Lentera Islam - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.

TALQIN MAYAT


Dalil-Dalil Talqin Mayat.
الطَّبَرَانِيُّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ : { إذَا أَنَا مِتُّ فَاصْنَعُوا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : إذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمْ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ، ثُمَّ لْيَقُلْ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيبُ ، ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ؛ فَإِنَّهُ يَقُولُ : أَرْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللَّهُ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ . فَلْيَقُلْ : اُذْكُرْ مَا خَرَجْت عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا : شَهَادَةَ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّك رَضِيت بِاَللَّهِ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا    يَأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُولُ : انْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ . قَالَ : فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ ؟ قَالَ : يَنْسُبُهُ إلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ ، يَا فُلَانُ بْنُ حَوَّاءَ } .
Riwayat Imam ath-Thabrani dari Abu Umamah, ia berkata: “Apabila aku mati, maka lakukanlah terhadapku sebagaimana Rasulullah Saw memerintahkan kami melakukannya terhadap orang yang mati diantara kami. Rasulullah Saw memerintahkan kami seraya berkata: “Apabila salah seorang saudara kamu mati, lalu kamu ratakan tanah kuburannya, hendaklah seseorang berdiri di sisi kepala kuburnya seraya mengucapkan: “Wahai fulan bin fulanah”. Sesungguhnya ia mendengarnya, akan tetapi ia tidak menjawab. Kemudian katakana: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia pun duduk. Kemudian orang yang membaca talqin itu mengatakan: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia menjawab: “Bimbinglah kami, semoga Allah merahmatimu”. Akan tetapi kamu tidak dapat merasakannya. Hendaklah orang yang membacakan  talqin itu mengucapkan: “Ingatlah apa yang engkau bawa ketika keluar dari dunia, syahadat kesaksian tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan. Islam sebagai agama. Muhammad sebagai nabi. Qur’an sebagai imam”. Maka malaikat Munkar dan Nakir saling menarik tangan satu sama lain seraya berkata: “Marilah kita pergi. Untuk apa kita duduk di sisi orang yang jawabannya telah diajarkan”. Seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika tidak diketahui nama ibunya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Dinisbatkan kepada Hawa. Wahai fulan anak Hawa”.

Komentar Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani terhadap hadits ini:

وَإِسْنَادُهُ صَالِحٌ . وَقَدْ قَوَّاهُ الضِّيَاءُ فِي أَحْكَامِهِ
“Sanadnya shalih (baik). Dikuatkan Imam Dhiya’uddin dalam kitab Ahkam-nya”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan beberapa riwayat lain yang semakna dengan hadits ini dalam kitab Talkhish al-Habir.

Riwayat Pertama:

مَا رَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مِنْ طَرِيقِ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ ، وَضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ ، وَغَيْرِهِمَا قَالُوا : { إذَا سُوِّيَ عَلَى الْمَيِّتِ قَبْرُهُ وَانْصَرَفَ النَّاسُ عَنْهُ ، كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُقَالَ لِلْمَيِّتِ عِنْدَ قَبْرِهِ : يَا فُلَانُ قُلْ : لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، قُلْ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، قُلْ : رَبِّي اللَّهُ ، وَدِينِي الْإِسْلَامُ ، وَنَبِيِّ مُحَمَّدٌ . ثُمَّ يَنْصَرِفُ } .
Diriwayatkan Sa’id bin Manshur, dari jalur Rasyid bin Sa’d, Dhamrah bin Habib dan lainnya, mereka berkata: “Apabila kubur mayat telah diratakan, orang banyak telah beranjak, mereka menganjurkan agar dikatakan kepada mayat di sisi kuburnya: “Wahai fulan, katakanlah tiada tuhan selain Allah. Katakanlah: aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Tiga kali. Katakanlah: Tuhanku Allah. Agamaku Islam. Nabiku Muhammad”. Kemudian beranjak.

Riwayat Kedua:
وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ الْحَكَمِ بْنِ الْحَارِثِ السُّلَمِيِّ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ : { إذَا دَفَنْتُمُونِي وَرَشَشْتُمْ عَلَى قَبْرِي الْمَاءَ ، فَقُومُوا عَلَى قَبْرِي وَاسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَادْعُوا لِي } .
Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits al-Hakam bin al-Harits as-Sulami, ia berkata kepada mereka: “Apabila kamu telah menguburku dan kamu telah menyiramkan air di atas kuburku, maka berdirilah kamu di sisi kuburku, menghadaplah ke arah kiblat, dan berdoalah untukku”.

Riwayat Ketiga:
وَرَوَى ابْنُ مَاجَهْ مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ فِي حَدِيثٍ سِيقَ بَعْضُهُ ، وَفِيهِ : { فَلَمَّا سَوَّى اللَّبِنَ عَلَيْهَا ، قَامَ إلَى جَانِبِ الْقَبْرِ ، ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ جَافِ الْأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهَا ، وَصَعِّدْ رُوحَهَا ، وَلَقِّهَا مِنْك رِضْوَانًا } .
Diriwayatkan Ibnu Majah dari jalur riwayat Sa’id bin al-Musayyib, dari Ibnu Umar dalam hadits, diantara isinya: “Apabila salah seorang kamu telah meratakan labin (batu dari tanah liat dijemur) di atas kubur, maka ia berdiri di sisi kubur, kemudian berkata: “Ya Allah, keringkanlah tanah di kedua sisinya, naikkanlah ruhnya, berikanlah ridha kepadanya dari sisi-Mu”.

