Lentera Islam - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.

Hati-Hati dengan "Tidak Sholat Tidak Apa-Apa yang Penting Baik"

Hati-Hati dengan Pertayaan yang dapat menjebak Logika anda.

Seperti: lebih baik yang mana?
1. Rajin sholat tapi gosipin orang.
2. Atau tidak rajin sholat tapi di lingkungan baik

Jawaban: Keduanya Salah.

Karena 1. Orang rajin Sholat namun sering menyakiti tetangganya dengan lisannya (Gosip, Fitnah, Ghibah, dll) maka ia berada di neraka.

Karena 2. Amalan yang pertama kali di hisab adalah Sholat. Apabila Baik sholatmu maka baiklah seluruh amalanmu.

Keterangan:

Dalil 1.

 أتَدْرُونَ ما المُفْلِسُ ؟ قالوا : المفْلسُ فينا من لا درهم له ولا متاع. قال : إن المفْلسَ مَنْ يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة ، ويأتي قد شَتَمَ هذا ، وقذفَ هذا ، وأكل مال هذا ، وسفك دم هذا ، وضرب هذا ، فيُعطَى هذا من حسناته ، وهذا من حسناته ، فإن فَنيَتْ حَسَناتُهُ قبل أن يُقْضى ما عليه ، أُخِذَ من خطايهم فطُرِحَتْ عليه ، ثم يُطْرَحُ في النار

Tahukah kamu siapa orang yang bangkrut? Para sahabat menjawab, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.”

Nabi Saw lalu berkata, ” Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah (orang) yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan puasa, shalat dan zakat, tetapi dia pernah mencaci-maki orang ini dan menuduh orang itu berbuat zina. Dia pernah memakan harta orang itu lalu dia menanti orang ini menuntut dan mengambil pahalanya (sebagai tebusan) dan orang itu mengambil pula pahalanya. Bila pahala-pahalanya habis sebelum selesai tuntutan dan ganti tebusan atas dosa-dosanya maka dosa orang-orang yang menuntut itu diletakkan di atas bahunya lalu dia dihempaskan ke api neraka.” (HR. Muslim)


Dalil 2.

 فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ 
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,

 الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
 (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,

 Orang yang lalai dalam sholatnya adalah mereka yang tidak menyempurnakan sholatnya, sehingga meskipun sholat, mereka tidak lepas dari perbuatan keji dan munkar.

 Wallahua'lam...
Share:

Download Buku 37 Masalah Populer - Abdul Somad


Download Buku 37 Masalah Populer - Ustadz Abdul Somad, Lc. MA - Somad Morroco

Download Buku 37 Masalah Populer - Ustadz Abdul Somad, Lc. MA - Somad Morroco

Sinopsis buku:

Apakah Anda menjumpai, mengalami atau merasa kebingungan menghadapi masalah-masalah seperti memahami bid’ah, beramal dengan hadits dhaif, isbal, zikir jahr setelah shalat, peringatan Maulid Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan perkara khilafiyah lainnya?

Bersiaplah untuk sebuah perubahan sikap. Buku ini tidak ingin menambah bingung atau menggiring Anda kepada mazhab tertentu. Penulisnya mengajak kita untuk melihat pendapat para ulama sebagai solusi utama.

Dengan begitu, semoga kita lebih memahami perbedaan, menghormati orang lain, mengikis fanatisme buta. Dan yang paling penting, tidak salah memilih musuh.

Daftar Isi:

Masalah Pertama: Ikhtilaf dan Mazhab
Masalah Ke-Dua: Bid‟ah
Masalah Ke-Tiga: Memahami Ayat dan Hadits Mutasyabihat
Masalah Ke-Empat: Beramal Dengan Hadits Dha‟if
Masalah Ke-Lima: Isbal
Masalah Ke-Enam: Jenggot
Masalah Ke-Tujuh: Kesaksian Untuk Jenazah
Masalah Ke-Delapan: Merubah Dhamir (Kata Ganti) Pada Kalimat “Allahummaghfir lahu”
Masalah Ke-Sembilan: Duduk di Atas Kubur
Masalah Ke-Sepuluh: Azab Kubur
Masalah Ke-11 : Talqin Mayat
Masalah Ke-12 : Amal Orang Hidup Untuk Orang Yang Sudah Wafat
Masalah Ke-13 : Bacaan al-Qur‟an Untuk Mayat
Masalah Ke-14 : Membaca al-Qur‟an di Sisi Kubur
Masalah Ke-15 : Keutamaan Surat Yasin
Masalah Ke-16 : Membaca al-Qur’an Bersama
Masalah Ke-17 : Tawassul
Masalah Ke-18 : Khutbah Idul Fithri dan Idul Adha
Masalah Ke-19 : Shalat di Masjid Ada Kubur
Masalah Ke-20 : Doa Qunut Pada Shalat Shubuh
Masalah Ke-21 : Shalat Qabliyah Jum‟at
Masalah Ke-22 : Bersalaman Setelah Shalat
Masalah Ke-23 : Zikir Jahr Setelah Shalat
Masalah Ke-24 : Berdoa Setelah Shalat
Masalah Ke-25 : Doa Bersama
Masalah Ke-26 : Berzikir Menggunakan Tasbih
Masalah Ke-27 : Mengangkat Tangan Ketika Berdoa
Masalah Ke-28 : Mengusap Wajah Setelah Berdoa
Masalah Ke-29 : Malam Nishfu Sya‟ban
Masalah Ke-30 : Aqiqah Setelah Dewasa
Masalah Ke-31 : Memakai Emas Bagi Laki-Laki
Masalah Ke-32 : Foto
Masalah Ke-33 : Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw
Masalah Ke-34 : Benarkah Ayah dan Ibu Nabi Kafir?
Masalah Ke-35 : as-Siyadah (Mengucapkan “Sayyidina Muhammad Saw”)
Masalah Ke-36 : Salaf dan Salafi
Masalah Ke-37 : Syi‟ah
Sambutan Penulis:


 Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan:

Pertama, buku ini membahas masalah-masalah yang populer di tengah masyarakat. Bahkan menghabiskan energi hanya untuk membahas masalah-masalah yang sudah tuntas dibahas ulama berabad-abad silam, contoh kasus adalah masalah Talqin di atas. Andai dibahas, mubadzir. Tidak dibahas, ummat bingung. Saya memilih mubadzir, semoga Allah mengampuni saya atas perbuatan mubadzir ini. Karena ada orang-orang yang memancing saya untuk berbuat mubadzir. Andai itu dosa, mereka pun dapat juga dosanya, karena membangkitkan perkara-perkara mubadzir.

Kedua, buku ini disusun dengan mengemukakan dalil dan pendapat para ulama yang mu’tabar. Saya tidak terlalu banyak memberikan komentar, karena kita berhadapan dengan orang-orang yang sulit menerima pendapat orang lain.

Ketiga, pendapat para ulama saya tuliskan lengkap dengan teksnya agar para penuntut ilmu dapat melihat dan mengkaji kembali, menghidupkan semangat mendalami bahasa Arab dan menggali ilmu dari referensi aslinya. Ummat yang memiliki pemahaman yang kuat dan pengetahuan mendalam dari Turats (kitab-kitab klasik), berakar ke bawah dan berpucuk ke atas, bukan kiambang yang mudah terbawa arus air.

Keempat, buku ini amat sangat jauh dari kesempurnaan. Perlu kritikan membangun dari para ulama. Andai ditunggu sempurna, tentulah buku ini tidak akan pernah ada.

Kelima, buku ini tidak ingin menggiring pembacanya kepada mazhab tertentu. Yang diharapkanlah hanyalah agar setelah melihat pendapat para ulama, kita lebih memahami perbedaan. Menghormati orang lain, mengikis fanatisme buta. Dan yang paling penting, tidak salah memilih musuh. Jangan sampai kita habiskan kebencian hanya untuk orang-orang yang membaca Talqin, orang-orang yang berzikir bersama dan masalah-masalah khilafiyyah lainnya. Hingga tidak lagi tersisa sedikit kebencian untuk Kristenisasi, Israel dan bahkan untuk Iblis sekalipun.

Semoga setiap kesulitan dan tetesan air mata, dapat mengampuni segala dosa, dihadapan Yang Maha Kuasa, ketika anak dan harta tak lagi bermakna, amin. Ucapan terima kasih tak terhingga buat mereka yang sudah memberikan motivasi, dengan rela hati menerima segala kekurangan, jazakumullah khaira al-jaza’, amin ya Robbal-alamin.

DOWNLOAD

Share:

Download Buku 77 Tanya Jawab Seputar Sholat

Download Buku 77 Tanya Jawab Seputar Sholat karya H. Abdul Somad Lc. M.A.
Download Buku 77 Tanya Jawab Seputar Sholat Somad Morocco - karya H. Abdul Somad Lc. M.A.
Pesan dari penerbit: Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh. Kami sampaikan bahwa copyright penerbitan dan distribusi buku-buku yang kami tulis (37 Masalah Populer, 99 Tanya Jawab Seputar Shalat dan beberapa judul lainnya yang akan terbit) hanya ada di Penerbit Tafaqquh. Tidak diperkenankan bagi siapapun mengambil keuntungan pribadi / kelompok atas buku-buku yang telah diedarkan. Adapun tentang PDF atau aplikasi di playstore, maka itu bukan terbitan resmi Tafaqquh. Pihak Tafaqquh selaku penerbit saat ini hanya menerbitkan versi cetak, tidak dalam softcopy. Tentang file yang sudah beredar silakan dimanfaatkan untuk keperluan syiar dan dakwah, bukan untuk keperluan bisnis. Harap maklum. Terimakasih. Beli buku versi cetak melalui : http://www. tbtafaqquh .com/
Daftar Isi:

Pertanyaan 1: Apakah shalat itu?
Pertanyaan 2: Apakah dalil yang mewajibkan shalat?
Pertanyaan 3: Bilakah Shalat diwajibkan?
Pertanyaan 4: Bilakah seorang muslim mulai diperintahkan melaksanakan shalat?
Pertanyaan 5: Apakah shalat mesti dilaksanakan secara berjamaah?
Pertanyaan 6: Apa saja keutamaan shalat berjamaah itu?
Pertanyaan 7: Apakah hukum perempuan shalat berjamaah ke masjid?
Pertanyaan 8: Bagaimanakah cara meluruskan shaf?
Pertanyaan 9: Bagaimanakah posisi Shaf anak kecil?
Pertanyaan 10: Apakah hukum shalat orang yang tidak berniat?
Pertanyaan 11: Apakah hukum melafazkan niat?
Pertanyaan 12: Bilakah waktu berniat?
Pertanyaan 13: Apakah batasan mengangkat kedua tangan ketika Takbiratul-Ihram?
Pertanyaan 14: Berapa posisi mengangkat kedua tangan dalam shalat?
Pertanyaan 15: Bagaimanakah letak tangan dan jari jemari?
Pertanyaan 16: Apakah hukum membaca doa Iftitah?
Pertanyaan 17: Adakah bacaan Iftitah yang lain?
Pertanyaan 18: Ketika akan membaca al-Fatihah dan Surah, apakah dianjurkan membaca Ta’awwudz (A’udzubillah)?
Pertanyaan 19: Ketika membaca al-Fatihah, apakah Basmalah dibaca Jahr atau sirr?
Pertanyaan 20: Apakah hukum membaca al-Fatihah bagi Ma’mum?
Pertanyaan 21: Apakah hukum membaca ayat? Apa standar panjang dan pendeknya?
Pertanyaan 22: Ketika ruku’ dan sujud, berapakah jumlah tasbih yang dibaca?
Pertanyaan 23: Apakah bacaan pada Ruku’?
Pertanyaan 24: Bagaimana pengucapan [ ]تشع الله تظن تزدهdan ucapan [ +ربنا لك اتضمدketika bangun dari ruku’ bagi imam,  ma’mum dan orang yang shalat sendirian?


