digunakan kata Abu/Abi (Bapak/Ayah) karena lafaz itu biasa digunakan. Karena paman itu bagian dari bapak/ayah, sebagaimana sabda Rasulullah Saw kepada Umar, “Apakah engkau tidak merasa bahwa paman seseorang itu bagian dari bapaknya”. Maksudnya adalah bagian dalam asal dan akar. Makna kata as-shanu adalah ungkapan tentang dua pohon kurma yang asalnya satu. (Syarh Riyad as-Shalihin, hal.784).
Pendapat Syekh Abu Bakar al-Jaza’iri Pengajar Fiqh dan Tafsir di Masjid Nabawi:
يطلق لفظ الأب على العم تغليباً وتعظيماً .
Kata Abu/Abi digunakan untuk paman, menurut kebiasaan dan secara umum biasa digunakan. (Aisar at-Tafasir: 1/57).
CATATAN:
Pertama, dari dalil-dalil diatas, berdasarkan al-Qur’an, Sunnah dan pendapat para ulama dari berbagai cabang keilmuan, jelaslah bahwa kata Abu/Abi biasa digunakan untuk paman. Bukan bahasa Arab aneh buatan Abdul Somad.
Kedua, bagi penceramah agar menyampaikan sesuatu dengan amanah, jangan melakukan pembohongan publik. Karena tidak semua pendengar itu jahil bin bahlul. Dan yang paling penting, kita semua akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt tentang apa yang pernah kita sampaikan.
Ketiga, jangan sampai fanatik kepada orang tertentu membutakan mata kita untuk melihat kebenaran.
Keempat, Abdul Somad memang tidak se’alim Sibawaih dalam bahasa Arab. Tapi dia bisa juga menyelesaikan S1 di al-Azhar dalam waktu 3 tahun 10 bulan. Dari 20 mahasiswa seangkatannya di Darul Hadits-Maroko tahun 2004, dia mahasiswa pertama menyelesaikan S2, dengan tesis dalam bahasa Arab 300 halaman, selesai dalam waktu 1 tahun 11 bulan (Institut Darul Hadits hanya menerima 20 siswa jurusan hadits dalam satu tahun). Sedikit banyak dia bisa dan faham juga bahasa Arab, rupanya.
Kelima, kata Imam Syafi’i:
تَكَبَّرْ عَلَى الْمُتَكَبِّرِ مَرَّتَيْنِ
“Sombonglah engkau kepada orang yang sombong itu dua kali sombong”.
(Bariqah Mahmudiyyah fi Syarh Thariqah Muhammadiyyah wa Syari’ah Nabawiyyah: 3/176).