Riwayat Keempat:
وَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ فِي حَدِيثٍ عِنْدَ مَوْتِهِ : " إذَا دَفَنْتُمُونِي أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا يُنْحَرُ جَزُورٍ وَيُقَسَّمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ ، وَأَعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ رُسُلَ رَبِّي " .
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya, bahwa sahabat nabi bernama ‘Amr bin al-‘Ash berkata kepada keluarganya: “Apabila kamu mengubur aku, maka tegaklah setelah itu di sekitar kuburku sekira-kira selama orang menyembelih hewan sembelihan dan membagi-bagi dagingnya, hingga aku merasa tenang dengan kamu dan aku dapat melihat apa yang ditanyakan malaikat utusan Tuhanku”. (Hadits riwayat Imam Muslim).

Riwayat Kelima:
حَدِيثُ : { أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ ، وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ } .
أَبُو دَاوُد ، وَالْحَاكِمُ وَالْبَزَّارُ عَنْ عُثْمَانَ.
Hadits: sesungguhnya Rasulullah Saw, apabila telah selesai mengubur jenazah, beliau berdiri di sisi makam seraya berkata: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kamu, mohonkanlah agar ia  diberi ketetapan, karena ia sekarang sedang ditanya”.  (Hadits riwayat Abu Daud, al-Hakim dan Al-Bazzar dari ‘Utsman).

(Sumber: Talkhish al-Habir, al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi: juz.2, hal.396-398)

Hadits Lain:

حديث: « لقنوا موتاكم لا إله إلا الله ».
قال المحب الطبري وابن الهمام والشوكاني وغيرهم لفظ موتاكم نص في الأموات وتناوله للحي المحتضر مجاز فلا يصار إليه إلا بقرينة وحيث لا توجد قرينة تصرفه عن حقيقته إلى مجازه فشموله للأموات أولى إن لم يقتصر عليهم فقط والله أعلم.
Hadits: “Talqinkanlah orang yang mati diantara kamu dengan ucapan: La ilaha illallah”. (Hadits riwayat Muslim, Abu Daud dan an-Nasa’i).

Komentar Ulama Tentang Makna Kata: [موتاكم].
Imam al-Muhibb ath-Thabari, Ibnu al-Hammam, Imam asy-Syaukani dan lainnya berpendapat: Kata [موتاكم] adalah teks untuk orang yang sudah mati. Digunakan untuk orang yang masih hidup ketika sekarat sebagai bentuk Majaz, tidak digunakan untuk orang hidup kecuali dengan qarinah, jika tidak ada qarinah yang mengalihkan maknanya dari makna sebenarnya kepada makna Majaz, maka lebih utama penggunaannya kepada makna untuk orang yang sudah mati, meskipun tidak terbatas hanya untuk orang yang sudah mati saja, wallahu a’lam.

Pendapat Ulama Ahli Hadits.
Imam Ibnu ash-Shalah:
وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال التلقين هو الذى نختاره ونعمل به قال وروينا فيه حديثا من حديث أبى امامة ليس إسناده بالقائم لكن اعتضد بشواهد وبعمل أهل الشام قديما
Syekh Abu ‘Amr bin ash-Shalah ditanya tentang talqin, ia menjawab: “Talqin yang kami pilih dan yang kami amalkan, telah diriwayatkan kepada kami satu hadits dari hadits Abu Umamah, sanadnya tidak tegak/tidak kuat. Akan tetapi didukung hadits-hadits lain yang semakna dengannya dan dengan amalan penduduk negeri Syam sejak zaman dahulu.
(Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.304).

Pendapat Ahli Hadits Syekh Abdullah bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari:
إن التلقين جرى عليه العمل قديما فى الشام زمن أحمد بن حنبل وقبله بكثير، وفى قرطبة ونواحيها حوالى المائة الخامسة فما بعدها إلى نكبة الأندلس ، وذكر بعض العلماء من المالكية والشافعية والحنابلة الذين أجازوه ، وذكر أن حديث أبى أمامة ضعيف ، لكن الحافظ ابن حجر قال فى "التلخيص " إسناده صحيح ، ورأى الصديق الحسنى صلاح إسناده لأن له طرقا وشواهد
Sesungguhnya talqin telah dilaksanakan di negeri Syam sejak zaman Imam Ahmad bin Hanbal dan lama sebelumnya, juga di Cordova (Spanyol) dan sekitarnya kira-kira abad ke lima dan setelahnya hingga sekitar Andalusia.  Syekh Abdullah al-Ghumari menyebutkan beberapa ulama dari kalangan Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali yang membolehkannya. Ia juga menyebutkan bahwa hadits riwayat Abu Umamah adalah hadits dha’if, akan tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Talkhish al-Habir: sanadnya shahih. Menurut Syekh Abdullah al-Ghumari sanadnya baik, karena memiliki beberapa jalur lain. (Sumber: Majallah al-Islam, jilid.3, edisi.10).


Pendapat Ahli Fiqh.
Pendapat Ibnu al-‘Arabi:
قال ابن العربي في مسالكه إذا أدخل الميت قبره فإنه يستحب تلقينه في تلك الساعة وهو فعل أهل المدينة والصالحين من الأخيار لأنه مطابق لقوله تعالى ﴿ وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين ﴾، وأحوج ما يكون العبد إلى التذكير بالله عند سؤال الملائكة.
Ibnu al-‘Arabi berkata dalam kitab al-Masalik: “Apabila mayat dimasukkan ke dalam kubur, dianjurkan agar di-talqin-kan pada saat itu. Ini adalah perbuatan penduduk Madinah dan orang-orang shaleh pilihan, karena sesuai dengan firman Allah Swt: Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (Qs. adz-Dzariyat [51]: 55). Seorang hamba sangat butuh untuk diingatkan kepada Allah ketika ditanya malaikat. (Sumber: Hawamisy Mawahib al-Jalil: juz.2, halaman: 238).