Pertanyaan 25: Adakah bacaan tambahan?
Pertanyaan 26: Ketika sujud, manakah yang terlebih dahulu menyentuh lantai, telapak tangan atau lutut?
Pertanyaan 27: Apakah bacaan sujud?
Pertanyaan 28: Apakah bacaan ketika duduk di antara dua sujud?
Pertanyaan 29: Apakah ketika bangun dari sujud itu langsung tegak berdiri atau duduk istirahat sejenak?
Pertanyaan 30: Ketika akan tegak berdiri, apakah posisi telapak tangan ke lantai atau dengan posisi tangan mengepal?
Pertanyaan 31: Apakah bacaan Tasyahhud?
Pertanyaan 32: Bagaimanakah lafaz shalawat?
Pertanyaan 33: Apa hukum menambahkan kata Sayyidina sebelum menyebut nama nabi?
Pertanyaan 34: Bagaimanakah posisi jari jemari ketika Tasyahhud?
Pertanyaan 35: Jika saya masbuq, ketika imam pada rakaat terakhir, sementara itu bukan rakaat terakhir bagi saya, imam duduk Tawarruk, bagaimanakah posisi duduk saya, Tawarruk atau Iftirasy?
Pertanyaan 36: Bagaimanakah posisi duduk pada Tasyahhud, apakah duduk Iftirasy atau Tawarruk?
Pertanyaan 37: Adakah doa lain sebelum salam?
Pertanyaan 38: Adakah doa tambahan lain sebelum salam?
Pertanyaan 39: Bagaimanakah salam mengakhiri shalat?
Pertanyaan 40: Ke manakah arah duduk imam setelah salam?
Pertanyaan 41: Ketika shalat, apakah Rasulullah Saw hanya membaca di dalam hati, atau dilafazkan?
Pertanyaan 42: Apakah arti thuma’ninah? Apakah standarnya?
Pertanyaan 43: Bagaimana shalat orang yang tidak ada thuma’ninah?
Pertanyaan 44: Apa pendapat ulama tentang Qunut Shubuh?
Pertanyaan 45: Apakah dalil hadits tentang adanya Qunut Shubuh?
Pertanyaan 46: Apakah ketika membaca Qunut mesti mengangkat tangan?
Pertanyaan 47: Jika seseorang shalat di belakang imam yang membaca Qunut, apakah ia mesti mengikuti imamnya?
Pertanyaan 48: Adakah dalil keutamaan berdoa setelah shalat wajib?
Pertanyaan 49: Adakah dalil mengangkat tangan ketika berdoa?
Pertanyaan 50: Apakah dalil zikir setelah shalat?
Pertanyaan 51: Apakah ada dalil zikir jahar setelah shalat?
Pertanyaan 52: Apakah Sutrah itu?
Pertanyaan 53: Apakah dalil shalat menghadap sutrah?
Pertanyaan 54: Apakah hukum menggunakan sutrah?
Pertanyaan 55: Adakah hadits yang menyebut Rasulullah Saw shalat tidak menghadap Sutrah?
Pertanyaan 56: Apakah boleh membaca ayat ketika ruku’ dan sujud?
Pertanyaan 57: Apakah boleh berdoa ketika sujud?
Pertanyaan 58: Apakah boleh membaca doa yang tidak diajarkan nabi dalam shalat?
Pertanyaan 59: Apakah boleh berdoa bahasa Indonesia dalam shalat?
Pertanyaan 60: Berapa lamakah shalat nabi ketika shalat malam?
Pertanyaan 61: Apakah ayat yang dibaca nabi?
Pertanyaan 62: Apakah boleh shalat Dhuha berjamaah?
Pertanyaan 63: Apakah dalil membaca surat as-Sajadah pada shubuh jum’at?
Pertanyaan 64: Bagaimana jika dibaca terus menerus?
Pertanyaan 65: Ketika akan sujud, apakah imam bertakbir?
Pertanyaan 66: Apakah dalil shalat sunnat Rawatib?
Pertanyaan 67: Apakah shalat sunnat Rawatib yang paling kuat?
Pertanyaan 68: Apakah ada perbedaan antara shalat Shubuh dan shalat Fajar?
Pertanyaan 69: Jika terlambat melaksanakan shalat Qabliyah Shubuh, apakah bisa diqadha’?
Pertanyaan 70: Adakah dalil shalat sunnat Qabliyah Maghrib?
Pertanyaan 71: Waktu hanya cukup shalat dua rakaat, antara Tahyatalmasjid dan Qabliyah, apakah shalat
Tahyatalmasjid atau Qabliyah?
Pertanyaan 72: Berapakah jarak musafir boleh shalat Jama’/Qashar?
Pertanyaan 73: Berapa hari boleh Qashar/Jama’?
Pertanyaan 74: Bagaimanakah cara shalat khusyu’?
Pertanyaan 75: Apakah fungsi shalat?
Pertanyaan 76: Apakah shalat yang tertinggal wajib diganti?
Pertanyaan 77: Apakah hukum orang yang meninggalkan shalat secara sadar dan sengaja


KLIK Download Buku 77 Tanya Jawab Seputar Sholat - Somad Morocco, karya H. Abdul Somad Lc. M.A.

Sebarkan kebaikan dengan share via Facebook dan Twitter ya. Klik tombol Share ke Sosial media di bawah.
Share:

Download Buku 99 Tanya Jawab Seputar Sholat


Download Buku 99 Tanya Jawab Seputar Sholat - Ustadz Abdul Somad, Lc. MA

Download Buku 99 Tanya Jawab Seputar Sholat - Ustadz Abdul Somad, Lc. MA

Diantara kegelisahan orang beriman adalah tentang amal yang pertama kali akan dihisab di akhirat, yaitu sholat. Dia selalu gelisah tentang sholatnya, apakah pakai ushalli atau tidak, apakah kalau jadi makmum membaca Al-Fatihah atau tidak sampai pada gerak telunjuknya, apakah sekali angkat saja atau berkali-kali. Maka, untuk menghilangkan kegelisahan kita itu, dapatkan buku 99 Tanya Jawab Seputar Shalat.

Buku ini saya kemas dalam bentuk tanya-jawab untuk memudahkan pembaca. Biasanya, ketika membaca pertanyaan, akal bekerja ingin mencari jawaban, saat itulah jawaban datang, mudah-mudahan lebih merasuk ke dalam hati dan akal. Saya sebutkan beberapa pendapat mazhab di buku ini, bukan untuk mengacaukan amalan ummat selama ini, akan tetapi untuk mengetahui bahwa pendapat Ulama itu banyak dan masing-masing memiliki dalil. Sikap menghormati akan menguatkan ukhuwwah.
Daftar isi:

Pertanyaan 1: Apakah shalat itu?
Pertanyaan 2: Apakah dalil yang mewajibkan shalat?
Pertanyaan 3: Bilakah Shalat diwajibkan?
Pertanyaan 4: Bilakah seorang muslim mulai diperintahkan melaksanakan shalat?
Pertanyaan 5: Apakah shalat mesti dilaksanakan secara berjamaah?
Pertanyaan 6: Apa saja keutamaan shalat berjamaah itu?
Pertanyaan 7: Apakah hukum perempuan shalat berjamaah ke masjid?
Pertanyaan 8: Bagaimanakah cara meluruskan shaf?
Pertanyaan 9: Bagaimanakah posisi Shaf anak kecil?
Pertanyaan 10: Apakah hukum shalat orang yang tidak berniat?
Pertanyaan 11: Apakah hukum melafazkan niat?
Pertanyaan 12: Bilakah waktu berniat?
Pertanyaan 13: Apakah batasan mengangkat kedua tangan ketika Takbiratul-Ihram?
Pertanyaan 14: Berapa posisi mengangkat kedua tangan dalam shalat?
Pertanyaan 15: Bagaimanakah letak tangan dan jari jemari?
Pertanyaan 16: Apakah hukum membaca doa Iftitah?
Pertanyaan 17: Adakah bacaan Iftitah yang lain?
Pertanyaan 18: Ketika akan membaca al-Fatihah dan Surah, apakah dianjurkan membaca
Ta’awwudz (A’udzubillah)?
Pertanyaan 19: Ketika membaca al-Fatihah, apakah Basmalah dibaca Jahr atau sirr?
Pertanyaan 20: Apakah hukum membaca al-Fatihah bagi Ma’mum?
Pertanyaan 21: Apakah hukum membaca ayat? Apa standar panjang dan pendeknya?
Pertanyaan 22: Ketika ruku’ dan sujud, berapakah jumlah tasbih yang dibaca?
Pertanyaan 23: Apakah bacaan pada Ruku’?
Pertanyaan 24: Bagaimana pengucapan [سمع الله لمن حمده] dan ucapan [ربنا لك الحمد] ketika bangun dari ruku’ bagi imam, ma’mum dan orang yang shalat sendirian?
Pertanyaan 25: Adakah bacaan tambahan?
Pertanyaan 26: Ketika sujud, manakah yang terlebih dahulu menyentuh lantai, telapak tangan atau lutut?
Pertanyaan 27: Apakah bacaan sujud?
Pertanyaan 28: Apakah bacaan ketika duduk di antara dua sujud?
Pertanyaan 29: Apakah ketika bangun dari sujud itu langsung tegak berdiri atau duduk istirahat sejenak?
Pertanyaan 30: Ketika akan tegak berdiri, apakah posisi telapak tangan ke lantai atau dengan posisi tangan mengepal?

Pertanyaan 31: Apakah bacaan Tasyahhud?
Pertanyaan 32: Bagaimanakah lafaz shalawat?
Pertanyaan 33: Apa hukum menambahkan kata Sayyidina sebelum menyebut nama nabi?

Pertanyaan 34: Bagaimanakah posisi jari jemari ketika Tasyahhud?
Pertanyaan 35: Jika saya masbuq, ketika imam pada rakaat terakhir, sementara itu bukan rakaat terakhir bagi saya, imam duduk Tawarruk, bagaimanakah posisi duduk saya, Tawarruk atau Iftirasy?
Pertanyaan 36: Bagaimanakah posisi duduk pada Tasyahhud, apakah duduk Iftirasy atau Tawarruk?
Pertanyaan 37: Adakah doa lain sebelum salam?
Pertanyaan 38: Adakah doa tambahan lain sebelum salam?
Pertanyaan 39: Bagaimanakah salam mengakhiri shalat?
Pertanyaan 40: Ke manakah arah duduk imam setelah salam?
Pertanyaan 41: Ketika shalat, apakah Rasulullah Saw hanya membaca di dalam hati, atau dilafazkan?
Pertanyaan 42: Apakah arti thuma’ninah? Apakah standarnya?
Pertanyaan 43: Bagaimana shalat orang yang tidak ada thuma’ninah?
Pertanyaan 44: Apa pendapat ulama tentang Qunut Shubuh?
Pertanyaan 45: Apakah dalil hadits tentang adanya Qunut Shubuh?
Pertanyaan 46: Apakah ketika membaca Qunut mesti mengangkat tangan?
Pertanyaan 47: Jika seseorang shalat di belakang imam yang membaca Qunut, apakah ia mesti mengikuti imamnya?

Pertanyaan 48: Adakah dalil keutamaan berdoa setelah shalat wajib?
Pertanyaan 49: Adakah dalil mengangkat tangan ketika berdoa?
Pertanyaan 50: Apakah dalil zikir setelah shalat?
Pertanyaan 51: Apakah ada dalil zikir jahar setelah shalat?
Pertanyaan 52: Apakah Sutrah itu?
Pertanyaan 53: Apakah dalil shalat menghadap sutrah?
Pertanyaan 54: Apakah hukum menggunakan sutrah?
Pertanyaan 55: Adakah hadits yang menyebut Rasulullah Saw shalat tidak menghadap Sutrah?
Pertanyaan 56: Apakah boleh membaca ayat ketika ruku’ dan sujud?
Pertanyaan 57: Apakah boleh berdoa ketika sujud?
Pertanyaan 58: Apakah boleh membaca doa yang tidak diajarkan nabi dalam shalat?
Pertanyaan 59: Apakah boleh berdoa bahasa Indonesia dalam shalat?
Pertanyaan 60: Berapa lamakah shalat nabi ketika shalat malam?
Pertanyaan 61: Apakah ayat yang dibaca nabi?
Pertanyaan 62: Apakah boleh shalat Dhuha berjamaah?
Pertanyaan 63: Apakah dalil membaca surat as-Sajadah pada shubuh jum’at?
Pertanyaan 64: Bagaimana jika dibaca terus menerus?
Pertanyaan 65: Ketika akan sujud, apakah imam bertakbir?
Pertanyaan 66: Apakah dalil shalat sunnat Rawatib?

Pertanyaan 67: Apakah shalat sunnat Rawatib yang paling kuat?
Pertanyaan 68: Apakah ada perbedaan antara shalat Shubuh dan shalat Fajar?
Pertanyaan 69: Jika terlambat melaksanakan shalat Qabliyah Shubuh, apakah bisa diqadha’?
Pertanyaan 70: Adakah dalil shalat sunnat Qabliyah Maghrib?
Pertanyaan 71: Waktu hanya cukup shalat dua rakaat, antara Tahyatalmasjid dan Qabliyah, apakah shalat Tahyatalmasjid atau Qabliyah?
Pertanyaan 72: Berapakah jarak musafir boleh shalat Jama’/Qashar?
Pertanyaan 73: Berapa hari boleh Qashar/Jama’?
Pertanyaan 74: Bagaimanakah cara shalat khusyu’?
Pertanyaan 75: Apakah fungsi shalat?
Pertanyaan 76: Apakah shalat yang tertinggal wajib diganti?
Pertanyaan 77: Apakah hukum orang yang meninggalkan shalat secara sadar dan sengaja?
Pertanyaan 78 : Jika berbenturan antara shalat sunnat atau shalat sunnat ba’diyah dengan shalat jenazah, manakah yang lebih didahulukan ?
Pertanyaan 79 : Apakah hukum mengucapkan amin bagi ma’mum ketika khatib berdoa pada khutbah jum’at ?
Pertanyaan 80 : Apakah anak kecil boleh shalat di masjid ? tidakkah anak kecil memutus shaf orang dewasa ?
Pertanyaan 81 : Apakah hukum mengangkat kedua tangan ketika berdoa bagi khatib ?
Pertanyaan 82 : Apakah ma’mum mengangkat tangan ketika khatib berdoa saat khutbah ?
Pertanyaan 83 : Apakah ketika sujud boleh membaca ayat al-Qur’an ?
Pertanyaan 84 : Apakah boleh membaca doa berbahasa Indonesia ketika shalat ?
Pertanyaan 85 : Apakah boleh menambahkan bacaan atau doa dalam shalat, tapi berbahasa Arab ?
Pertanyaan 86 : Jika ada orang meninggal dunia. Ia banyak meninggalkan shalat. Lalu shalat yang tinggal itu dibayar dengan beras. Disebut dengan membayar fidyah shalat. Apakah itu boleh dilakukan ?
Pertanyaan 87 : Apakah ada dalil shalat hajat ?
Pertanyaan 88 : Adalah dalil shalat sunnat Tasbih ?
Pertanyaan 89 : Adakah dalil shalat Sunnat Taubat ?
Pertanyaan 90 : Adakah hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw khutbah memegang tongkat ?
Pertanyaan 91 : Apakah jenazah yang disholatkan 40 orang dijamin masuk surga ?
Pertanyaan 92 : Jika saya musafir, bolehkah saya menjamak shalat Jum’at dengan shalat ‘Ashar jamak taqdim ?
Pertanyaan 93 : Apakah pelaksanaan shalat Witir itu tiga rakaat satu salam, atau tiga rakaat dua salam ?
Pertanyaan 94 : Apakah shalat Tahajjud mesti tidur terlebih dahulu ?
Pertanyaan 95 : Shalat Tarawih itu dua rakaat satu salam atau empat rakaat satu salam ?
Pertanyaan 96 : Apakah boleh anak kecil menjadi imam shalat ?
Pertanyaan 97 : Jika kaum muslimin telah berkumpul. Siapakah yang paling layak menjadi imam dan apa kretrianya ?
Pertanyaan 98 : Apakah suami dan orang tua yang tidak memperhatikan shalat istri dan anak-anaknya akan dituntut pada hari kiamat ?
Pertanyaan 99 : Apakah hukum shalat berjamaah ?

DOWNLOAD


BIOGRAFI PENYUSUN

H. Abdul Somad, Lc., MA. Lahir pada hari Rabu, 30 Jumada al-Ula 1397 Hijrah, bertepatan dengan 18 Mei 1977M, menyelesaikan pendidikan atas di Madrasah Aliyah Nurul Falah Air Molek Indragiri Hulu Riau pada tahun 1996. Memperoleh beasiswa dari Universitas Al-Azhar Mesir pada tahun 1998, mendapat gelar Licence (S1) pada tahun 2002. Pada tahun 2004 memperoleh beasiswa dari AMCI (Agence Marocaine Cooperation Internationale), mendapat gelar Diplôme Etudes Supérieure Approfondi (S2) di Dar al-Hadith al-Hassania Institute, sebuah insitut pendidikan Islam khusus Hadits yang didirikan oleh Raja Hasan II Raja Maroko di Rabat pada tahun 1964. Anggota Komisi Pengkajian Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau periode 2009 – 2013. Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kotamadya Pekanbaru periode 2012 – 2017. Anggota Komisi Pengembangan Badan Amil Zakat Provinsi Riau periode 2009 – 2013. Dosen Universitas Islam Sultan Syarif Kasim Riau sejak 2008 sampai sekarang. Mengasuh tanya jawab Islam di blog: www.somadmorocco.blogspot.com
Share:

Ketika Tangisan Rasulullah Mengguncangkan Arsy

Ketika Tangisan Rasulullah Mengguncangkan Arsy

Lentera Islam .NET - Kisah Nabi Muhammad S.A.W - Ketika Tangisan Rasulullah Mengguncangkan Arsy .

Dikisahkan, bahwasanya di waktu Rasulullah s.a.w. sedang asyik bertawaf di Ka’bah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”
Rasulullah s.a.w. menirunya membaca “Ya Karim! Ya Karim!” Orang itu Ialu berhenti di salah satu sudut Ka’bah, dan berzikir lagi: “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah s.a.w. yang berada di belakangnya mengikut zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!” Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya.

Orang itu Ialu berkata:
“Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku, karena aku ini adalah orang Arab badwi? Kalaulah bukan kerana ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah S.A.W
Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah s.a.w. tersenyum, lalu bertanya: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?” “Belum,” jawab orang itu. “Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?”
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya, sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,” kata orang Arab badwi itu pula.

Rasulullah s.a.w. pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!” Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya.
“Tuan ini Nabi Muhammad?!” “Ya” jawab Nabi s.a.w. Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah s.a.w. Melihat hal itu, Rasulullah s.a.w. menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya:
“Wahal orang Arab! janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya, Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita.

Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata: “Ya Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan bersabda: “Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahawa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!” Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Maka orang Arab itu pula berkata:
“Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!” kata orang Arab badwi itu. “Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Tuhan?” Rasulullah bertanya kepadanya. ‘Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya,’ jawab orang itu. ‘Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawanannya!’
Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah s.a.w. pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badwi itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata:
“Ya Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda: Berhentilah engkau dari menangis! Sesungguhnya karena tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah rnengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di syurga nanti!” Betapa sukanya orang Arab badwi itu,  mendengar berita tersebut. la Ialu menangis karena tidak berdaya menahan keharuan dirinya.