Pendapat Imam an-Nawawi:
قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه فيجلس عند رأسه انسان ويقول يا فلان ابن فلان ويا عبد الله ابن أمة الله اذكر العهد الذى خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا اله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله وأن الجنة حق وأن النار حق وأن البعث حق وأن الساعة آتية لاريب فيها وأن الله يبعث من في القبور وأنك رضيت بالله ربا وبالاسلام دينا وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا وبالقرآن إماما وبالكعبة قبلة وبالمؤمنين إخوانا زاد الشيخ نصر ربي الله لا إله الا هو عله توكلت وهو رب العرش العظيم فهذا التلقين عندهم مستحب ممن نص علي استحبابه القاضي حسين والمتولي والشيخ نصر المقدسي والرافعي وغيرهم
Para ulama mazhab Syafii menganjurkan talqin mayat setelah dikuburkan, ada seseorang yang duduk di sisi kubur bagian kepala dan berkata: “Wahai fulan bin fulan, wahai hamba Allah anak dari hamba Allah, ingatlah perjanjian yang engkau keluar dari dunia dengannya, kesaksian tiada tuhan selain Allah, hanya Dia saja, tiada sekutu baginya, sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya, sesungguhnya surga itu benar, sesungguhnya neraka itu benar, sesungguhnya hari berbangkit itu benar, sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, tiada keraguan baginya, sesungguhnya Allah membangkitkan orang yang di kubur, sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, al-Qur’an sebagai imam, Ka’bah sebagai kiblat, orang-orang beriman sebagai saudara”. Syekh Nashr menambahkan: “Tuhanku Allah, tiada tuhan selain Dia, kepada-Nya aku bertawakkal, Dialah Pemilik ‘Arsy yang agung”. Talqin ini dianjurkan menurut mereka, diantara yang menyebutkan secara nash bahwa talqin itu dianjurkan adalah al-Qadhi Husein, al-Mutawalli, Syekh Nashr al-Maqdisi, ar-Rafi’i dan selain mereka. (Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.304).

يستحب أن يمكث على القبر بعد الدفن ساعة يدعو للميت ويستغفر له نص عليه الشافعي واتفق عليه الاصحاب قالوا ويستحب أن يقرأ عنده شئ من القرآن وإن ختموا القرآن كان أفضل وقال جماعات من أصحابنا يستحب أن يلقن
Dianjurkan berdiam diri sejenak di sisi kubur setelah pemakaman, berdoa untuk mayat dan memohonkan ampunan untuknya, demikian disebutkan Imam Syafi’I secara nash, disepakati oleh para ulama mazhab Syafi’I, mereka berkata: dianjurkan membacakan beberapa bagian al-Qur’an, jika mengkhatamkan al-Qur’an, maka lebih afdhal. Sekelompok ulama mazhab Syafi’I berkata: dianjurkan supaya ditalqinkan. (Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.294).

Pendapat Syekh ‘Athiyyah Shaqar Mufti Al-Azhar:
أن هذا العمل لا يضر الأحياء ولا الأموات ، بل ينتفع به الأحياء تذكرة وعبرة، فلا مانع منه .
Talqin tidak memudharatkan orang yang hidup dan orang yang mati, bahkan memberikan manfaat bagi orang yang masih hidup, peringatan dan pelajaran, maka tidak ada larangan membacakan talqin untuk mayat. (Sumber: Fatawa al-Azhar: juz.8, hal.303).
Share:

AZAB KUBUR

Apakah ada dalil azab kubur dalam al-Qur’an?
أن نعيم البرزخ وعذابه مذكور في القرآن في غير موضع
Sesungguhnya kenikmatan dan azab kubur disebutkan dalam al-Quran di beberapa tempat. (Sumber: ar-Ruh, Ibnu Qayyim al-Jauziah: hal.75).

Ayat Pertama:
وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آَيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya”. (Qs. Al-An’am [6]: 93).
وهذا خطاب لهم عند الموت وقد أخبرت الملائكة وهم الصادقون أنهم حينئذ يجزون عذاب الهون ولو تأخر عنهم ذلك إلى انقضاء الدنيا لما صح أن يقال لهم اليوم تجزون
Kalimat ini ditujukan kepada mereka ketika mati. Malaikat memberitahukan, mereka sangat benar, bahwa ketika itu orang-orang zalim diazab dengan azab yang menghinakan. Andai azab itu ditunda hingga dunia kiamat, maka tidak mungkin dikatakan kepada mereka: “Di hari ini kamu dibalas”.

Ayat Kedua:
فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45) النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang Amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang[1324], dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (Qs. Ghafir [40]: 45-46).
[1324] Maksudnya: dinampakkan kepada mereka neraka pagi dan petang sebelum hari berbangkit.
فذكر عذاب الدارين ذكرا صريحا لا يحتمل غيره
Disebutkan dua jenis azab secara jelas, tidak mengandung makna lain.