Share:

Calon Ahli Neraka yang Akhirnya Masuk Surga

Calon Ahli Neraka yang Akhirnya Masuk Surga


Lentera Islam .NET - Kisah Islam - Calon Ahli Neraka yang Akhirnya Masuk Surga - Imam al-Ghazali bertutur tentang dua kisah mengenai harapan akan ampunan ilahi dalam kitab Ihya. Izinkan saya kisahkan ulang di sini.

Yahya bin Aktsam yang sudah wafat hadir dalam mimpi sahabatnya. Ditanyakan bagaimana keadaannya. Yahya berkata: “Tuhan menyebutkan semua dosaku“.

Yahya ketakutan dan berkata: “Bukankah ada riwayat bahwa Engkau seperti dugaan hambaMu? Dan aku berbaik sangka Engkau tak akan menghukumku“.


Yahya bacakan sanad riwayat tersebut di depan Tuhan. Tuhan membenarkan ucapannya. Dan karena berbaik sangka padaNya itulah maka Yahya diampuni.

Ana ‘inda zhanni abdi bi (Aku sebagaimana persangkaan hambaKu saja). Marilah kita berprasangka baik bahwa Allah akan ampuni dosa-dosa kita. Sebesar apapun dosa kita, berbaiksangkalah Allah akan ampuni. Jangan putus asa dari rahmat dan kasih sayangNya.

Kisah kedua yang dituturkan Imam al-Ghazali tentang harapan akan ampunan ilahi. Ada orang dari Bani Israil yang dimasukkan neraka selama 1000 tahun

Dia terus menjerit memanggil Tuhan. Lantas Jibril diperintahkan membawanya kepada Allah. Allah bertanya: “Bagaimana tempatmu?“. “Jelek“, jawabnya.

Tuhan menyuruh dia kembali masuk neraka. Dia berjalan keluar dan tiba-tiba membalik badannya kembali kepada Tuhan. Lalu ditanya, “Kenapa balik badan?“.

Dia menjawab, “Karena aku benar-benar berharap Engkau tak kembalikan aku ke neraka setelah sejenak aku dikeluarkan“.

Tuhan lalu perintahkan dia masuk surga karena ternyata dia masih punya harapan akan rahmat ilahi. Subhanallah.

Imam al-Ghazali mengajak kita utk memohon keselamatan lewat ampunan dan kasih sayang Allah. Mereka yang penuh dosa namun masih berharap padaNya akan dipeluk oleh kasih sayangNya.

Para ustadz, teruslah menebar harapan akan ampunan ilahi. Jangan tutup pintu surga saat kami masih terus berprasangka baik padaNya.


Para ulama, jangan renggut harapan kami akan ampunanNya. Kami pernah berlari meninggalkanNya tapi kami masih bisa membalik badan kepadaNya

Para habib, jangan pandang kami seperti manusia hina. Kalaupun kami pantas masuk neraka, kami tetap berharap dan berprasangka baik kepadaNya.

Share:

Pintar, Bukanlah Ciri utama dari seorang Ulama.

Pintar, Bukanlah Ciri utama dari seorang Ulama.


Lentera Islam .NET - Kajian Islam - Pintar, Bukanlah Ciri utama dari seorang Ulama.

Saudaraku, mungkin banyak sekali dari kita yang belum mengetahui tentang apa yang menjadi ciri utama dari seorang ulama.

Ciri utama Ulama dalam Al-Quran adalah Khasiyah, Takut.



Khasiyah itu adalah Rasa takut yang begitu mendalam, yang melahirkan ketundukan, kepatuhan.

Sebagaimana dalam firman Allah dalam Surat Fatir Ayat 28

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ


"Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun"

Dari ayat tersebut telah dijelaskan, bahwa Takut menjadi Ciri utama bagi seorang ulama.

إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)

Jadi ciri utama dari ulama bukanlah Pintar.
Tetapi Takut, Rasa takut yang begitu mendalam, yang melahirkan ketundukan, kepatuhan kepada Allah, yang dengan ketakutan itu ia tunduk akan semua ketentuan-ketentuan Allah.


Seperti dalam berbicara, Ulama itu takut jika apa yang ia bicarakan tidak baik di mata Allah.
Jadi sangat mustahil apabila ada ulama berbicara sesuatu yang keluar dari ketentuan Allah, itu mustahil.

Karena saat akan berbicara, ia akan berfikir berfikir dan berfikir, "Apakah Allah Ridha dengan perkataan ini", "Apakah Allah Ridha dengan pandangan ini".

Jadi ulama itu tidak akan berkata dan memandang sesuatu yang Allah tidak menyukai.
Sehingga apabila ada orang yang pintar, mengenakan jubah ulama dan memberikan Fatwa (berkata) tapi tanpa adanya rasa takut kepada Allah, maka dipastikan ada yang salah dengan dirinya.

Share:

Saat Putra Sayyidina Umar Diejek Teman-temannya

Saat Putra Sayyidina Umar Diejek Teman-temannya

Lentera Islam .NET - Kisah Islami - Saat Putra Sayyidina Umar Diejek Teman-temannya
 
Saat Putra Sayyidina Umar Diejek Teman-temannya
Keluarga Khalifah Umar bin Khattab memiliki pola hidup sederhana. Saking sederhananya, konon kendati menjabat sebagai khalifah di Mekah, pakaian yang dikenakannya memiliki empat belas tambalan. Salah satunya ditambal dengan kulit kayu.

Suatu ketika usai pulang sekolah, Abdullah bin Umar menangis di hadapan ayahnya, Umar bin Khattab. Umar pun bertanya, “Kenapa engkau menangis, anakku?”

"Teman-teman di sekolah mengejek dan mengolok-olokku karena bajuku penuh dengan tambalan. Di antara mereka mengatakan, ‘Hai Kawan-kawan, perhatikan berapa jumlah tambalan putra Amirul Mukminin itu’," ungkap Ibnu Umar dengan nada sedih.

Setelah mendengar curhatan putranya, Amirul Mukminin langsung bergegas menuju baitul mal (kas negara) dengan maksud akan meminjam beberapa dinar untuk membelikan baju anaknya. Karena tidak bertemu dengan pejabat bagian kas negara, ia pun menitipkan surat kepada penjaga kas negara tersebut yang isinya sebagai berikut:


"Dengan surat ini, perkenankanlah aku meminjam uang kas negara sebanyak 4 dinar sampai akhir bulan, pada awal bulan nanti, gajiku langsung dibayarkan untuk melunasi utangku.”

Setelah pejabat kas negara membaca surat pengajuan utang itu, dikirimlah surat balasan:

”Dengan segala hormat, surat balasan kepada junjungan khalifah Umar Bin Khatab. Wahai Amirul Mukminin mantapkah keyakinanmu untuk hidup sebulan lagi, untuk melunasi utangmu, agar kamu tidak ragu meminjamkan uang kepadamu. Apa yang Khalifah lakukan terhadap uang kas negara, seandainya meninggal sebelum melunasinya?

Selesai membaca surat balasan dari pejabat kas negara, Khalifah pun langsung menangis, dan berseru kepada anaknya:

“Hai anakku sungguh aku tidak mampu membelikan baju baru untukmu dan berangkatlah sekolah seperti biasanya, sebab aku tidak bisa meyakinkan akan pertambahan usiaku sekalipun hanya sesaat.” Anak itu pun menangis mendengar ujar ayahnya.

(Disarikan dari Kitab Durrtun Nashihin fil Wa'dhi wal Irsyad karya Utsman bin Hasan al-Khubawi)
Share:

Kisah Nabi Tegakkan Keadilan bagi Orang Nasrani

Kisah Nabi Tegakkan Keadilan bagi Orang Nasrani

Lentera Islam .Net - Kisah Islam - Kisah Nabi Tegakkan Keadilan bagi Orang Nasrani

Suatu ketika Bilal radliyallahu ‘anh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang bertamu di kediaman Sayyidina Abu Bakar, tiba-tiba ada orang mengetuk pintu. Lantas Bilal membukakan pintu tersebut. Ternyata orang tersebut beragama Nasrani yang tengah mencari Rasulullah.

"Apakah di sini ada Muhammad bin Abdullah," tanya orang Nasrani yang masih di depan pintu kepada Bilal.

Bilal tidak menjawab, tapi mempersilakan tamu tersebut masuk ke dalam rumah Abu Bakar untuk berdialog langsung dengan Rasulullah.

"Hai Muhammad, jika engkau mengaku dan benar sebagai utusan Allah, maka tolonglah aku, karena sekarang sedang terzalimi," pintanya kepada Rasulullah
Nabi Muhammad pun bertanya, "Siapa yang telah menzalimimu?"

"Abu Jahal bin Hisyam, dia telah mengambil hartaku," jawab Nasrani.

Lantas Rasullah beranjak berdiri dan bergegas menuju ke rumah Abu Jahal. Namun Bilal merasa keberatan dan ia berkata, "Sekarang waktu qailulah (sekitar pukul 11.00) sebagaimana kebiasaan Abu Jahal sedang beristirahat dan aku khawatir jika engkau menemuinya, ia merasa terganggu dan marah bahkan melukai engkau wahai Rasulullah, sehingga dia tidak mendengarkan perkataan orang."

Tetapi Rasulullah tidak menggubris perkataan sahabatnya tersebut dan langsung menuju ke rumah Abu Jahal dan mengetuk pintunya. Akhirnya Abu Jahal membuka pintu dengan raut muka marah dan berkata, "Silakan masuk, kenapa tidak mengutus teman-temanmu, Muhammad?”

"Oh itu tujuanmu ke sini, andaikan mengutus seseorang ke sini untuk mengambil harta tersebut, tentunya saya akan dengan suka rela mengembalikannya," ucapnya.

"Sudahlah jangan terlalu lama, kembalikan harta orang Nasrani tersebut," tegas Rasullah.

Akhirnya Abu Jahal menyuruh pembantunya untuk mengeluarkan dan mengembalikan seluruh harta yang ia ambil dari orang Nasrani.

Kemudian Rasulullah berkata kepada orang yang terzalimi oleh Abu Jahal tersebut, "Apakah seluruh hartamu sudah kau terima."