Ayat Ketiga:
فَذَرْهُمْ حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ (45) يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (46) وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (47)
“45. Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan,
46. (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong.
47. Dan Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui[1427]”. (Qs. Ath-Thur [52]: 45-47).
[1427] Yang dimaksud azab yang lain ialah adanya musim kemarau, kelaparan malapetaka yang menimpa mereka, azab kubur dan lain-lain.
وهذا يحتمل أن يراد به عذابهم بالقتل وغيره في الدنيا وأن يراد به عذابهم في البرزخ وهو أظهر لأن كثيرا منهم مات ولم يعذب في الدنيا وقد يقال وهو أظهر أن من مات منهم عذب في البرزخ ومن بقى منهم عذب في الدنيا بالقتل وغيره فهو وعيد بعذابهم في الدنيا وفي البرزخ
Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan azab adalah azab bagi mereka dengan azab dalam bentuk pembunuhan di dunia dan azab lainnya, juga azab bagi mereka di alam barzakh, azab di alam barzakh lebih kuat, karena banyak diantara mereka yang mati tanpa azab di dunia. Pendapat yang kuat, siapa yang mati diantara mereka diazab di alam barzakh, ada diantara mereka yang diazab di dunia dengan azab pembunuhan dan jenis azab lainnya, ini adalah ancaman azab bagi mereka di dunia dan di alam barzakh.

Ayat Ketiga:
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Qs. As-Sajadah [32]: 21).
فهم منها عذاب القبر فانه سبحانه أخبر أن له فيهم عذابين أدنى وأكبر فأخبر أنه يذيقهم بعض الأدنى ليرجعوا فدل على أنه بقى لهم من الأدنى بقية يعذبون بها بعد عذاب الدنيا ولهذا قال من العذاب الأدنى ولم يقل ولنذيقنهم العذاب الأدنى فتأمله
Abdullah bin Abbas memahami ayat ini bahwa maksudnya adalah azab kubur, karena Allah Swt meberitahukan bahwa bagi mereka dua azab; yang dekat (di dunia) dan yang besar (di akhirat). Allah Swt memberitahukan bahwa Ia merasakan bagi mereka sebagian dari azab yang dekat (di dunia) agar mereka kembali (ke jalan yang benar), ini menunjukkan bahwa masih tersisa azab lain dari azab yang dekat (di dunia) yang akan ditimpakan bagi mereka setelah azab di dunia. Oleh sebab itu disebutkan:
 [من العذاب الأدنى ] “Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian dari azab yang dekat (di dunia).
 Tidak dikatakan: [ولنذيقنهم العذاب الأدنى ] “Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka azab yang dekat”. Fikirkanlah !

Hadits-Hadits Azab Kubur.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ » . ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً ، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ ، فَغَرَزَ فِى كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ « لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا » .
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: Rasulullah Saw melewati dua kubur, beliau bersabda: “Kedua penghuni kubur ini diazab, mereka diazab bukan karena dosa besar, salah satu dari mereka tidak menutup ketika buang air kecil, salah satu dari mereka berjalan membawa ucapan orang lain (gosip)”. Kemudian Rasulullah Saw mengambil satu pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua bagian, kemudian menanamkan dua bagian tersebut ke kedua makam itu. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan ini?”. Rasululullah Saw menjawab: “Semoga azab keduanya diringankan selama pelepah kurma ini basah”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kedua:
بَيْنَمَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى حَائِطٍ لِبَنِى النَّجَّارِ عَلَى بَغْلَةٍ لَهُ وَنَحْنُ مَعَهُ إِذْ حَادَتْ بِهِ فَكَادَتْ تُلْقِيهِ وَإِذَا أَقْبُرٌ سِتَّةٌ أَوْ خَمْسَةٌ أَوْ أَرْبَعَةٌ - قَالَ كَذَا كَانَ يَقُولُ الْجُرَيْرِىُّ - فَقَالَ « مَنْ يَعْرِفُ أَصْحَابَ هَذِهِ الأَقْبُرِ ». فَقَالَ رَجُلٌ أَنَا.
قَالَ « فَمَتَى مَاتَ هَؤُلاَءِ ». قَالَ مَاتُوا فِى الإِشْرَاكِ. فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ تُبْتَلَى فِى قُبُورِهَا فَلَوْلاَ أَنْ لاَ تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِى أَسْمَعُ مِنْهُ ». ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ فَقَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. قَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ قَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ.
Ketika Rasulullah Saw melewati kebun Bani Najjar, beliau menunggang Bighal (lebih besar dari keledai, lebih kecil dari kuda), kami (para shahabat) bersama beliau, tiba-tiba Bighal itu liar, nyaris membuat Rasulullah Saw jatuh, ada enam atau lima atau empat kubur –demikian dinyatakan al-Jurairi- Rasulullah Saw bertanya: “Siapakah yang mengenal kubur siapakah ini?”. Seorang laki-laki menjawab: “Saya”.
Rasulullah Saw bertanya: “Bilakah mereka meninggal dunia?”. Laki-laki itu menjawab: “Mereka mati dalam keadaan musyrik”. Rasulullah Saw berkata: “Ummat ini disiksa di dalam kubur mereka, kalaulah bukan karena kamu akan takut dikubur, pastilah aku berdoa kepada Allah supaya memperdengarkan kepada kamu azab kubur yang aku dengar”. Kemudian Rasulullah Saw menghadap kami seraya berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab neraka”. Kami ucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab neraka”. Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab kubur”. Kami ucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab kubur”. Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab yang tampak dan yang tak tampak”. Mereka mengucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab yang terlihat dan tidak terlihat”. Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan dari azab dajal”. Mereka mengucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab dajal”. (Hadits riwayat Muslim).

Hadits Ketiga:
إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الأَخِيرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Apabila salah seorang kamu selesai dari tasyahud akhir, maka mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari empat perkara: dari azab jahanam, dari azab kubur, dari azab hidup dan mati dan dari azab al-masih dajal”. (Hadits riwayat Ibnu Majah).

Hadit Keempat:
عَنْ أَبِى أَيُّوبَ - رضى الله عنهم - قَالَ خَرَجَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - وَقَدْ وَجَبَتِ الشَّمْسُ ، فَسَمِعَ صَوْتًا فَقَالَ « يَهُودُ تُعَذَّبُ فِى قُبُورِهَا » .
Dari Abu Ayyub, ia berkata: “Rasulullah Saw keluar ketika matahari telah tenggelam, Rasulullah Saw mendengar suatu suara, beliau berkata: “Ada orang Yahudi yang disiksa di kuburnya”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).
Hadits Kelima:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَتْ عَلَىَّ عَجُوزَانِ مِنْ عُجُزِ يَهُودِ الْمَدِينَةِ فَقَالَتَا لِى إِنَّ أَهْلَ الْقُبُورِ يُعَذَّبُونَ فِى قُبُورِهِمْ ، فَكَذَّبْتُهُمَا ، وَلَمْ أُنْعِمْ أَنْ أُصَدِّقَهُمَا ، فَخَرَجَتَا وَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَجُوزَيْنِ وَذَكَرْتُ لَهُ ، فَقَالَ « صَدَقَتَا ، إِنَّهُمْ يُعَذَّبُونَ عَذَابًا تَسْمَعُهُ الْبَهَائِمُ كُلُّهَا » . فَمَا رَأَيْتُهُ بَعْدُ فِى صَلاَةٍ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ .
Dari Aisyah, ia berkata: “Dua orang perempuan tua Yahudi kota Madinah menemui Aisyah seraya berkata: “Sesungguhnya penghuni kubur diazab di dalam kubur mereka”, maka saya mendustakan mereka, saya tidak nyaman untuk mempercayai mereka, lalu kedua orang itu pergi, kemudian Rasulullah Saw datang, lalu saya berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada dua orang perempuan Yahudi”, saya sebutkan hal itu kepada Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Kedua perempuan Yahudi itu benar, penghuni kubur diazab di dalam kubur, azab mereka dapat didengar semua hewan”. Saya tidak pernah melihat Rasulullah Saw selesai shalat melainkan memohon perlindungan dari azab kubur”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).
Share:

AMAL UNTUK ORANG MENINGGAL


Haji.
روى البخارى عن ابن عباس رضى الله عنهما أن امرأة من جهينة جاءت إلى النبى صلى الله عليه وسلم فقالت : إن أمى نذرت أن تحج ولم تحج حتى ماتت ، أفأحج عنها؟ قال "نعم ، حجى عنها ، أرأيت لو كان على أمك دين أكنت قاضيته ؟ اقضوا فالله أحق بالوفاء " .
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, seorang perempuan dari Juhainah datang menghadap Rasulullah Saw seraya berkata: “sesungguhnya ibu saya bernazar untuk melaksanakan ibadah haji. Ia belum melaksanakan ibadah haji. Kemudian ia meninggal dunia. Apakah saya boleh menghajikannya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ya, laksanakanlah haji untuknya. Menurut pendapatmu, jika ibumu punya hutang, apakah engkau akan membayarkannya? Laksanakanlah, karena hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan”.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ ».
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw mendengar seorang laki-laki mengucapkan: “Aku menyambut panggilan-Mu untuk Syubrumah”.
Rasulullah Saw bertanya: “Siapakah Syubrumah?”.
Ia menjawab: “Saudara saya”, atau: “Kerabat saya”.
Rasulullah Saw bertanya: “Apakah engkau sudah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?”.
Ia menjawab: “Belum”.
Rasulullah Saw berkata: “Laksanakanlah haji untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah”.
(HR. Abu Daud).

Puasa.
عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ» .
Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang mati, ia masih punya hutang puasa, maka walinya melaksanakan puasa untuknya”. (Hadits shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, bahkan Imam Muslim memuatnya dalam Bab: Qadha’ Puasa Untuk Mayat).
Apa pendapat ulama tentang hadits ini?
وَقَالَ الْبَيْهَقِيُّ فِي " الْخِلَافِيَّات " : هَذِهِ الْمَسْأَلَة ثَابِتَة لَا أَعْلَم خِلَافًا بَيْن أَهْل الْحَدِيث فِي صِحَّتهَا فَوَجَبَ الْعَمَل بِهَا ، ثُمَّ سَاقَ بِسَنَدِهِ إِلَى الشَّافِعِيّ قَالَ : كُلّ مَا قُلْت وَصَحَّ عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِلَافه فَخُذُوا بِالْحَدِيثِ وَلَا تُقَلِّدُونِي .
Imam al-Baihaqi berkata dalam al-Khilafiyyat: “Masalah ini (masalah puasa untuk mayat) adalah kuat, saya tidak mengetahui ada perbedaan di kalangan ahli hadits tentang keshahihannya, oleh sebab itu wajib diamalkan”. Kemudian al-Baihaqi menyebutkan dengan sanadnya kepada Imam Syafi’i, Imam Syafi’i berkata: “Semua yang aku katakan, ternyata ada hadits shahih dari nabi yang berbeda dengan itu, maka ambillah hadits, jangan ikuti pendapatku”. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani: juz. 6, hal. 212).