“Ya Rasulullah, namun masih ada yang tersisa satu, yaitu kulit kambing. Akhirnya Rasulullah menyuruh Abu Jahal untuk mengembalikannya.”

Abu Jahal pun mencari kulit kambing tersebut di dalam rumahnya. Proses pencarian tak membuahkan hasil dan Abu Jahal pun menggantinya dengan kulit kambing yang bagus.

Ketika Orang Nasrani tersebut menyaksikan peristiwa ketegasan dan kerelaan Rasulullah dalam membantu disaat ia terzalimi, lantas ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan berkata, Wahai Muhammad saya menyakini bahwa engkau adalah utusan Allah dan agama yang engkau ajarkan adalah haq (benar)."

Disarikan dari kitab Duratun Nashihin karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asyakir al Khubawi, halaman 99, Penerbit Toha Putra Semarang

Share:

Allah akan Angkat Derajat 2 Golongan ini

Dua Golongan yang akan selalu di angkat derajatnya oleh Allah


Lentera Islam .NET - Kajian Islam - Dua Golongan yang akan selalu di angkat derajatnya oleh Allah.

1. Orang yang selalu meningkatkan Imannya.

Cara meningkatkan Iman itu mudah, cukup tingkatkan dalam berbuat amal Shaleh.

والتين والزيتون. وطور سينين. وهذا البلد الأمين. لقد خلقنا الإنسان في أحسن تقويم. ثم رددناه أسفل سافلين. إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات فلهم أجر غير ممنون. فما يكذبك بعد بالدين. أليس الله بأحكم الحاكمين. [التين: 8-1]

Demi Tin dan Zaitun. Dan demi bukit Sinai. Dan demi kota (Makkah) yang aman ini. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka, apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah adalah Hakim yang seadil-adilnya? [al-Tin: 1-8]

Lalu dijelaskan pula dalam surat Al-'Ashr.

والعصر. إن الإنسان لفي خسر. إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر. [العصر: 3-1]

Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati tentang kebenaran serta saling menasihati tentang kesabaran. [al-`Ashr: 1-3]
Dan dalam Al-Qur'an, kata Iman selalu disandingkan dengan Amal Shaleh, seperti shalat, puasa, dll.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal soleh, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS.al Baqarah(2):277)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS.al-Maidah (5):6)

Dan Lain sebagainya.

2. Orang yang selalu meningkatkan Ilmunya.
Sebagaimana Hadits Nabi S.A.W:

* Dalam kitab Riyadhus Shalihin Kitabul Ilmi Al Imam An Nawawi menyebutkan hadits nabi shallalahu’alaihi wasallam, yang berbunyi:


وَعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ:وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًايَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا,سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.”(H.R Muslim)

* Hadits Ibnu Majah Nomor 219

 أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَيْتُكَ مِنْ الْمَدِينَةِ مَدِينَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَمَا جَاءَ بِكَ تِجَارَةٌ قَالَ لَا قَالَ وَلَا جَاءَ بِكَ غَيْرُهُ قَالَ لَا قَالَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانِ فِي الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali Al Jahdlami] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Daud] dari ['Ashim bin Raja` bin Haiwah] dari [Dawud bin Jamil] dari [Katsir bin Qais] ia berkata; "Ketika aku sedang duduk di samping [Abu Darda] di masjid Damaskus, tiba-tiba datang seseorang seraya berkata; "Hai Abu Darda, aku mendatangi anda dari kota Madinah, kota Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam karena satu hadits yang telah sampai kepadaku, bahwa engkau telah menceritakannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam! " Lalu Abu Darda bertanya; "Apakah engkau datang karena berniaga?" Katsir bin Qais menjawab; "Bukan, " Abu Darda` bertanya lagi, "Apakah karena ada urusan yang lainnya?" Katsir bin Qais menjawab; "Bukan, " Katsir bin Qais berkata; "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu, Allah akan permudahkan baginya jalan menuju surga. Para Malaikat akan membentangkan sayapnya karena ridla kepada penuntut ilmu. Dan seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampunan oleh penghuni langit dan bumi hingga ikan yang ada di air. Sungguh, keutamaan seorang alim dibanding seorang ahli ibadah adalah ibarat bulan purnama atas semua bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang sangat besar."


Share:

Keimanan yang Paling Rasulullah Kagumi

Keimanan yang Paling Rasulullah Kagumi


Lentera Islam .NET - Keimanan yang Paling Rasulullah Kagumi

Alkisah, suatu ketika Rasulullah saw bermain tebak-tebakan dengan para sahabat. Bertanya Rasulullah,

“Tahukah kalian, mereka-mereka yang keimanannya membuatku kagum?”.

“Aku tahu ya Rasulullah”, seru salah seorang sahabat. “Mereka yang engkau maksud itu tentulah para malaikat“.

“Mengapa engkau berpikir demikian?”, tanya Rasulullah kembali.

“Karena para malaikat selalu mematuhi semua perintah Allah. Mereka tidak sekalipun pernah melanggar aturan Allah”, jawab sahabat.
“Tapi para malaikat memang ditakdirkan untuk selalu mematuhi perintah Allah. Mereka tidak diberi kelengkapan hawa nafsu seperti layaknya kita. Dan tempat mereka dekat dengan Allah. Wajar jika mereka selalu beriman. Keimanan para malaikat tersebut, sama sekali tidak membuatku kagum”, bantah Rasulullah.

Para sahabat termangu-mangu dengan jawaban Rasulullah tersebut. Mereka terdiam sejenak, memikirkan jawaban apa kiranya yang dikehendaki oleh Rasulullah.

Tiba-tiba, salah seorang sahabat berseru, “Aku tahu ya Rasulullah, yang Rasulullah maksudkan tentu para nabi dan rasul utusan Allah. Mereka manusia biasa seperti kita, namun mereka selalu mematuhi apapun yang Allah perintahkan, apapun resikonya”.

Rasulullah tersenyum, “Betul mereka manusia biasa seperti kita, namun mereka mendapatkan petunjuk langsung dari Allah swt. Mereka menerima wahyu dan mendapatkan mukzizat. Wajar jika karena semua itu, mereka beriman kepada Allah”.

“Keimanan mereka sama sekali tidak membuat aku kagum”, bantah Rasulullah sekali lagi.

Kembali para sahabat ternganga dengan bantahan Rasulullah tadi. Mereka saling berpandangan lalu kembali tenggelam memikirkan jawaban pertanyaan Rasulullah.

“Ah…, sekarang saya tahu ya Rasulullah”, kata salah seorang sahabat dengan muka berseri-seri.

“Mereka yang Rasulullah maksudkan itu tentulah kami, para sahabatmu. Kami manusia biasa, kami juga tidak menerima wahyu, dan sama sekali tidak dikaruniai mukzizat apapun. Meskipun demikian, kami berjanji untuk selalu mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya”, jelas sahabat tersebut dengan senyum mengembang diwajahnya.

Kembali Rasulullah tersenyum mendengar jawaban salah seorang sahabat tadi, “Betul kalian memang tidak menerima wahyu dan sama sekali tidak dikaruniai mukzizat, namun kalian kan melihat dengan mata kepala sendiri, mukzizat yang aku terima. Kalian juga mendengar dengan telinga kalian sendiri ketika wahyu Allah aku bacakan. Wajar jika karena itu, kalian beriman kepada Allah. Keimanan kalian, sama sekali tidak membuatku kagum”.

Kali ini para sahabat betul-betul terhenyak dengan bantahan Rasulullah barusan. Dengan perasaan putus asa karena sudah kehabisan akal, akhirnya mereka menyerah, “Kiranya hanya Allah dan rasul-Nya saja yang tahu jawaban pertanyaan Rasulullah tadi”, kata salah seorang sahabat.

“Sesungguhnya, mereka yang keimanannya membuatku kagum adalah mereka-mereka yang tidak sekalipun pernah berjumpa denganku. Mereka sama sekali tidak pernah melihat diriku dengan mata kepala mereka sendiri. Mereka juga tidak sekalipun pernah mendengar suaraku. Dan yang lebih hebat lagi, mereka berabad-abad jaraknya dariku. Tapi kecintaan mereka kepadaku, tak sekalipun perlu aku ragukan”, jawab Rasulullah.

“Mereka itulah, yang keimanannya sungguh-sungguh membuat aku kagum”, sambung Rasulullah menegaskan.

*****

Mereka yang dimaksud oleh Rasulullah dalam kisah diatas, tak lain dan tak bukan, adalah kita semua. Tentu dengan syarat, jika kita bersungguh-sungguh mencintai Rasulullah saw dengan setulus hati kita.

Semoga Allah selalu memberikan kita kekuatan untuk dapat selalu mencintai Rasulullah dengan sebenar-benarnya cinta. Amin...

Share:

Cara mendidik Anak yang Baik sesuai Al-Qur'an

Cara mendidik Anak yang Baik sesuai Al-Qur'an

Lentera Sulam .NET - Kajian Islam - Cara mendidik Anak yang Baik sesuai Al-Qur'an.

Saudaraku, Ada Ikhwan yang bertanya "Mengapa setelah anak saya dewasa berubah menjadi anak yang tidak baik, sedangkan ketika kecilnya, dia adalah anak yang Baik?"

Untuk menyikapi pertanyaan ini, maka seharusnya kita terlebih dahulu mencari tahu terlebih dahulu mengenai Apa penyebabnya, bukan bagaimana menyikapinya.

Bagaimana Lingkungan disekitarnya, dengan siapa ia bergaul, apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dsb.
Karena pada dasarnya setiap anak manusia yang terlahir kedunia ini adalah dalam keadaan yang Baik, Fitrah yang baik.

Dan ternyata, untuk menjadikan anak yang baik supaya menjadi anak yang Sholeh ketika dewasa, itu tidaklah cukup dengan berdoa saja. Ada ikhtiar ikhtiar yang harus dilakukan.

Kali ini kita akan berikan contoh.
Imran, Imran yang bukan nabi.
Kita akan membahas orang yang bukan Nabi ataupun Rasul, upaya tidak ada peluang bagi kita untuk mengelak dan ngeles, begitu.
Seperti "Saya bukan Nabi dan Bukan Rasul, Ya Allah..."

Bisa kita Lihat Surat Ali 'Imran Ayat 35:

إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Yang artinya:

(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Dan Bisa kita Lihat lagi Surat Ali 'Imran Ayat 36:

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَىٰ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ ۖ وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Yang artinya:

Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk".

Ketika Lahir bayi perempuan, langsung diberikan nama, didoakan kepada Allah, diperlihatkan kepada Allah.
Jadi Doa yang ia panjatkan diterjemahkan dalam bentuk Ikhtiar dengan memohon perlindungan kepada Allah. Namun tidak sampai situ saja, dipilihkanlah Guru yang baik, dipilihkan tempat yang baik.

Seperti yang bisa kita baca pada Surat Ali 'Imran Ayat 37:

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Yang artinya:

Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.

Setelah Dipilihkan Nabi Zakariya sebagai Gurunya yang merupakan Orang Sholeh pada saat itu, dipilihkan tempat yang mana tempat itu adalah tempat untuk mendekatkan diri dengan Allah, yaitu mihrab disitu.

Jadi Gurunya orang baik, Tempatnya tempat yang baik, Kurikulumnya Baik, apa yang terjadi?
Kembali ke ayat 37 tadi,

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ

Maka diterima semua itu oleh Allah.

Jadi, jika ingin anak anak kita Baik, maka Rencanakan , doakan dan Ikhtiarkan.

Jangan hanya Pandai berdoa,

"Ya Allah Jadikan anak hamba menjadi Anak yang Sholeh ya Allah
... Jadikan anak hamba menjadi anak yang rajin Shalat... Anak yang hafal Al-Qur'an.

Tapi tidak pernah disekolahkan di sekolah yang mengajarkan sholat, tidak disekolahkan di sekolah yang mengajarkan Al-Qur'an.

Itu tidak mungkin.
Mana mungkin hanya bermodalkan doa saja lalu cita-cita akan terwujud.
Meskipun Bapaknya bernama Sholeh, Ibunya bernama Sholehah, dan Anaknya Bernama Sholehsekali, tetap tidak bisa.

Coba Lihat Imran, Imran berusaha untuk anaknya. Dan Allah memberikan Nabi Zakariya sebagai Gurunya.

Sebelum Nabi Zakariya Masuk kedalam mihrab, Allah sudah lebih dulu memberikan rezeki untuk Maryam, dan selalu dijaga oleh Allah.

Dan yang dijaga oleh Allah itu segalanya diperhatikan, mau makan dilihat, mau berteman diarahkan kepada yang baik.

Kita bisa menjaga anak kita dirumah, tapi apakah kita bisa menjaga anak kita ketika anak kita disekolah?

Makan apa, minum apa, bergaul dengan siapa, gurunya siapa?

Kita titipkan kepada Allah tidak akan ada batas disitu, diterima dan itu berhasil.

Dan orang-orang yang seperti ini, maka generasi selanjutkan akan selalu lebih baik dari Orang tuanya.

Jika kita lihat Imran, Imran bukanlah Nabi, Istrinya pula bukanlah Nabi, Lalu dari keduanya lahirlah Maryam yang pula bukan Nabi namun bisa lebih Sholeh dari Ibunya.
Ibunya mau makan harus bikin dulu, Maryam mau makan sudah diberikan rezekinya langsung oleh Allah, Ibunya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an, namun Maryam disebutkan dalam Al-Qur'an.

Ibunya melahirkan karena ada suaminya, Maryam mengandung dan melahirkan tanpa ada satupun laki-laki yang menyentuhnya.
Melahirkan Nabi Isa A.S, yang merupakan Rasulullah, lebih hebat dari Ibunya, ke ih bagus dari Kakeknya.

Jadi setiap lahir generasi selalu lebih bagus dari sebelumnya.

Dan seharusnya kita bisa seperti ini, Kita tidak Hafal Qur'an, anak kita Hafal Qur'an.
Kita bukan penafsir Qur'an, Cucu kita penafsir Qur'an, begitu.

Jadi marilah kita serahkan kepada Allah dalam Hal mendidik Anak, tidak hanya sekedar berdoa namun kita tempatkan dalam pendidikan yang baik, yang mengajarkan Shalat, mengajarkan Al-Qur'an dan Hadits serta terhindar dari lingkungan yang kurang Baik.

Semoga Kajian ini berguna untuk kita semua orang orang tua, apabila ada kesalahan mohon dikoreksi dan saya mohon maaf.

Wassalamu'alaikum.

Share:

Tidurnya Orang Alim lebih baik dari pada Ibadahnya Orang Bodoh

Tidurnya Orang Alim lebih baik dari pada Ibadah Orang Bodoh


Lentera Islam .NET - Tidurnya Orang Alim lebih baik dari pada Ibadahnya Orang Bodoh

Dalam sebuah Hadist dikisahkan bahwa suatu ketika Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam mendatangi pintu masjid, di situ beliau melihat setan berada di sisi pintu masjid. Kemudian Nabi SAW bertanya, "Wahai Iblis apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Maka Setan itu menjawab, "Saya hendak masuk masjid dan akan merusak shalat orang yang sedang shalat ini, tetapi saya takut pada seorang lelaki yang tengah tidur ini."

Lalu Nabi SAW berkata, "Wahai Iblis, kenapa kamu bukannya takut pada orang yang sedang shalat, padahal dia dalam keadaan ibadah dan bermunajat pada Tuhannya, dan justru takut pada orang yang sedang tidur, padahal ia dalam posisi tidak sadar?" Iblis pun menjawab, "Orang yang sedang shalat ini bodoh, mengganggu shalatnya begitu mudah. Akan tetapi orang yang sedang tidur ini orang alim (pandai)."

Dari Ibnu Abbas radliyallâhu ‘anh, Nabi SAW bersabda, "Nabi Sulaiman pernah diberi pilihan antara memilih ilmu dan kekuasaan, lalu beliau memilih ilmu. Selanjutnya, Nabi Sulaiman diberi ilmu sekaligus kekuasaan.

Bersumber dari Abi Hurairoh radliyallâhu ‘anh, Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa pergi menuntut ilmu maka Allah akan menunjukkannya jalan menuju surga. Sesungguhnya orang alim senantiasa dimintakan ampunan untuknya oleh makhluk yang berada di langit maupun di bumi, hingga dimintakan ampun oleh ikan-ikan di laut. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi."

Hadits di atas menyiratkan betapa agama Islam begitu memuliakan, mengutamakan, dan menghargai orang yang berilmu pengetahuan. Bahkan melebihi keutamaanya orang yang ahli ibadah tapi bodoh. Menjadi jelas pula bahwa dalam agama Islam, menuntut ilmu dan mengembangkan budaya ilmiah itu termasuk bagian dari ibadah, juga merupakan tuntutan agama. Jadi tidak semata desakan kebutuhan zaman atau tuntutan dari institusi negara an sich.

Itulah kunci mengapa dahulu pada masa kegemilangan peradaban Islam, banyak lahir ilmuan-ilmuan besar Muslim yang sumbangsihnya telah diakui dunia dalam banyak cabang keilmuan. Mereka menekuni disiplin keilmuan atas motif ajaran Islam, bukan tuntutan negara (daulah) waktu itu.

Begitu peduli dan perhatiannya agama Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan, banyak pula ayat Al-Qur'an memberi dorongan dan motivasi agar seseorang mencintai ilmu, di antaranya ayat itu,

"Samakah antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (QS. Al-zumar: 9).

Tak hanya itu, Al-Qur'an sendiri mengajarkan umat manusia berdoa kepada Tuhannya agar senantiasa ditambahkan ilmu pengetahuan, "Dan katakanlah, Ya Tuhanku, tambahkanlah pengetahuan kepadaku".

Di ayat lain Allah juga berfirman, "Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat" (Al-Mujaadalah: 11).
Sugesti, apresiasi, penghargaan dan dorongan yang bersumber baik dari al-Qur'an ataupun Sunnah Nabi sebagaimana di atas seyogianya membuat kaum muslim pada saat ini khususnya yang masih berstatus mahasiswa, pelajar dan santri bisa lebih giat dan tekun lagi dalam mempelajari suatu ilmu dan mengembangkan tradisi ilmiah. Pun menyadarkan bahwa menurut pandangan Islam kegiatan dan aktivitas belajar dan menuntut ilmu baik di lembaga pendidikan formal atau nonformal yang ditempuh oleh seorang Muslim orientasinya tidak melulu mengejar ijazah, gelar dan jabatan tertentu, melainkan perlu diinsyafi pula bahwa belajar itu merupakan kewajiban tiap muslim dalam upaya mentaati perintah agama. 
Wallahu a'lam


Share:

Kisah Nabi Sulaiman, Semut dan Cacing Buta.

Kisah Nabi Sulaiman, Semut dan Cacing Buta.


Lentera Islam .NET - Kisah Nabi Sulaiman, Semut dan Cacing Buta.

Pada suatu hari Nabi Sulaiman A.s. duduk di pinggir danau. Sejurus kemudian, ia melihat seekor semut membawa sebiji gandum. Nabi Sulaiman a.s. terus memperhatikan semut itu, yang tengah menuju ke tepi danau.

Tiba-tiba ada seekor katak yang keluar dari dalam air seraya membuka mulutnya. Entah bagaimana prosesnya, semut itu kemudian masuk ke dalam mulut katak. Kemudian, katak itu pun menyelam ke dasar danau dalam waktu yang cukup lama.
Sementara Nabi Sulaiman a.s. memikirkan peristiwa barusan, katak tersebut keluar dari dalam air dan membuka mulutnya. Lalu semut itu keluar, sementara sebiji gandum yang dibawanya sudah tidak ada lagi bersamanya.

Nabi Sulaiman a.s. memanggil semut itu dan menanyakan kepadanya tentang apa yang dilakukan barusan, ”Wahai semut, apa yang kamu lakukan selama berada di mulut katak?”
”Wahai Nabiyullah, sesungguhnya di dalam danau ini terdapat sebuah batu yang cekung berongga, dan di dalam cekungan batu itu terdapat seekor cacing yang buta,” jawab semut.
“Cacing tersebut tidak kuasa keluar dari cekungan batu itu untuk mencari penghidupannya. Dan sesungguhnya Allah telah mempercayakan kepadaku urusan rezekinya,” lanjut semut.
”Oleh karena itu, aku membawakan rezekinya, dan Allah swt. telah menguasakan kepadaku sehingga katak ini membawaku kepadanya. Maka air ini tidaklah membahayakan bagiku. Sesampai di batu itu, katak ini meletakkan mulutnya di rongga batu itu, lalu aku pun dapat masuk ke dalamnya,”
“Kemudian setelah aku menyampaikan rezeki kepada cacing itu, aku keluar dari rongga batu kembali ke mulut katak ini. Lalu katak ini mengembalikan aku di tepi danau.”
Nabi Sulaiman a.s. kemudian bertanya, ”Apakah kamu mendengar suara tasbih cacing itu?”
”Ya, cacing itu mengucapkan: _*Yâ man lâ yansani fî jaufi hâdzihi bi rizqika, lâ tansâ ‘ibâdakal mu’minîna bi rahmatik*_

"(Wahai Dzat Yang tidak melupakan aku di dalam danau yang dalam ini dengan rezeki-Mu, janganlah Engkau melupakan hamba-hamba-Mu yang beriman dengan rahmat-Mu)."