Sedekah.
عن سعد بن عبادة قال قلت يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء .
Dari Sa’ad bin ‘Ubadah, ia berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah, sesungguhnya ibu saya meninggal dunia, apakah saya bersedekah untuknya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ya”. Saya bertanya: “apakah sedekah yang paling utama?”. Rasulullah Saw menjawab: “Memberi air minum”.
(Hadits riwayat an-Nasa’i, status hadits ini: hadits hasan menurut al-Albani).

Bacaan Al-Qur’an.
وفي المغني لابن قدامة: قال أحمد بن حنبل، الميت يصل إليه كل شئ من الخير، للنصوص الواردة فيه، ولان المسلمين يجتمعون في كل مصر ويقرءون ويهدون لموتاهم من غير نكير، فكان إجماعا.
Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah: Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Mayat, semua kebaikan sampai kepadanya, berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin berkumpul di setiap tempat, membaca (al-Qur’an) dan menghadiahkan bacaannya kepada orang yang sudah meninggal tanpa ada yang mengingkari, maka ini sudah menjadi Ijma’.
(Fiqh as-Sunnah, Syekh Sayyid Sabiq: juz.1, hal.569).

Pendapat Imam Ibnu Qayyim al-Jauziah Murid Imam Ibnu Taimiah:
وأما قراءة القرآن وإهداؤها له تطوعا بغير أجرة فهذا يصل إليه كما يصل ثواب الصوم والحج
Adapun bacaan al-Qur’an dan menghadiahkan bacaannya secara sukarela tanpa upah, maka pahalanya sampai sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji.
(sumber: kitab ar-Ruh, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, halaman: 142).

Bacaan al-Qur’an Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia.
(Dikutip Dari Kitab: al-Fiqh al-Islâmy wa Adillatuhu [The Islamic Jurisprudence and It’s Evidences]. Penulis: Syekh Wahbah az-Zuhaili. Juz. 1, Hal. 1579 -  1581. Dar al-Fikr, Damascus. Cetakan ke: IV, tahun 1418H/1997M.
خامساً ـ القراءة على الميت وإهداء الثواب له:
ههنا مسائل للفقهاء[1]:
أ ـ أجمع العلماء على انتفاع الميت بالدعاء والاستغفار بنحو «اللهم اغفر له، اللهم ارحمه» ، والصدقة، وأداء الواجبات البدنية ـ المالية التي تدخلها النيابة كالحج، لقوله تعالى: {والذين جاءوا من بعدهم يقولون: ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان} [الحشر:10/59] وقوله سبحانه: {واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات} [محمد:19/47]، ودعا النبي صلّى الله عليه وسلم لأبي سلمة حين مات، وللميت الذي صلى عليه في حديث عوف بن مالك، ولكل ميت صلى عليه. وسأل رجل النبي صلّى الله عليه وسلم فقال: «يا رسول الله ، إن أمي ماتت، فينفعها إن تصدقت عنها؟ قال: نعم»[2]، وجاءت امرأة إلى النبي صلّى الله عليه وسلم فقالت: «يا رسول الله ، إن فريضة الله في الحج أدركت أبي شيخاً كبيراً، لا يستطيع أن يثبت على الراحلة، أفأحج عنه؟ قال: أرأيت لو كان على أبيك دين أكنت قاضيته؟ قالت: نعم، قال: فدين الله أحق أن يقضى»[3]وقال للذي سأله: «إن أمي ماتت وعليها صوم شهر، أفأصوم عنها؟ قال: نعم» .
قال ابن قدامة: وهذه أحاديث صحاح، وفيها دلالة على انتفاع الميت بسائر القرب؛ لأن الصوم والدعاء والاستغفار عبادات بدنية، وقد أوصل الله نفعها إلى الميت، فكذلك ما سواها.
Kelima: Bacaan al-Qur’an Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia dan Menghadiahkan Pahala Bacaannya Kepada Orang Yang Telah Meninggal Tersebut.

Dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama ahli Fiqh[4]:
a. Ulama telah Ijma’ (kesepakatan) bahwa orang yang telah maninggal dunia mendapat manfaat dari doa dan permohonan ampunan (istighfar) dari orang yang masih hidup, seperti doa:
اللهم اغفر له، اللهم ارحمه
“Ya Allah ampunilah dia, ya Allah kasihilah dia”.
Sedekah, menunaikan kewajiban-kewajiban yang bersifat badani (fisik) dan maly (harta) yang bisa diwakilkan seperti ibadah haji, berdasarkan firman Allah Swt:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami”. (Qs. Al-Hasyr [59]: 10). Dan firman Allah:

واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات
“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”. (Qs. Muhammad [47]: 19).
Doa Rasulullah Saw untuk Abu Salamah ketika ia meninggal dunia dan doa beliau untuk mayat yang beliau shalatkan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ‘Auf bin Malik dan setiap mayat yang dishalatkan.
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal, jika saya bersedekah, apakah sedekah itu bermanfaat baginya?”. Rasulullah Saw menjawab, “Ya”[5].
Seorang perempuan datang menghadap Rasulullah Saw seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan ibadah haji, saya dapati ayah saya telah lanjut usia, ia tidak mampu duduk tetap diatas hewan tunggangan, bolehkah saya melaksanakan ibadah haji untuknya?”. Rasulullah Saw menjawab, “Jika ayahmu memiliki hutang, apakah menurutmu engkau dapat membayarkannya?”. Perempuan itu menjawab, “Ya”. rasulullah Saw berkata, “Hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan”[6].
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Ibu saya telah meninggal dunia, ia memiliki hutang puasa satu bulan. Apakah saya melaksanakan puasa untuknya?”. Rasulullah menjawab, “Ya”.
            Imam Ibnu Qudamah berkata, “Hadits-hadits ini adalah hadits-hadits shahih. Di dalamnya terkandung dalil bahwa orang yang telah meninggal dunia mendapatkan manfaat dari semua ibadah yang dilakukan orang yang masih hidup, karena puasa, doa dan permohonan ampunan (istighfar) adalah ibadah-ibadah badani (fisik). Allah Swt menyampaikan manfaatnya kepada orang yang telah meninggal dunia, demikian juga dengan ibadah-ibadah yang lain.
ب ـ اختلف العلماء في وصول ثواب العبادات البدنية المحضة كالصلاة وتلاوة القرآن إلى غير فاعلها على رأيين: رأي الحنفية والحنابلة ومتأخري الشافعية والمالكية بوصول القراءة للميت إذا كان بحضرته، أو دعا له عقبها، ولو غائباً؛ لأن محل القراءة تنزل فيه الرحمة والبركة، والدعاء عقبها أرجى للقبول.
ورأي متقدمي المالكية والمشهور عند الشافعية الأوائل: عدم وصول ثواب العبادات المحضة لغير فاعلها.
B. Para ulama berbeda pendapat tentang sampainya pahala ibadah yang bersifat badani (fisik) murni seperti shalat, bacaan al-Qur’an dan lainnya, apakah sampai kepada orang lain. Ada dua pendapat. Menurut pendapat mazhab Hanafi, Hanbali, generasi terakhir mazhab Syafi’i dan Maliki menyatakan bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat jika dibacakan di hadapannya, atau dibacakan doa setelah membacanya, meskipun telah dikebumikan, karena rahmat dan berkah turun di tempat membaca al-Qur’an tersebut dan doa setelah membaca al-Qur’an itu diharapkan maqbul atau diperkenankan Allah Swt.
Sedangkan menurut pendapat generasi awal mazhab Maliki dan menurut pendapat yang masyhur menurut generasi awal mazhab Syafi’i menyatakan: balasan pahala ibadah mahdhah (murni) tidak sampai kepada orang lain.

قال الحنفية: المختار عدم كراهة إجلاس القارئين ليقرؤوا عند القبر، وقالوا في باب الحج عن الغير: للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره: صلاة كان عمله، أو صوماً أو صدقة أوغيرها، وأن ذلك لا ينقص من أجره شيئاً.
وقال الحنابلة: لا بأس بالقراءة عند القبر، للحديث المتقدم: «من دخل المقابر، فقرأ سورة يس، خفف عنهم يومئذ، وكان له بعدد من فيها حسنات» وحديث «من زار قبر والديه، فقرأ عنده أو عندهما يس، غفر له»[7].
وقال المالكية: تكره القراءة على الميت بعد موته وعلى قبره؛ لأنه ليس من عمل السلف، لكن المتأخرون على أنه لا بأس بقراءة القرآن والذكر وجعل ثوابه للميت، ويحصل له الأجر إن شاء الله .
Menurut mazhab Hanafi: menurut pendapat pilihan, tidak makruh mendudukkan para pembaca al-Qur’an untuk membacakan al-Qur’an di kubur. Mereka berpendapat tentang menghajikan orang lain, orang boleh memberikan balasan pahala amalnya kepada orang lain, maka shalat adalah amalnya, atau puasa, atau sedekah atau amal lainnya. Dan itu tidak mengurangi balasan amalnya walau sedikit pun.
Menurut mazhab Hanbali: boleh membaca al-Qur’an di kubur, berdasarkan hadits: “Siapa yang masuk ke pekuburan, lalu ia membaca surat Yasin, maka azab mereka hari itu diringankan dan ia mendapatkan balasan pahala sejumlah kebaikan yang ada di dalamnya”. Dan hadits: “Siapa yang ziarah kubur orang tuanya, lalu ia membaca Yasin di kubur orang tuanya, maka ia diampuni”[8].
Menurut mazhab Maliki: makruh hukumnya membaca al-Qur’an untuk mayat dan diatas kubur, karena bukan amalan kalangan Salaf. Akan tetapi generasi terakhir mazhab Maliki menyatakan: boleh membaca al-Qur’an dan zikir, kemudian balasan pahalanya dihadiahkan kepada mayat. Maka mayat akan mendapatkan balasan pahalanya insya Allah.

وقال متقدمو الشافعية: المشهور أنه لا ينفغ الميت ثواب غير عمله، كالصلاة عنه قضاء أو غيرها وقراءة القرآن. وحقق المتأخرون منهم وصول ثواب القراءة للميت، كالفاتحة وغيرها. وعليه عمل الناس، وما رآه المسلمون حسناً فهو عند الله حسن. وإذا ثبت أن الفاتحة تنفع الحي الملدوغ، وأقر النبي صلّى الله عليه وسلم ذلك بقوله: «وما يدريك أنها رقية؟» كان نفع الميت بها أولى.
Generasi awal mazhab Syafi’i berpendapat: menurut pendapat yang masyhur bahwa mayat tidak mendapatkan pahala selain dari balasan amalnya sendiri seperti shalat qadha’ yang dilaksanakan untuknya atau ibadah lainnya dan bacaan al-Qur’an. Sedangkan ulama mazhab Syafi’i generasi terakhir menyatakan: pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat, seperti bacaan al-Fatihah dan lainnya. Demikian yang dilakukan banyak kaum muslimin. Apa yang dianggap kaum muslimin baik, maka itu baik di sisi Allah. Jika menurut hadits shahih bahwa bacaan al-Fatihah itu mendatangkan manfaat bagi orang hidup yang tersengat binatang berbisa dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan sabdanya, “Darimana engkau tahu bahwa al-Fatihah itu adalah ruqyah?”. Maka tentulah bacaan al-Fatihah itu lebih mendatangkan manfaat bagi orang yang telah meninggal dunia.