Demikianlah, Allah mengatur rezeki segenap makhlukNya, termasuk manusia.
Sebagaimana pesan al-Qur’an dalam surat Hûd ayat 6: Wa mâ min dâbbatin fil ardli illâ ‘alaLlahi rizquhâ

(Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya)
Subhanallah, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Semoga  kita dikumpulkan di surga-Nya kelak. Aaamiin


Share:

Pelepah Basah yang bisa meringankan Siksa Alam Barzah

Pelepah Basah yang bisa meringankan Siksa Alam Barzah


Lentera Islam .NET - Pelepah Basah yang bisa meringankan Siksa Alam Barzah - Bagaimana Hukum Tahlilan dan Yasinan dalam Islam yang sebenarnya?

Saudaraku,
Suatu ketika Rasulullah SAW mendoakan pada kedua ahli kubur dengan lafadz/kalimat: "Semoga selama masih basah pelepah kurma tersebut keduanya diringankan siksanya".

Pertanyaan, mengapa baginda Rasulillah SAW dalam hadisnya itu tidak langsung dengan redaksi: "Ya Allah ringankanlah siksa kuburnya."

Saudaraku,
Setidaknya ada 4 jalur sanad hadis yang berstatus shahih yang mengupas tentang pelepah kurma basah itu. Akan tetapi dalam kesempatan ini, kita hanya mengambil 2 hadis dari jalur Ibnu Abbas dan Abi Hurairah.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ  يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ  فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً  فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا  يَا  رَسُولَ اللهِ  لِمَ فَعَلْتَ هٰذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا.
(متفق عليه رواه البخاري ومسلم وغيرهما)

"Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah SAW melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda, ”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari  dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing.

Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namimah (adu domba).” Kemudian beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu beliau  tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong.

Para sahabat  bertanya, ”Wahai, Rasulullah, mengapa Rasul melakukan ini?”

Beliau lantas menjawab, ”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.”

Sedangkan hadis jalur sanad Abi Hurairah adalah:

 عن أبي هريرة قال: كنا نمشي مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فمررنا على قبرين فقام فقمنا معه فجعل لونه يتغير حتى رعد كم قميصه فقلنا: ما لك يا نبي الله ؟ قال: ما تسمعون ما أسمع ؟ قلنا: وما ذاك يا نبي الله ؟ قال: هذان رجلان يعذبان في قبورهما عذابا شديدا في ذنب هين ، قلنا: مم ذلك يا نبي الله ؟ قال: كان أحدهما لا يستنزه من البول وكان الآخر يؤذي الناس بلسانه ويمشي بينهم بالنميمة ، فدعا بجريدتين من جرائد النخل فجعل في كل قبر واحدة قلنا: وهل ينفعهما ذلك يا رسول الله ؟ قال: نعم يخفف عنهما ما داما رطبين . (رواه ابن حبان في صحيحه [3/106 رقم : 824] ) قال شعيب الأرنؤوط: إسناده صحيح .

Alasan mengapa jaridah basah (dapat) memberi manfaat pada dua mayit tersebut SELAMA MASIH BASAH, adalah sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ihkam al-Ahkam Syarah Umdah al-Ahkam:

الخامس: قيل في أمر " الجريدة " التي شقها اثنتين ، فوضعها على القبرين ، وقوله  صلى الله عليه وسلم " لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا " إشارة إلى أن النبات  يسبح ما دام رطبا فإذا حصل التسبيح بحضرة الميت حصلت له بركته ، فلهذا اختص  بحالة الرطوبة .
"Kelima, diucapkan dalam masalah jaridah/pelepah yang dibelah dua dan ditaruh di atas dua kuburan. Ucapan Nabi SAW ”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama kedua pelepah tersebut belum kering”.

Ini  merupakan isyarah atau petunjuk bahwa tumbuhan membaca tasbih selama basah, maka tatkala hasil tasbih di hadapan mayit, maka hasil juga barokahnya pada mayit. Karena ini, maka khusus hasil keberkahan bagi mayit pada tumbuhan yang masih basah."

Termasuk dalam nomenklatur ini adalah tidaklah berlebihan dikatakan bahwa ucapan kalimat tayyibah, tahlil, tasbih, tahmid, dzikir dan doa yang diucapkan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman lalu keberkahan/fadhilah kalimat itu dikirimkan kepada ahli kubur.
Mengenai adanya sebagian golongan/kaum yang belakangan antipati tentang hal itu (dengan tuduhan andalannya, bid'ah, syirik dkk), secara otomatis mereka mengakui bahwa sumber hukum Islam hanyalah al-Qur'an saja, dengan jargon utamanya al-rujū' ilā al-Qur'an, sementara hadis tidaklah dianggap sebagai sumber rujukan kedua setelah al-Qur'an.

Bukankah keterangan di atas adalah hadis shahih?

Hanya al-Qur'an dan terjemahnya sajakah sebagai rujukannya, ataukah memang karena belum membaca/mutala'ah sampai pada hadis-hadis tersebut??

Wa Allah A'lam.


Share:

Bagaimana Hukum Mengeluh dan Berdoa di Facebook?

Hukum dalam Islam mengenai Mengeluh dan Berdoa di Facebook


Lentera Islam .NET - Bagaimana Hukum dalam Islam mengenai Mengeluh dan Berdoa di Facebook?

Saudaraku,
Setidaknya ada dua pertanyaan pokok tentang mengeluh, yang semuanya tergantung dimana dan tujuannya apa?

Jika diposting via pesan/inbox kemudian dikirimkan ke ahlinya, termasuk dalam hal ini adalah dikirimkan ke orang yang kita percayai keilmuannya dan kedewasaannya (problematika dunia), maka hal ini masih dibenarkan.

Akan tetapi masalah baru muncul manakala keluan itu diposting di status (yang dilihat banyak orang), maka ini sama halnya dengan kita mengeluh di dunia nyata, kemudian kita mengeluhkan kesulitan kita kepada semua teman-teman kita. Dalam kasus yang terakhir inilah tentunya dilarang oleh agama Islam.
Sebab keluhan semacam ini adalah bentuk ketidaksabaran, sedangkan sabar menghadapi kesulitan hukumnya wajib, maka lawan dari sabar (yaitu berkeluh kesah) hukumnya haram.

Oleh karenanya dirinci, apakah mengeluh disini dalam artian pertama atau kedua? kalau yang pertama, maka ini dibenarkan syari’at; adapun yang kedua, maka dalam hal ini syariat tidak membenarkan.

Dan juga perlunya untuk berhati-hati ketika menuliskan sesuatu yang sebenarnya itu adalah implisit dari doa keluhan.

Seperti menulis “alhamdulilāh ‘alā kulli hāl”.

Bukankah telah diketahui bahwa doa/dzikir tersebut dibaca ketika mendapat kesulitan dan cobaan yang bertubi-tubi? Implikasi dari tulisan itu, orang-orang pun akan tahu bahwa kita sedang tertimpa kesulitan, meskipun kita tidak berkata dalam tulisan itu, “aku ditimpa kesulitan lho temen-temen” di statusmu/twittermu. 

Bukankah sudah sering disampaikan di khutbah-khutbah bahwa hanya Allah, dirimu dan orang-orang tertentu sajalah yang tahu kesulitan kita? Kalau sudah demikian bukankah itu semua sama halnya "keluhan yang samar” ?

Saudaraku...
Perhatikan hadis dengan sanad akhir dari 'Aisyah berikut ini:

عَنْ ‏أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ ‏عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا ‏قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏‏إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ قَالَ: "‏الْحَمْدُ لِلَّهِالَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ"، وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ: "الْحَمْدُ  لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ". أخرجه ابن ماجه ( 2 / 422 ) و ابن السني ( رقم 372 ) و الحاكم ( 1 / 499 )
“Diriwayatkan dari ‘Aisyah RA, bahwa jika Rasulullah SAW melihat sesuatu yang disukainya beliau berkata: ALHAMDULILLĀHIL-LADZĪ BINI’MATI TATIMMUSH-SHĀLIHĀT (maksudnya: “Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan menjadi sempurna”) dan apabila beliau melihat yang tidak disukainya maka beliau berkata: ALHAMDULILLĀHI ‘ALĀ KULLI HĀL. (maksudnya: “Segala Puji bagi Allah dalam segala keadaan”)

Dengan begitu anda mengajarkan dua dzikir tersebut kepada teman-temanmu, tanpa mereka mengetahui apakah dirimu berada dikondisi pertama ataukah kedua.

Akan tetapi, jika engkau hendak berbagi akan kenikmatan, maka ini perkara lain, justru ditekankan untuk berbagi bersama, karena hal ini termasuk salah satu bentuk syukur (yaitu menyebut-nyebut nikmatNya).

Lalu bagaimana dengan, Berdoa di facebook/twitter?

Saudaraku,
Doa itu ada dua, doa mengadukan permasalahan dan doa umum.

Adapun doa mengadukan permasalahan, maka ini tidak perlu ditulis di facebook (contoh: “Ya Allah, aku mendapatkan musibah ini dan itu…”. Atau contoh lagi, "Ya Allah, aku masih jomblo; Ya Allah situasinya kook...daaaan seterusnya)

Meskipun tulisannya “Ya Allah” tapi pada hakikatnya juga mengeluhkan permasalahan tersebut kepada manusia juga. Tidak ada masalah mengeluh kepada Allah, bahkan justru hati akan menjadi tenang dengan mengadu kepada-Nya. Akan tetapi yang perlu digaris bawahi adalah, mengapa kita menuliskannya di facebook (sehingga orang-orang lain pun harus ikut tahu)? Bukankah justru ini adalah keluh-kesah kepada makhluk?

Cukuplah dirimu bermunajat (berbisik-bisik) kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa; tanpa harus mengadukan (doa) permasalahanmu tersebut di facebook termasuk di twitter.