وبذلك يكون مذهب متأخري الشافعية كمذاهب الأئمة الثلاثة: أن ثواب القراءة يصل إلى الميت، قال السبكي: والذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه، نفعه، إذ ثبت أن الفاتحة لما قصد بها القارئ نفع الملدوغ نفعته، وأقره النبي صلّى الله عليه وسلم بقوله: «وما يدريك أنها رقية» وإذا نفعت الحي بالقصد، كان نفع الميت بها أولى. وقد جوز القاضي حسين الاستئجار على قراءة القرآن عند الميت. قال ابن الصلاح: وينبغي أن يقول: «اللهم أوصل ثواب ما قرأنا لفلان» فيجعله دعاء، ولا يختلف في ذلك القريب والبعيد، وينبغي الجزم بنفع هذا؛ لأنه إذا نفع الدعاء وجاز بما ليس للداعي، فلأن يجوز بما له أولى، وهذا لا يختص بالقراءة، بل يجري في سائر الأعمال.
Dengan demikian maka generasi belakangan mazhab Syafi’i  sama seperti tiga mazhab diatas: bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat. Imam as-Subki berkata, “Menurut dalil yang terkandung dalam Khabar berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an dibaca dengan niat agar mendatangkan manfaat bagi mayat dan meringankan azabnya, maka itu mendatangkan manfaat baginya, karena menurut hadits shahih bahwa jika surat al-Fatihah itu dibacakan kepada orang yang tersengat binatang berbisa, maka itu bermanfaat baginya dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan sabdanya, “Darimana engkau tahu bahwa surat al-Fatihah itu ruqyah?”. Jika surat al-Fatihah bermanfaat bagi orang yang masih hidup –jika memang diniatkan untuk itu-, maka tentulah lebih bermanfaat bagi mayat”. Al-Qadhi Husein memperbolehkan memberikan upah kepada orang yang membacakan al-Qur’an untuk mayat. Ibnu ash-Shalah berkata, ia mesti mengucapkan, “Ya Allah, sampaikanlah balasan pahala yang kami baca kepada si fulan”. Ia jadikan sebagai doa. Tidak ada perbedaan dalam masalah ini apakah dekat atau jauh, mesti yakin bahwa bacaan tersebut mendatangkan manfaat. Karena jika doa bermanfaat bukan hanya bagi orang yang berdoa, maka berarti itu juga berlaku pada sesuatu yang lebih utama daripada doa (yaitu bacaan al-Qur’an). Ini tidak hanya berlaku pada bacaan al-Qur’an, akan tetapi berlaku pada semua amal.



Bagaimana Hadits Yang Menyatakan Yang Mengalir Hanya Tiga Perkara? Yang lain terputus?
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
Apabila manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya. (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).
Yang dimaksud dengan kalimat: [انْقَطَعَ عَمَلُهُ] putuslah amalnya. Maksudnya adalah: amal manusia yang mati tersebut terputus, terhenti, ia tidak dapat beramal lagi. Bukan amal orang lain kepadanya terputus, karena amal orang lain tetap mengalir kepadanya, seperti badal haji, shalat jenazah, doa dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan di atas berdasarkan hadits-hadits shahih.


[1]   الدر المختار ورد المحتار:844/1 ومابعدها، فتح القدير:473/1، شرح الرسالة:289/1، الشرح الكبير:423/1، الشرح الصغير:568/1،580، مغني المحتاج:69/3-70، المغني:566/2-570، كشاف القناع:191/2، المهذب:464/1.
[2]  رواه أبو داود، وروي ذلك عن سعد بن عبادة.
[3]  رواه أحمد والنسائي عن عبد الله بن الزبير (نيل الأوطار:285/4ومابعدها).
[4] Ad-Durr al-Mukhtar wa Radd al-Mukhtar: 1/844 dan setelahnya; Fath al-Qadir: 1/473; Syarh ar-Risalah: 1/289; asy-Syarh al-Kabir: 1/423; asy-Syarh ash-Shaghir: 1/568 dan 580; Mughni al-Muhtaj: 3/69-70; al-Mughni: 2/566-570; Kasyyaf al-Qina’: 2/191; al-Muhadzdzab: 1/464.
[5] Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Juga diriwayatkan hadits seperti ini dari Sa’ad bin ‘Ubadah.
[6] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa’i dari Abdullah bin az-Zubair (Nail al-Authâr: 4/285 dan setelahnya.            
[7]  كلاهما ضعيف، والأول أضعف من الثاني، كما أشار السيوطي في جامعه.
[8] Kedua hadits ini dha’if. Hadits yang pertama lebih dha’if daripada hadits yang kedua. Demikian disebutkan Imam as-Suyuthi dalam al-Jami’.
Share:

Sample Text

Copyright © Lentera Islam .NET - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com