Di samping itu, ada doa dalam bentuk yang lain, seperti contoh: “kita memohon kepada Allah agar diberi taufiq dan pertolongan-Nya”, maka dalam hal ini adalah doa yang baik, tidak masalah apabila ditulis di facebook. Karena doa ini bukan merupakan keluhan. Justru dengan menuliskannya maka kita mendoakan diri kita dan kaum muslimin, barangsiapa yang mengaminkannya, maka ia seperti berdoa dengan doa serupa; yang semoga orang yang menuliskan dan yang mengaminkan mendapatkan kebaikan dari doa tersebut. Untuk yang disebut terakhir inilah sebagian besar para ulama’ yang menggunakan facebook/twitter dengan menuliskan doa seperti tersebut di atas.

Termasuk dalam kategori doa umum adalah sebagai berikut: "Ya Allah, bimbing para pemimpin kami untuk "ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani". Kalimat tersebut merupakan falsafah Jawa yang artinya, memohon bimbingan agar pemimpin jika di depan memberi suri tauladan, jika di tengah pemimpin membaur dengan rakyatnya untuk menyemangati, dan jika di belakang pemimpin (baca: sudah purna tugas alias mantan)  memberi dorongan motivasi yang kuat kepada rakyatnya.

Dengan kata lain sebagai mantan (orang nomor wahid) hendaknya jangan mengeluh dan atau membuat keluhan yang hanya menimbulkan spekulasi, was-was dan polemik di masyarakat.

Wallahu a'lam.
Share:

Inilah Keutamaan dan Manfaat Solat yang belum Anda Ketahui

Inilah Keutamaan dan Manfaat Solat yang belum Anda Ketahui


Lentera Islam .NET - Kajian islam - Inilah Keutamaan dan Manfaat Solat yang belum Anda Ketahui - Suatu hari, di musim dingin, Rasulullah SAW keluar dari rumah dan mengambil ranting sebatang pohon sehingga daun-daunnya berguguran.
Rasul memanggil Abu Dzar, sahabat, yang menyertai beliau.

“Labbaik, ya Rasulullah,” jawab Abu Dzar.
“Sesungguhnya seorang muslim, jika menunaikan shalat dengan ikhlas karena Allah, dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya daun-daun ini dari pohonnya,” sabda Rasulullah SAW.
Dalam hadis yang lain, Abu Hurairah berkata:
”Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Bagaimana pendapat kalian jika di depan rumah kalian ada sebuah sungai yang mengalir dan kalian mandi di dalamnya lima kali sehari? Apakah akan tersisa kotoran di tubuh kalian?’
Mereka menjawab, ‘Tidak akan tersisa kotoran di tubuh kami sedikit pun.’
Lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Begitulah perumpamaan shalat lima waktu. Allah akan menghapuskan dosa-dosa kita’.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasa’i).
Selain sebagai jalan penghapusan dosa, shalat juga mengandung rahmat, kemurahan, dan kelembutan Allah SWT yang berlimpah.
Hanya karena kebodohan kita sendirilah kita tidak memanfaatkan salah satu dari kemurahan Allah itu.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
”Seseorang yang ketika hendak tidur berniat melaksanakan shalat Tahajud tapi kemudian tertidur, dia mendapatkan pahala solat Tahajud.”



Karena kandungan rahmat Allah SWT yang begitu besar, jika mengalami kesulitan Rasulullah SAW segera melaksanakan solat (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Maka, jika seseorang bersegera mengerjakan solat ketika mengalami kesusahan, sesungguhnya dia sedang menuju rahmat Allah SWT. Jika rahmat Allah datang dan membantu, kesusahan apa lagi yang tersisa?

Kisah keutamaan solat juga terungkap dalam cerita Ummu Kultsum.
Suatu hari Abdurahman, anaknya, menderita sakit parah, sehingga semua orang khawatir ia akan segera meninggal.

Maka Ummu Kultsum pun melaksanakan solat. Segera setelah itu Abdurrahman sadar kembali, lalu bertanya kepada orang-orang di sekelilingnya.

“Apakah keadaan saya menunjukkan seolah-olah telah meninggal?
“Ya!” jawab mereka.



Dalam hadis lain, Abdullah bin Salam berkata:
Apabila keluarga Rasulullah SAW sedang tertimpa kesusahan, beliau memerintahkan melaksanakan solat sambil membaca ayat 132 surah Thaha: Wamru ahlaka bishshalati wash thabir ‘alaiha, la nasaluka rizqan, nahnu narzuquka. Wal ‘aqibatu littaqwa (Perintahkanlah keluargamu melaksanakan solat dan bersabarlah. Kami tidak minta rezeki kepadamu, bahkan Kami-lah yang memberi rezeki. Dan akibat yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa).

Sementara, menurut Asma binti Abubakar, kakak Aisyah, istri Rasul, Rasulullah SAW bersabda:
”Pada hari kiamat seluruh manusia akan dikumpulkan di satu tempat, dan suara yang diumumkan oleh malaikat didengar oleh seluruh manusia. Ketika itu diumumkan, di manakah orang-orang yang selalu memuji Allah dalam setiap keadaan, baik ketika senang maupun susah?

Mendengar seruan itu, sebuah rombongan manusia berdiri lalu masuk ke dalam surga tanpa hisab. Kemudian diumumkan lagi, “Di manakah orang-orang yang menghabiskan waktu malamnya dengan beribadah dan lambung mereka jauh dari tempat tidur?” Maka sebuah rombongan berdiri lalu masuk surga tanpa hisab. Lalu terdengar seruan berikutnya, ”Di manakah orang-orang yang dalam perniagaannya tidak melalaikan mengingat Allah?” Maka sebuah rombongan berdiri dan masuk surga tanpa hisab.

Tidakkah kita ingin menjadi anggota rombongan yang masuk surga tanpa hisab? Untuk bisa menjadi anggota rombongan yang bisa langsung masuk ke surga tanpa hisab, kita harus menyempurnakan solat. Bukan sekadar menunaikan solat sebagai kewajiban, tapi berusaha meraih puncak-puncak kenikmatan cinta dan rahmat Allah SWT, sehingga mendapat limpahan taufik dan karunia-Nya.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Saat-saat yang ada di antara lima waktu shalat adalah kafarah(penghapus dosa).” Yaitu dosa kecil yang terjadi di antara satu shalat dengan shalat berikutnya akan diampuni dengan keberkahan shalat. Setelah itu Rasulullah SAW bersabda,”Seperti seseorang yang bekerja di sebuah pabrik dan rumahnya terdapat lima buah sungai.Apabila ia kembali dari pabriknya maka dia mandi dari sungai-sungai itu. Begitulah perumpamaan shalat yang lima waktu.” Apabila di antara waktu shalat terjadi  kesalahan, dosa dan lainnya, maka dengan sebab doa dan istighfar  yang dilakukannya dalam shalat , niscaya Allah SWT mengampuninya.

Ini menunjukan luasnya manfaat dari Rahmat  dan luasnya ampunan, kelembutan dan kenikmatan dari kemurahan Allah SWT.
Share:

Anda harus Tau, Inilah Manusia yang derajatnya Lebih Buruk dari Iblis dan Fir'aun

Anda harus Tau, Inilah Manusia yang derajatnya Lebih Buruk dari Iblis dan Fir'aun


Lentera Islam .NET - Inilah Manusia yang derajatnya Lebih Buruk dari Iblis dan Fir'aun - Dalam kitab an-Nawâdir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Mishri al-Qulyubi asy-Syafi‘i dikisahkan, suatu kali Iblis mendatangi Fir’aun dan berkata:
“Apakah kau mengenaliku?”
“Ya,” sahut Fir’aun.
“Kau telah mengalahkanku dalam satu hal.”
“Apa itu?” Tanya Fir’aun penasaran.
“Kelancanganmu mendaku sebagai tuhan. Sungguh, aku lebih tua darimu, juga lebih berpengetahuan dan lebih kuat ketimbang dirimu. Tapi aku tidak berani melakukannya.”

“Kau benar. Tapi aku akan bertobat,” kata Fira’un.
“Jangan buru-buru begitu,” bujuk Iblis la’natullah ‘alaih, “Penduduk Mesir sudah menerimamu sebagai tuhan. Jika kau bertobat, mereka akan meninggalkanmu, merangkul musuh-musuhmu, dan menghancurkan kekuasaanmu, hingga kau tesungkur dalam kehinaan.”

/

“Kau benar,” jawab Fir’aun, “Tapi, apakah kau tahu siapa penghuni muka bumi ini yang lebih buruk dari kita berdua?”

Kata Iblis, “Ya. Orang yang tidak mau menerima permintaan maaf orang lain. Ia lebih buruk dariku dan darimu.”

Semoga kita bisa menjadi manusia yang pemaaf, karena sebagaimana hadits Nabi S.A.W menganjurkan supaya kita menjadi manusia yang pemaaf:

“Tidak halal apabila seorang Muslim menjauhi kawannya lebih dari tiga hari. Apabila telah lewat waktu tiga hari tersebut maka berbicaralah dengannya dan beri salam. Jika ia menjawab salam maka keduanya akan mendapat pahala dan jika ia tidak membalasnya maka sungguhlah dia kembali dengan membawa dosanya, sementara orang yang memberi salah akan keluar dari dosa.” (HR. Muslim)

“Pintu-pintu surga akan dibukakan pada hari Senin dan Kamis, lalu Allah akan memberi ampunan kepada siapapun yang tidak menyekutukan-Nya kecuali seorang laki-laki yang berpisah dengan saudaranya. Maka Allah berkata: tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini hingga ia berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai.” (HR. Muslim)

“Maukah aku ceritakan kepadamu mengenai sesuatu yang membuat Allah memualiakan bangunan dan meninggikan derajatmu? Para sahabat menjawab; tentu. Rasul pun bersabda; Kamu harus bersikap sabar kepada orang yang membencimu, kemudian memaafkan orang yang berbuat dzalim kepadamu, memberi kepada orang yang memusuhimu dan juga menghubungi orang yang telah memutuskan silaturahmi denganmu.” (HR. Thabrani)

 “Jika kamu membuat suatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan orang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (HR. Bukhari)

“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, maka Allah akan melipatgandakan dan memberikan pahala yang besar di sisinya.” (HR. Bukhari)

Wallahu a'lam
Share:

Sample Text

Copyright © Lentera Islam .NET - Kajian Fiqih & Aqidah Islam Berdasarkan Al-Qur'an | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com